A.
KAJIAN ONTOLOGI
Kerajinan kain songket Desa Sukarara Kecamatan Jonggat Lombok Tengah merupakan
sentral industri rumah tangga unggulan dimana merupakan bagian dari sumber kerajinan kain
songket Desa Sukarara Lombok Tengah yang didukung oleh tersedianya sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang menguasai kerajinan kain songket yang diwariskan secara turun
temurun. Sehingga kelestarian kain songket Desa Sukarara tetap terjaga kualitas dan estetikanya
sampai sekarang.
Pulau Lombok sudah dikenal dalam sejarah berabad-abad yang silam. Di dalam kitab
Nagarakertagama karya Pujangga Jawa terkenal di abad ke- 14 Mpu Prapanca (1365) nama
pulau Lombok sudah disebutnya di dalam pupuh XIV, bait 3 dan 4 sebagai Lombok Mirah. Hal
ini dikarenakan waktu itu Lombok termasuk wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit ( Dalam
salam, 1992: 1293-1478 ). Letak pulau Lombok terletak di Indonesia bagian timur, tepatnya di
sebelah timur pulau Bali. Pulau Lombok merupakan sebuah pulau yang berada di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB), di mana pulau Lombok adalah pulau yang didiami olehSuku Sasak.
Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "Sa'-Saq" yang
artinya yang satu. Kemudian Lombok berasal dari kata Lomboq yang artinya lurus. Maka jika
digabung kata Sa' Saq Lomboq artinya sesuatu yang lurus. Banyak juga yang menerjemahkannya
sebagai jalan yang lurus (dalam Isromi, 2013: 45). Pada awalnya sejarah Kain Songket di Desa
Sukarara memiliki cerita tersendiri yakni kain songket ini pertama digunakan oleh seorang raja
dan ratu yang bernama (Raja Panji Sukarara dan Ratu Dinde Terong Kuning). Raja dan ratu ini
menggunakan baju atau sarung songket subahnala, karena sebagai raja dan ratu agar terlihat
berwibawa atau lebih terhormat dengan pakaian adat tersebut.
Songket adalah suatu teknik atau cara memberikan hiasan pada kain tenunan. Songket
sendiri berasal dari Sungkit yang artinya mengangkat beberapa helai benang lungsi dengan lidi
sehingga terjadi lubang-lubang kemudian dapat dimasukan benang pakan dari benang emas atau
perak secara berulang-ulang. Biasanya pola membuat songket dilakukan dengan cara
menghitung banyaknya benang lungsi yang akan diangkat.
Menenun kain songket menjadi kebutuhan utama warga Lombok khususnya Desa
Sukarara karena dalam pesta pernikahan perempuan wajib memberikan kain tenun buatan sendiri
kepada pasangan. Kepercayaan masyarakat setempat adalah perempuan yang tidak bisa menenun
akan kesulitan mendapatkan jodoh. Bahkan ada semacam peraturan, wanita yang belum bisa
menenun dilarang menikah. Kegiatan menenun dilakukan oleh wanita sembari menunggu para
suami mereka pulang bertani dari ladang.
Kerajinan kain songket di Desa Sukarara merupakan industri rumah tangga. Dalam
prosesnya, songket yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk pakaian namun juga
mempunyai fungsi dekoratif sebagai pelengkap ornamen interior rumah. Songket Sukarara
memiliki ciri khas dengan pola tradisional timur dan penggunaan benang songket emas. Pola dan
pewarnaan yang digunakan oleh wanita-wanita Desa Sukarara merupakan nilai yang diberikan
turun temurun dan lestari dari generasi sebelumnya. Biasanya keahlian menenun didapatkan dari
ibu yang diwariskan ke anak perempuannya. Begitu seterusnya sehingga motif dan warnanya
terjaga sekaligus menjadi ciri khas songket Lombok.
Alat tenun kain songket merupakan alat tenun yang digunakan untuk menghasilkan kain.
Alat tenun kain songket Desa Sukarara adalah alat tenun yang sebagian besar masih
menggunakan peralatan-peralatan dari bahan kayu, dan cara penggunaanya juga tradisional dan
manual. Penenun kain songket biasanya duduk di tanah beralaskan tikar/kain atau di sebuah
balai-balai dengan kaki diselonjorkan lurus kedepan sehingga mempermudah mereka dalam
proses menenun kain songket.
menghias diri tujuan semata. Untuk jenis kain tenun yang dibuat untuk kelengkapan upacara biasanya motif dan
warna memiliki arti lambang simbolis, karena disini diharapkan tuahnya atau akan mendatangkan kebaikankebaikan tersendiri bagi pemakainya. Jenis-jenis motif pada kain songket Desa Sukarara antara lain sebagai berikut :
1.
