Anda di halaman 1dari 4

Uswatun Hasanah: Pebisnis Juga Pelestari

Batik dan Tenun Tuban


JANUARI 27, 2011
tags: batik gedog, benang lawe, Faf Adi Samsul, PT Semen
Gresik, sanggar batik Sekar Ayu, tenun gedog, tenun Kedung
Rejo, Upakarti 2010, Uswatun Hasanah

Uswatun Hasanah, wanita kelahiran


Tuban, 15 Oktober 1970 ini, hampir 20 tahun yang lalu nyaris tidak
bisa menemukan pembatik dan penenun gedog di kampung
halamannya di Desa Kedung Rejo, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Perempuan yang berasal dari keturunan pembatik dan penenun itu
berusaha hampir 10 tahun menggalakkan lagi pembuatan batik dan
tenun.
Jerih payah Uswatun mendapat pengakuan dari masyarakat.
Bahkan, pemerintah pun memberikan anugerah tertinggi bidang
industri, Upakarti 2010, untuk kategori jasa pelestari. Waktu
penilaian Upakarti, saya sampaikan kepada juri-juri yang
profesor. Saya cuma sekolah sampai kelas V SD. Saya ini
sebenarnya tidak bisa apa-apa, ujar Uswatun merendah.
Meski mengaku tidak bisa apa-apa, karyanya luar biasa. Ibu satu
anak itu menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk
membangkitkan kembali industri batik dan tenun gedog di
kampung halamannya. Niatnya tidak hanya terhenti di kata-kata.
Sejak 1990 hingga 1993, dia belajar membatik. Sebab, di desanya
sudah tidak bisa ditemukan pembatik yang rutin berproduksi. Dia
belajar ke Desa Karang, Kecamatan Semanding, Tuban.
Dulu saya pernah belajar membatik kepada ibu. Pernah juga
belajar memintal kapas untuk tenun kepada almarhum nenek.
Karena tidak produksi, saya perlu belajar lagi, katanya.
Setelah menguasai keterampilan membatik, ia menularkan keahlian
itu kepada ibu-ibu dan anak-anak putus sekolah di desanya. Untuk
itu dia menghabiskan waktu panjang. Sampai tahun 1999,
kegiatannya hanya berkutat pada pelatihan karena belum ada
pembatik andal.
Mereka yang akhirnya terampil membatik produknya dibeli oleh
Uswatun yang mengelola sanggar batik Sekar Ayu. Pelatihan itu
masih berlanjut sampai sekarang. Setiap hari masih ada orang
belajar membatik di sanggar Sekar Ayu. Untuk anak-anak
hanyaboleh belajar siang sampai sebelum (shalat) asar. Ibu-ibu
bebas mau belajar sampai sore, tutur ibu satu anak ini.
Upaya Uswatun membuahkan hasil. Saat ini ada 250 pembatik
produktif di Desa Kedung Rejo yang bermitra dengannya. Mereka
mengambil bahan dan motif dari Uswatun. Sebagian
mengembangkan motif sendiri. Saya hanya mengawasi rinci
untuk motif pesanan. Untuk yang bukan pesanan, pembatik
dibebaskan berkreasi. Saya beli produk mereka agar mereka tidak
usah susah-susah memikirkan pemasaran, ujarnya.
Selain pembatik, penenun di desa itu juga mulai berproduksi lagi.
Geliat usaha batik Uswatun dikembangkan dengan adanya kerja
sama dengan 50 perajin di desa itu. Batik dan tenun gedog dari desa
itu saat ini sudah menembus pasar Belanda, Australia, dan Jepang.
Di dalam negeri, Uswatun bersama 20 pekerja di sanggar dan 300
perajin di desanya kebanjiran pesanan, antara lain, dari Jakarta dan
Bali. Setiap bulan omzet bisnisnya mencapai Rp 300 juta.Sekitar
70 persen dari pasar dalam negeri yang banyak pesan batik.
Kalau hasil tenun banyak yang diekspor, ujar peraih Juara Umum
Anugerah UKM Semen Gresik 2010 ini.
Tradisional Lebih Dihargai
Para perajin di Kedung Rejo tidak hanya diajak kembali
membangun kejayaan batik dan tenun di desa itu. Mereka juga
