0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
25 tayangan4 halaman
Dokumen tersebut membahas sejarah industri tenun di Desa Sukarara, Lombok. Pada awalnya, tenun dibuat secara tradisional oleh nenek moyang untuk kebutuhan pakaian. Kemudian industri tenun di Desa Sukarara berkembang dengan didirikannya toko tenun pada tahun 1976 untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Motif tenun terkenal dari desa ini adalah motif Subahnala yang diciptakan oleh seorang w
Deskripsi Asli:
Ulasan tentang sejarah singkat songket Subahnale, kain tenun masyarakat Sukara, Jonggat, Lombok Tengah, NTB.
Dokumen tersebut membahas sejarah industri tenun di Desa Sukarara, Lombok. Pada awalnya, tenun dibuat secara tradisional oleh nenek moyang untuk kebutuhan pakaian. Kemudian industri tenun di Desa Sukarara berkembang dengan didirikannya toko tenun pada tahun 1976 untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Motif tenun terkenal dari desa ini adalah motif Subahnala yang diciptakan oleh seorang w
Dokumen tersebut membahas sejarah industri tenun di Desa Sukarara, Lombok. Pada awalnya, tenun dibuat secara tradisional oleh nenek moyang untuk kebutuhan pakaian. Kemudian industri tenun di Desa Sukarara berkembang dengan didirikannya toko tenun pada tahun 1976 untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Motif tenun terkenal dari desa ini adalah motif Subahnala yang diciptakan oleh seorang w
Pada zaman dahulu, dengan keterbatasan alat maupun bahan serta tingkat sumber daya manusia yang rendah, manusia membuat pakaian dari kulit kayu. Karena merasa kurang nyaman mengenakan pakaian dari kulit kayu, pasalnya pakaian dari kulit kayu ini dapat menimbulkan gatal dan merusak kulit, maka nenek moyang kala itu mulai mencari alternatif lain yaitu dengan mengolah atau mengubah bahan-bahan menjadi barang (barang jadi atau setengah jadi), dalam hal ini sebagai contoh pemintalan mengolah bahan kapas menjadi benang yang akan digunakan untuk membuat kain tenun songket tersebut. Sehingga sejak saat itu munculah pakaian dari tenun ikat dari berbagai wilayah. Demikian halnya dengan produksi kain tenun songket yang ada di desa sukarara, dengan keberadaan produksi songket tersebut untuk dapat melestarikan budaya daerah suku sasak, karena dengan adanya kebudayaan itu merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat sukarara untuk mengembangkan dan melestarikan budaya mereka. Suatu budaya merupakan warisan dari nenek moyang dahulu kala. Pada zaman dahulu pekerjaan menenun dilakukan dengan menyediakan sesajen (andang-andang) yang ditempatkan pada kudung (tempat yang terbuat dari bambu) yang berisi beras, benang putih pinsah, kepeng siu satus selae (uang seribu seratus dua puluh lima) dan air yang ditempatkan disebuah botol, air tersebut digunakan untuk beseraup (cuci muka) setiap kali menenun agar penglihatan menjadi terang dan agar tidak terganggu oleh jin karena pada zaman dahulu orang tua percaya akan kebenaran hal-hal yang ga’ib hingga sampai saat ini, seiring berkemba ngnya ilmu pendidikan dan ilmu keagamaan masyarakat didesa tersebut jarang mempercayai hal-hal yang demikian. Dengan adanya kain tenun tersebuut, kemudian jadi barang ekonomis karena banyak dinikmati oleh masyarakat sekelilingnya, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga dan masyarakat serta dapat melestarikan kebudayaan. Desa ini memiliki terobosan dalam industri tenun tradisional. Kemampuan menenun ini mereka dapatkan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat didesa ini telah terlatih secara tradisi dalam pembuatan kain tenun yang sangat indah dan teratur. Dengan menggunakan benang dari kapas, sutera, emas dan perak mereka mengkreasikannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan tenunan dengan desain khas Lombok yang asli dan telah terkenal. industri tenun songket sukarara pertama kali