Motif Subhanale.
3.
Motif Keker.
Motif Wayang.
Motif Panah.
9.
Ragam hias Bulan Berkurung dirajut dengan geometris segi enam dengan aksesoris bintang
berjumlah enam dengan dasar warna yang cerah divariasi motif lambe dan pucuk rebung. Motif bulan
berkurung dikaitkan dengan kebesaran tuhan yang harus selalu diingat dan disyukuri. Kain motif ini
biasanya dikenakan pada wanita atau pria pada bulan madu sebagai sarung.
10. Motif Bulan Bergantung.
ke keluarga mempelai perempuan). Motif Anteng coraknya jalur-jalur lurus membujur searah dengan
benang lungsinya berwarna kuning, hijau dan lainnya dan kedua ujungnya berumbai, diperuntukkan
untuk kaum wanita dan digunakan untuk pakaian pada upacara adat.
Kerajinan Kain Tenun Songket di Desa Sukarara memiliki banyak jenis hasil kain tenun songket
serta motif yang dihasilkan menggunakan bahan-bahan alami yang diambil dari alam. Hasil kain tenun
songket yang memiliki nilai-nilai sejarah karena keunikan motifnya dan memiliki makna (Simbol) hingga
saat ini tetap dijaga keasliannya oleh para pengerajin kain songket Desa Sukarara.
Namun seiring dengan perkembangan zaman pada saat ini para pengerajin kain tenun songket
menciptakan motif-motif baru yang jenisnya bervariasi, itu semua dibuat karena permintaan dari pemesan
kain. Para pengerajin kain songket Desa Sukarara meski menciptakan motif-motif baru karena pengaruh
zaman dan permintaan dari pemesan namun tetap diutamakan kualitas kain harus bagus dan makna
(Simbol) harus tetap terjaga estetika yang terkandung dalam kain songket tersebut. Dengan adanya
terobosan baru baik pada alat maupun bahan dasar yang digunakan pada saat ini, maka akan
mempermudah dalam proses penenunannya sehingga hasil tenunan Songket Sukarara memiliki ragam
jenis dan motif yang bervariasi dan lengkap.
Kain songket yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk pakaian namun juga mempunyai
fungsi dekoratif sebagai pelengkap ornamen interior rumah. Songket Sukarara memiliki ciri khas dengan
pola tradisional timur dan penggunaan benang songket emas. Pola dan pewarnaan yang digunakan oleh
wanita-wanita Desa Sukarara merupakan nilai yang diberikan turun temurun dan lestari dari generasi
sebelumnya. Biasanya keahlian menenun didapatkan dari ibu yang diwariskan ke anak perempuan.
Begitu seterusnya sehingga tak ayal lagi motif dan warnanya terjaga sekaligus menjadi ciri khas songket
Lombok.
B.
KAJIAN EPISTEMOLOGI
Sukarara adalah nama sebuah desa sekitar 15 menit dari selatan Kota Mataram dan sekitar 3
kilometer barat Kota Praya tepatnya berada di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa
Tenggara Barat. Desa ini berpopulasi sekitar 150 kepala keluarga yang semuanya memiliki alat tenun
tradisional. Desa ini merupakan salah satu desa yang paling menarik untuk dikunjungi oleh para
Wisatawan Asing atau Wisatawan Lokal karena kegiatan sehari-hari masyarakat di desa ini adalah
menenun, selain bertani dan berdagang atau mengerjakan rutinitas lainnya. Daya tarik desa ini tidak
hanya dari hasil industri rumah tangganya yang menawan. Atraksi pada wanita dalam menggerakan alat
tenun tradisional diminati oleh wisatawan domestik maupun asing. Para wanita dengan pakaian adat
Sasak ini selalu siap mendemonstrasikan keahlian mereka.
Kerajinan kain songket di Desa Sukarara merupakan industri rumah tangga. Dalam proses
songket yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk pakaian namun juga mempunyai fungsi dekoratif
sebagai pelengkap ornamen interior rumah. Pembuatan kain songket memakan waktu yang lama.
Setidaknya membutuhkan waktu satu bulan untuk menghasilkan satu lembar kain dengan lebar 70 - 1,2
meter dan panjang 2 meter. Tingkat kerumitan dan motifnya menentukan harga kain yang rata-rata
berkisar antara Rp. 100 ribu hingga Rp. 5 juta perlembar.