diajak mempertahankan cara pembuatan yang tradisional. Pasar
menghargai tinggi produk-produk yang mempertahankan bahan
alami dan cara pembuatan tradisional, tutur Uswatun.
Penenun masih memintal sendiri benang dari kapuk kapas yang
disebut benang lawe. Setiap lembar kain tenun dengan lebar 85
sentimeter dan panjang 200 sentimeter butuh sekitar 1,5 kilogram
benang lawe. Pembuatan benang sejak dari mengeringkan kapuk
kapas sampai memintal perlu lebih dari sepekan. Sementara proses
tenun setiap lembar kain rata-rata dua hari. Penenunan masih
pakai alat tradisional, katanya.
Adapun pewarnaan, Uswatun juga mempertahankan pewarna
alami. Biru, warna wajib batik dan tenun Tuban, didapat dari daun
yang oleh penduduk setempat disebut tumbuhan indigo. Sedangkan
warna coklat bisa memanfaatkan kulit kayu mahoni, tinggi, dan
secang jaranan yang mudah didapatkan di sekitar rumah pembatik
dan penenun. Hampir semua bahan didapat dari alam sekitar
sini, tuturnya.
Memang ada tantangan dengan mempertahankan metode
tradisional. Kain tenun hanya dapat diproduksi pada musim
kemarau. Selama musim hujan para perajin lebih memilih turun ke
sawah. Selain karena musim bagus untuk menanam padi, pada
musim hujan mereka kesulitan mengeringkan kapas untuk bahan
benang lawe. Kapas didapat dari sekitar sini dan dipintal sendiri.
Untuk selembar kain tenun, perajin terampil membuatnya rata-
rata dalam dua hari atau maksimal 12 lembar per bulan, ujarnya.
Dengan 50 penenun, Uswatun hanya mendapatkan maksimal 600
lembar tiap bulan. Namun, tidak mudah mendapat jumlah itu
karena sebagian besar penenun menganggap menenun hanya
pekerjaan sampingan. Kalau musim kemarau, saya stok banyak-
banyak untuk cadangan pada musim hujan,katanya.
Tawaran Pindah ke Singapura
Uswatun mendapat banyak godaan dan cobaan. Godaan paling
diingatnya adalah tawaran pindah ke Singapura. Tawaran itu
datang saat ia pameran di Batam beberapa tahun lalu. Saya
ditawari mau minta apa saja dan berapa saja agar mau pindah ke
Singapura. Saya tidak mau pindah karena nanti batik dan tenun
pasti diakui punya sana. Saya susah payah bertahun-tahun
supaya batik dan tenun Kedung Rejo dikenal, kata ibu dari Zaki
Mubarok ini.
Cobaan lain didapatnya saat peristiwa pengeboman di Bali.
Uswatun yang baru mulai mapan memasok ke Bali harus
dihadapkan pada kemacetan pembayaran. Barang-barang yang
sudah telanjur dikirim tak jelas pembayarannya karena
pariwisata Bali anjlok, ujarnya.
Ia cemas karena peristiwa itu memacetkan aliran kas usahanya.
Angsuran pinjamannya macet. Kunjungan petugas pembinaan dari
lembaga penyalur kredit dihindarinya. Saya malu bertemu karena
kredit macet. Untung Pak Faf (Faf Adi Samsul, Kepala Divisi
Pengelolaan Sosial PT Semen Gresik) tak menyerah memberi
pengertian. Saya akan dibantu kalau memang berniat melunasi
pinjaman, tutur istri dari Sri Widodo ini.
PT Semen Gresik membantu Uswatun membuka jaringan pasar
baru. Ia diikutkan dalam berbagai pameran. Kegigihannya juga
dijadikan model bagi UKM lain yang dibina PT Semen Gresik.
Puncak penghargaan dari perusahaan itu berupa penetapan sebagai
juara utama Anugerah UKM Semen Gresik 2010.
Bu Uswatun contoh wirausaha di desa yang mau bekerja
memajukan lingkungannya. Dia bertahun-tahun berkeliling
mengajar orang membatik. Semua dilakukan secara
sukarela, ujar Faf Adi Samsul.
Sumber: Kompas

Anda mungkin juga menyukai