Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH TENUN SUKARARA

A. Awal Mula Industri Tenun


Pada zaman dahulu, dengan keterbatasan alat maupun bahan serta tingkat
sumber daya manusia yang rendah, manusia membuat pakaian dari kulit kayu.
Karena merasa kurang nyaman mengenakan pakaian dari kulit kayu, pasalnya
pakaian dari kulit kayu ini dapat menimbulkan gatal dan merusak kulit, maka
nenek moyang kala itu mulai mencari alternatif lain yaitu dengan mengolah
atau mengubah bahan-bahan menjadi barang (barang jadi atau setengah jadi),
dalam hal ini sebagai contoh pemintalan mengolah bahan kapas menjadi
benang yang akan digunakan untuk membuat kain tenun songket tersebut.
Sehingga sejak saat itu munculah pakaian dari tenun ikat dari berbagai
wilayah.
Demikian halnya dengan produksi kain tenun songket yang ada di desa
sukarara, dengan keberadaan produksi songket tersebut untuk dapat
melestarikan budaya daerah suku sasak, karena dengan adanya kebudayaan itu
merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat sukarara untuk mengembangkan
dan melestarikan budaya mereka. Suatu budaya merupakan warisan dari nenek
moyang dahulu kala.
Pada zaman dahulu pekerjaan menenun dilakukan dengan menyediakan
sesajen (andang-andang) yang ditempatkan pada kudung (tempat yang terbuat
dari bambu) yang berisi beras, benang putih pinsah, kepeng siu satus selae
(uang seribu seratus dua puluh lima) dan air yang ditempatkan disebuah botol,
air tersebut digunakan untuk beseraup (cuci muka) setiap kali menenun agar
penglihatan menjadi terang dan agar tidak terganggu oleh jin karena pada
zaman dahulu orang tua percaya akan kebenaran hal-hal yang ga’ib hingga
sampai saat ini, seiring berkemba ngnya ilmu pendidikan dan ilmu keagamaan
masyarakat didesa tersebut jarang mempercayai hal-hal yang demikian.
Dengan adanya kain tenun tersebuut, kemudian jadi barang ekonomis
karena banyak dinikmati oleh masyarakat sekelilingnya, untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi rumah tangga dan masyarakat serta dapat melestarikan
kebudayaan. Desa ini memiliki terobosan dalam industri tenun tradisional.
Kemampuan menenun ini mereka dapatkan secara turun temurun dari generasi
ke generasi. Masyarakat didesa ini telah terlatih secara tradisi dalam
pembuatan kain tenun yang sangat indah dan teratur. Dengan menggunakan
benang dari kapas, sutera, emas dan perak mereka mengkreasikannya
sedemikian rupa sehingga menghasilkan tenunan dengan desain khas Lombok
yang asli dan telah terkenal.
industri tenun songket sukarara pertama kali di dirikan oleh H.L.Muhamad
ikhsan (almarhum) dengan nama art shop taufik berdiri tahun 1976, art shop
taufik ini didirikan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian penduduk
desa sukarara yang mula hanya bermata pencaharian sebagai petani, dengan
adanya art shop ini penduduk desa bisa menambah penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
B. Sejarah Motif Subahnala
Kain tenun songket di Desa Sukarara muncul sejak zaman kerajaan
Selaparang bertepatan pada tahun 1955, dan orang yang pertama kali
menggeluti tenun songket tersebut seorang perempuan bernama Papuq
Jering yang kemudian diturunkan kepada saudaranya Papuq Rabi’ dan
mengajak temannya yaitu Papuq Enten. Setelah kain tenun tersebut
dipelajari oleh papuq enten beliau langsung bisa menenun walaupu hanya
sekedar melihat-lihat papuq jering nyensek (menenun). Keahlian papuq
enten tersebut diturunkan kepada anak cucunya hingga kain tenun
songket dapat berkembamg luas didesa sukarara tersebut.
Salah satu ragam hias atau motif songket tersebut adalah motif
subahnala. Menurut salah satu tokoh adat didesa sukarara sejarah motif
subahnala berasal dari seorang putri yang bernama dedare lengkuq.
Sebelum dan selesai menyensek (menenun) dedare lengkuq selalu
mencuci muka menggunakan aiq kungkuqman (air yang ditempatkan
didalam tempurung kelapa). Saat membuat songket subahnala proses
menenun tersebut tidak boleh dilihat oleh orang lain, dedare lengkuq
bekerja sendirian di sebuah ruangan yang bertirai dengan di terangi lampu
minyak dari proses penmintalan benang, ngompok (merapikan benang
dalam bentuk gulungan), proses ngane (menyesuaikan warna benang
sesuai bentuk motif), begulung dan sampai selesai menjadi motif
subahnala. Proses mengerjakan motif subahnala dilakukan 3 bulan
lamanya sampai di hari terakhir dedare lengkuq mengerjakan songket
tersebut, seketika itu dia terkesima dengan hasil songket yang dia buat
dan secara spontan dia mengucapkan kata “subahnala”, kata tersebut
adalah kata terakhir yang diucapkan oleh dedare lengkuq. Seketika itu
dedare lengkuq menghembuskan nafas terakhirnya. Jadi kata subahnala
itu berasal dari kata “subhanallah” maha suci allah, suatu ungkapan kata
untuk menyebut kemaha sucian allah, dari itulah kain yang dihasilkan
dinamakan “kain subahnala”. Dalam hal ini, karena lidah orang dulu
yang termaksud juga dedare lengkuq kebanyakan sulit mengucapkan kata
“subhanallah” maka disebutlah kata subahnala.
C. Pengembangan Tenun Sukarara Selanjutnya
Didalam perkembangan kerajinan tenun di Nusa Tenggara Barat,
khususnya di pulau Lombok yang terletak di desa sukarara Lombok
tengan, tidak selamanya berkembang maju, tetapi ada kalanya mundur dan
begitu seterusnya. Hal ini dikarenakan para tamu wisata dan para pembeli
kain tenun sudah relative sepi dan dikarenakan ada produk buatan pabrik
yang beredar dipasar, sehingga banyak barang tiruan yang dipasarkan
bukan hasil produk masyarakat desa sukarara itu sendiri, jadi saat ini
perkembangan kain tenun songket tersebut tergantung dari permintaan
atau pesanan konsumen. Hal demikian juga karena kecendrungan generasi
muda mulai enggan menekuni tenun tersebut, dengan kecendrungan
tersebut kerajinan tenun mulai ditingggalkan.
Untuk menyelamatkan kain tenun tersebut satu-satunya adalah
masih adanya penghasilan keluarga sebagai petani. Hampir seluruh
pengrajin hanya menjadikan menenun sebagai penghasilan tambahan.
Disisi lain, permintaan lokal untuk bahan baku pakaian tergolong tinggi.
Jadi, sekarang ada trend untuk menggabungkan antara motif dengan motif
yang lain.
Di samping itu, kerajinan tenun sukarara khas Lombok memiliki
daya tarik yang terletak pada bentuk, warna, dan ragam hiasnya yang
membuat konsumen dari berbagai kota tertarik untuk membelinya hal ini
membantu pemasaran produk masyarakat desa sukarara, apalagi setelah
melakukan promosi, permintaan cenderung banyak.

Anda mungkin juga menyukai