Desa Sukarara dikenal menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi oleh para tamu
Nasional maupun Mancanegara. Di sepanjang jalan desa Sukarara ini, terdapat berbagai galeri-galeri
tempat menjual dan pameran kain songket hasil kerajinan masyarakat Desa Sukarara. Pertokoan yang
terdapat sepanjang jalan Desa Sukarara yang menjadi toko penjualan berbagai jenis kain songket Desa
Sukarara. Dengan berdirinya Sanggar khusus untuk belajar menenun kain songket juga menjadi salah
satu objek menarik di Desa Sukarara ini, para tamu Nasional Maupun Mancanegara bisa belajar
menenun dan belajar bagaimana membentuk Motif atau Ornamen serta bagaimana proses mewarnai
kain tenun songket Desa Sukarara.
Penenun kain songket biasanya duduk di tanah beralaskan tikar/kain atau disebuah balai-balai
dengan kaki diselonjorkan lurus kedepan sehingga mempermudah mereka dalam proses menenun kain
songket. Penenunan kain songket dilakukan pekerja dengan posisi duduk terus menerus di lantai, yang
menimbulkan rasa nyeri pada pekerja, yang berpotensi mengakibatkan keluhan subjektif pada punggung.
Karena pada dasarnya pelaksanaan pekerjaan yang tidak benar dan tidak sesuai dengan norma-norma
ergonomi, dapat menyebabkan kelelahan dan gangguan muskuloskletal, bila berlangsung terus menerus
untuk waktu yang lama bisa timbul perubahan bentuk tubuh.
Jenis alat dan sarana kerja yang kurang nyaman sering menimbulkan masalah-masalah
kesehatan pada pekerja yang menggunakanya, jika digunakan dalam jangka waktu yang lama dalam perharinya memberikan efek negatif pada kesehatan yang memicu timbulnya penyakit akibat hubungan
kerja. Selain hal tersebut sikap punggung yang membungkuk dalam bekerja, membungkuk sambil
menyamping, posisi duduk yang kurang baik dan di dukung dengan desakan/ gesekan alat tenun yang
buruk pada perut, beresiko menyebabkan penyakit akibat hubungan kerja berupa gangguan
musculoskeletal yang dapat menyebabkan kekakuan dan kesakitan pada punggung. Serta jika sikap
kerja dengan posisi duduk dengan frekuensi yang lama akan menimbulkan masalah kesehatan pada
pekerja, kontraksi otot akan menjadi statis the load pattern lebih kuat dibanding kontraksi dinamis (Anies,
2005).
Keluhan pada punggung atau keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan pada otot skeletal
yang dirasakan dengan intensitas nyeri yang berbeda-beda, dari nyeri yang ringan sampai nyeri yang
sangat sakit. Pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun.
Dimana keluhan pertama dirasakan pada umur 35 tahun dan keluhan terus meningkat seiring
bertambahnya umur. Nyeri punggung dapat merupakan akibat dari aktifitas kehidupan sehari-hari
khususnya dalam pekerjaan yang berkaitan dengan postur tubuh seperti mengemudi, pekerjaan yang
membutuhkan duduk yang terus menerus, atau yang lebih jarang nyeri punggung akibat dari beberpa
penyakit lain. Sebagian besar kasus nyeri punggung terkait dengan masalah mekanik sederhana, kurang
dari 5% menandakan nyeri akar saraf, dan kurang dari 2% menggambarkan tulang patologi punggung
yang serius (Elanor Bull dan Graham Archard , 2007).
Nyeri punggung yaitu nyeri yang berkaitan dengan tulang, ligament, dan otot punggung, yang
terjadi dari akibat gerakan mengangkat, membungkuk, atau mengejan dangan rasa yang timbul dan
sesekali hilang, dan biasanya tidak menandakan kerusakan permanen apapun. Dalam banyak kasus
nyeri punggung disebabkan oleh sikap badan yang salah tegang atau kejang otot (Kim Davies, 2007).
Menurut A.M Sugeng budiono (2003) membagi 2 faktor yang ada pada manusia keterkaitanya dengan
aspek ergonomi yang berpengaruh keluhan muskuloskeletal yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.
Faktor dari dalam antara lain seperti usia, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh dan
lainya. Sedangkan faktor dari luar seperti penyakit, status gizi, lingkungan kerja, adat-istiadat dan lainnya.
C.
