Anda di halaman 1dari 5

Arti Selembar Kain Tenun Perempuan Ammatoa Kajang

Perempuan Adat, Daun pewarna hingga alat yang digunakan untuk menenun di Desa Tanah
Toa, Sulawesi Selatan.

Menenun merupakan keterampilan yang wajib dimiliki perempuan suku Ammatoa Kajang,
Bulukumba, Sulawesi Selatan. Keterampilan menenun kain menjadi syarat utama bagi
perempuan Ammatoa Kajang agar bisa menikah. 
"Kita perempuan adat di sini wajib menenun karena itu sudah jadi adat yang kami pegang
sejak dulu. Sebab, apabila seorang perempuan di desa Tanah Toa ingin menikah, syaratnya
adalah dia harus bisa menenun kain," ujar Ketua Perempuan Adat Masyarakat Ammatoa
Kajang, Nur Haedah kepada Gatra.com, Kamis (29/8). 
Aturan dan keterampilan menenun kain diwariskan secara turun temurun di Desa Tanah
Toa. Setipa pagi, 
perempuan adat Ammatoa Kajang akan menenun kain dengan menggunakan tangan,
kemudian dijual ke koperasi atau pasar dengan harga Rp1 juta per lembar. 
Kain tenun yang dihasilkan tangan-tangan terampil perempuan Ammatoa Kajang kain
sembarangan. Sebelum dijual, kain digosok punggung cangkang keong supaya mengkilat.
Satu lembar kain dapat diselesaikan dalam waktu tiga minggu. 
"Pertama, masyarakat mengambil daun tarung dari pohon indigo untuk direndam selama
24 jam. Setelahnya, dicampur kapur, lalu abu dapur yang berasal dari bakaran kayu untuk
memasak dengan tungkuh. Kemudian diayak dan masuk ke dalam karung dan airnya
dialirkan ke korontana (tempat hasil pengendapan)," jelas Nur.  
Air hasil endapan (tekkeh) dimasukkan ke dalam wadah sebagai pewarna kain yang akan
ditenun yaitu hitam. Tekkeh tidak akan diganti dan selalu dipakai untuk pewarna pakaian,
hanya ditambah setiap dua hari sekali. 
"Kalau untuk penjualannya, tidak pasti karena tergantung dari pemesanannya. Bisa aja
seminggu mendapat pesanan hingga 10 kain, kadang bisa sama sekali tidak ada pesanan,
tapi kami setiap hari selalu menenun untuk jadi tabungan kalau tiba-tiba ada pesanan,"
ujarnya.
Artikel ini telah tayang di halaman gatra.com dengan judul "Arti Selembar Kain Tenun
Perempuan Ammatoa Kajang".
Makna Kain Tenun Perempuan Ammatoa Kajang

Bulukumba – Aktivitas menenun dapat ditemui di beberapa wilayah di Indonesia. Salah


satunya di wilayah adat Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Menenun adalah
keterampilan yang wajib dimiliki perempuan suku Ammatoa Kajang. Keterampilan
menenun kain menjadi syarat utama bagi perempuan Ammatoa Kajang agar bisa menikah.
“Perempuan adat di sini wajib menenun karena sudah jadi adat yang kami pegang sejak
dulu. Sebab, apabila seorang perempuan di desa Tanah Toa ingin menikah, syaratnya
adalah harus bisa menenun kain,” kata Ketua Perempuan Adat Masyarakat Ammatoa
Kajang, Nur Haedah.
Aturan dan keterampilan menenun kain diwariskan secara turun temurun di Desa Tanah
Toa. Setiap pagi, perempuan adat Ammatoa Kajang akan menenun kain dengan
menggunakan tangan, kemudian dijual ke koperasi atau pasar dengan harga satu juta rupiah
per lembar. Para penenun juga tergabung dalam kelompok perempuan penenun seperti
kelompok Wanita Tani Tenun Kajang, Gerai Tenun Kajang dan Kalea. Tiap kelompok
terdiri dari 20 sampai dengan 30 penenun perempuan.
Kain tenun yang dihasilkan para perempuan Ammatoa Kajang bukan kain sembarangan.
Sebelum dijual, kain digosok punggung cangkang keong agar mengkilat. Satu lembar kain
dapat diselesaikan dalam waktu tiga minggu.
Kain tenun Kajang (foto Nursida)
Menurut keterangan Nur Haedah, hal pertama pertama yang dilakukan penenun adalah
mengambil daun tarung dari pohon indigo untuk direndam selam 24 jam. Setelah itu,
dicampur kapur, lalu abu dapur yang berasal dari bakaran kayu untuk memasak dengan
tungku. Selanjutnya diayak dan masuk dalam karung dan airnya dialirkan ke korontana
atau tempat hasil pengendapan.
Air hasil endapan (tekkeh) dimasukkan dalam wadah sebagai pewarna kain yang akan
ditenun yaitu hitam. Tekkeh tidak akan diganti dan selalu dipakai untuk pewarna kain,
hanya ditambah setiap dua hari sekali.
Mengenai penjualan, tergantung dari pemesanannya. Kadang dalam seminggu mendapat
pesanan 10 kain, kadang tidak ada pesanan sama sekali. Tapi setiap hari mereka menenun
sebagai tabungan bila tiba-tiba ada pesanan.
“Uniknya selama pandemi Covid-19 pemesanan dari sekitar wilayah adat Kajang justru
meningkat. Karena meskipun pandemi, banyak dilangsungkan acara pernikahan di
lingkungan masyarakat adat Kajang. Kain tenun merupakan salah satu hantaran penting
dalam pernikahan masyarakat adat Kajang. Dalam satu pernikahan tak jarang
membutuhkan minimal 20 lembar kain tenun sebagai hantarannya,” ujar Nursida, salah
satu perempuan adat Ammatoa Kajang.
Salah seorang perempuan Ammatoa Kajang sedang melakukan aktivitas menenun (foto :
Nursida)
Salah seorang perempuan Ammatoa Kajang sedang melakukan aktivitas menenun (foto :
Nursida)
Keterampilan menenun perempuan Ammatoa Kajang sudah dilakukan turun temurun.
Selain salah satu syarat agar dapat menikah, menenun juga membuat perempuan Ammatoa
Kajang berdaya dan mendapatkan penghasilan untuk meningkatkan perekonomian sang
perempuan sendiri dan keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai