Secara geografis, masyarakat adat suku Kajang terbagi dua, yakni mereka yang
masih mempertahankan ajaran leluhurnya dan hidup di kawasan adat, dikenal
orang Kajang dalam (Ilalang Embayya), dan mereka yang tinggal di luar
kawasan adat dan telah menerima teknologi, dikenal orang Kajang luar
(Ipantarang Embayya).
Di bawah ini beberapa fakta menarik tentang masyarakat adat suku Kajang yang
akan memperkaya khazanah pengetahuanmu.
Ada banyak versi mitologis tentang asal usul orang Kajang yang beredar dan
diyakini kebenarannya oleh masyarakat adat Kajang hingga hari ini.
Versi pertama mengatakan bahwa orang Kajang berasal dari To Manurung yang
bernama Batara Daeng Rilangi (Gadis cantik dari langit) yang dinikahi oleh
Tamparang Daeng Malowang.
Pernikahan keduanya lalu melahirkan tiga orang anak yang kelak menjadi
penguasa di tiga daerah (Desa) terpisah yaitu:
Untuk istilah Kajang sendiri ternyata memiliki arti yang beragam. Setidaknya
ada 3 versi makna:
Bagi masyarakat adat Kajang, ia adalah orang yang turun dari langit (To
Manurung) dan sekaligus orang yang pertama yang turun di daerah Tanatowa.
Bagi orang Kajang dalam (Ilalang Embayya), mereka masih memegang teguh
ajaran leluhur mereka yang bersumber dari Pasang ri Kajang (sumber hukum
tidak tertulis).
Adapun Islam yang diyakini sebagaimana yang telah diajarkan oleh Dato’ ri Tiro
pada awal abad 17 M adalah Islam kebatinan (tarekat).Mereka mengamalkan
konsep “sembayang tatappu je’ne talluka” (sholat yang tak putus-putus dan
wudhu yang tak pernah batal).
Pakaian sehari-hari orang Kajang adalah Baju Hitam (Baju le’leng), khusunya
bagi orang Kajang dalam. Mereka juga memakai sarung hitam (tope le’leng)
yang mereka tenun sendiri dengan menggunakan pewarna alami.
Secara filosofis, warna hitam merupakan simbol kesamaan dalam segala hal
termasuk kesamaan dalam hidup kesederhanaan (Tallasa' Kamase masea)
Kelima, Rumah Adat Orang Kajang Semuanya Menghadap ke
Barat (Gunung Bawakaraeng)
Bentuk rumah adat orang kajang (Balla to Kajang) adalah rumah panggung
yang hampir mirip dengan rumah adat suku Bugis dan Makassar.
Pola rumah orang Kajang dalam (llalang Embaya) itu berkelompok dan
didirikan di tengah kebun keluarga. Kemudian arah bangunan rumah mereka
membelakangi Borong Karama' (Hutan keramat).
Dengan kata lain, semua rumah orang Kajang menghadap ke barat (Gunung
Bawakareng), tertata rapi serta berjejer dari utara ke selatan.
Hal unik lainnya adalah seluruh bentuk dan desain rumah orang Kajang serupa
dan dapurnya terletak di bagian depan rumah. Ini sebagai penegasan
ajaran Pasang ri Kajang tuk hidup sederhana (Tallasa' Kamase masea)
Keenam, Mata Pencaharian Orang Kajang adalah Petani dan
Pekebun
Pekerjaan orang Kajang dalam adalah petani atau peladang. Pada musim
tertentu, mereka meramu hasil hutan dan berburu serta menyadap nira.
Mereka membeli ganti' (benang) sebagai bahan dasar di pasar Kalimporo, dan
proses pewarnaannya (hanya warna hitam) dikerjakan sendiri dengan
mencampurkan sejenis daun pohon yang disebut tarung pada benang. Setelah
beberapa waktu direndam, benang akan berubah warna.
Bahasa sehari-hari orang Kajang adalah bahasa Konjo yang merupakan sub
bahasa Makassar.
Secara harfiah, Konjo merujuk pada sebuah dialek bahasa Makassar yang
dituturkan di desa-desa perbatasan kawasan berbahasa Makassar dan Bugis.
Berikut beberapa tradisi dan aturan adat yang masih bertahan hari ini;