KAJIAN AKSIOLOGI
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
1)
Berbicara tentang wanita memang tidak akan pernah habis, baik dari segi perannya dalam
kehidupan rumah tangga maupun kegiatan wanita di luar rumah. Jika dilihat dari tingkat peluang
pada saat sekarang ini memang partisipasi kerja wanita sangatlah besar sekali, terutama sekarang
dengan pendidikan yang ditempuhnya maka akan semakin mengembangkan kemampuan dan
keahlian wanita dalam bekerja. Namun hal yang perlu diperhatikan oleh wanita adalah perlunya
keseimbangan antara kepentingan rumah tangga dan pekerjaan yang dijalani. Aktivitas menenun
kain songket yang dijadikan sebagai mata pencaharian yang merupakan usaha keluarga
memberikan tambahan beban dan tugas rumah tangga yang tidak sedikit. Wanita adalah
golongan yang paling efisien dan produktif dalam arti tugas rumah tangga yang rutin dan pada
umumnya dapat selalu diselesaikan dari hari ke hari. Beban kerja dalam rumah tangga adalah
satu dari dua peran ganda perempuan (Sumamur, 2009).
Namun karena perempuan juga memiliki kedudukan sebagai pendamping kaum lelaki
untuk bersama-sama memikul tanggung jawab membangun keluarganya, memberikan motivasi
kepada mereka untuk memikul tanggung jawab tersebut. Kegiatan menenun kain songket yang
merupakan industri rumah tangga (home industry) membuat mereka mesti bekerja semaksimal
mungkin tanda mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan dalam bekerja. Padahal ada banyak
bahaya yang terdapat pada proses pembuatan kain tenun songket, baik itu bahaya fisik, kimia,
maupun psikologis yang dalam jangka waktu yang lama dapat berdampak kepada kesehatan.
Berdasarkan objek perlindungan tenaga kerja Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur tenaga kerja dimana pekerjaan wanita/perempuan di malam hari
diatur dalam Pasal 76 UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yaitu sebagai berikut :
Pekerjaan perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul
23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi.
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya, bila bekerja antara
pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 pagi.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
07.00 pagi wajib memberikan makanan dan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan
keamanan selama di tempat kerja.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul
05.00 pagi wajib menyediakan antar jemput.
Tidak mempekerjakan tenaga kerja melebihi ketentuan Pasal 77 ayat (2) yaitu 7 (tujuh) jam
sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau 8
(delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam
seminggu.
Bila pekerjaan membutuhkan waktu yang lebih lama, maka harus ada persetujuan dari tenaga
kerja dan hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam sehari dan 14 (empat belas)
jam dalam seminggu, dan karena itu pengusaha wajib membayar upah kerja lembur untuk
kelebihan jam kerja tersebut. Hal ini merupakan ketentuan dalam Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2).
Tenaga kerja berhak atas waktu istirahat yang telah diatur dalam Pasal 79 ayat (2) yang meliputi
waktu istirahat untuk :
Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat)
jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.
2) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau 2 (dua) hari untuk
5 (lima) hari kerja dalam seminggu.
3) Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas hari kerja setelah tenaga kerja bekerja selama 12
(dua belas) bulan secara terus menerus.
4) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan apabila tenaga kerja telah bekerja selama 6
(enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan tenaga kerja
tersebut tidak berhak lagi istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan.
h. Untuk pekerja wanita, terdapat beberapa hak khusus sesuatu dengan kodrat kewanitaannya,
yaitu :
1)
Pekerja wanita yang mengambil cuti haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua
(Pasal 81 ayat (1)).
2)
Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan
1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 ayat (1)).
3)
Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan
sesuai ketentuan dokter kandungan/bidan (Pasal 82 (2)).
4)
Pekerja wanita yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja (Pasal 83).
5)
Pekerja wanita yang mengambil cuti hamil berhak mendapat upah penuh (Pasal 84).
C.
SALUTOGENESIS
Mengutip dari tulisan Imam Muchtarom (2010) menyatakan bahwa di Undang-undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 76 sudah diatur tentang norma kerja
perempuan, hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa wanita bekerja pun perlu adanya
perlindungan yaitu dengan adanya Undang-Undang. Selain itu juga menjaga adanya
keseimbangan hak dan kewajiban antara pihak perusahaan dan pekerja sehingga kelangsungan
usaha dapat berjalan dengan lancar dan tingkat kesejahteraan karyawan juga dapat meningkat.
Waktu kerja sesorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan
produktifitas kerjanya. Aspek terpenting dalam hal waktu kerja meliputi lamanya sesorang mampu bekerja
dengan baik, hubungan antara waktu kerja dan istirahat. Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam
sehari pada umumnya 6-10 jam. Sisanya (14-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam berkeluarga
dan masyarakat.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tersebut biasanya tidak
disertai efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja yang optimal, bahkan dalam waktu yang
berkepanjangan timbul kecenderungan untuk terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan, penyakit
dan kecelakaan. Maka dari itu, istirahat setengah jam setelah 4 jam bekerja terus menerus sangat
penting artinya, baik untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental maupun pengisian energi
yang sumbernya berasal dari makanan. ( Sumamur PK, 2009).