di dirikan oleh H.L.Muhamad ikhsan (almarhum) dengan nama art shop taufik berdiri tahun 1976, art shop taufik ini didirikan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian penduduk desa sukarara yang mula hanya bermata pencaharian sebagai petani, dengan adanya art shop ini penduduk desa bisa menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. B. Sejarah Motif Subahnala Kain tenun songket di Desa Sukarara muncul sejak zaman kerajaan Selaparang bertepatan pada tahun 1955, dan orang yang pertama kali menggeluti tenun songket tersebut seorang perempuan bernama Papuq Jering yang kemudian diturunkan kepada saudaranya Papuq Rabi’ dan mengajak temannya yaitu Papuq Enten. Setelah kain tenun tersebut dipelajari oleh papuq enten beliau langsung bisa menenun walaupu hanya sekedar melihat-lihat papuq jering nyensek (menenun). Keahlian papuq enten tersebut diturunkan kepada anak cucunya hingga kain tenun songket dapat berkembamg luas didesa sukarara tersebut. Salah satu ragam hias atau motif songket tersebut adalah motif subahnala. Menurut salah satu tokoh adat didesa sukarara sejarah motif subahnala berasal dari seorang putri yang bernama dedare lengkuq. Sebelum dan selesai menyensek (menenun) dedare lengkuq selalu mencuci muka menggunakan aiq kungkuqman (air yang ditempatkan didalam tempurung kelapa). Saat membuat songket subahnala proses menenun tersebut tidak boleh dilihat oleh orang lain, dedare lengkuq bekerja sendirian di sebuah ruangan yang bertirai dengan di terangi lampu minyak dari proses penmintalan benang, ngompok (merapikan benang dalam bentuk gulungan), proses ngane (menyesuaikan warna benang sesuai bentuk motif), begulung dan sampai selesai menjadi motif subahnala. Proses mengerjakan motif subahnala dilakukan 3 bulan lamanya sampai di hari terakhir dedare lengkuq mengerjakan songket tersebut, seketika itu dia terkesima dengan hasil songket yang dia buat dan secara spontan dia mengucapkan kata “subahnala”, kata tersebut adalah kata terakhir yang diucapkan oleh dedare lengkuq. Seketika itu dedare lengkuq menghembuskan nafas terakhirnya. Jadi kata subahnala itu berasal dari kata “subhanallah” maha suci allah, suatu ungkapan kata untuk menyebut kemaha sucian allah, dari itulah kain yang dihasilkan dinamakan “kain subahnala”. Dalam hal ini, karena lidah orang dulu yang termaksud juga dedare lengkuq kebanyakan sulit mengucapkan kata “subhanallah” maka disebutlah kata subahnala. C. Pengembangan Tenun Sukarara Selanjutnya Didalam perkembangan kerajinan tenun di Nusa Tenggara Barat, khususnya di pulau Lombok yang terletak di desa sukarara Lombok tengan, tidak selamanya berkembang maju, tetapi ada kalanya mundur dan begitu seterusnya. Hal ini dikarenakan para tamu wisata dan para pembeli kain tenun sudah relative sepi dan dikarenakan ada produk buatan pabrik yang beredar dipasar, sehingga banyak barang tiruan yang dipasarkan bukan hasil produk masyarakat desa sukarara itu sendiri, jadi saat ini perkembangan kain tenun songket tersebut tergantung dari permintaan atau pesanan konsumen. Hal demikian juga karena kecendrungan generasi muda mulai enggan menekuni tenun tersebut, dengan kecendrungan tersebut kerajinan tenun mulai ditingggalkan. Untuk menyelamatkan kain tenun tersebut satu-satunya adalah masih adanya penghasilan keluarga sebagai petani. Hampir seluruh pengrajin hanya menjadikan menenun sebagai penghasilan tambahan. Disisi lain, permintaan lokal untuk bahan baku pakaian tergolong tinggi. Jadi, sekarang ada trend untuk menggabungkan antara motif dengan motif yang lain. Di samping itu, kerajinan tenun sukarara khas Lombok memiliki daya tarik yang terletak pada bentuk, warna, dan ragam hiasnya yang membuat konsumen dari berbagai kota tertarik untuk membelinya hal ini membantu pemasaran produk masyarakat desa sukarara, apalagi setelah melakukan promosi, permintaan cenderung banyak.