Anda di halaman 1dari 8

Kerajinan Kre Alang khas Sumbawa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah yang
terbentang dari sabang hingga merauke, dari barat hingga ke timur. Karena Indonesia
terdiri dari pulau- pulau, secara otomatis Indonesia juga memiliki keanekaragaman suku
yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini juga menyebabkan keanekaragaman adat
istiadat dan kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya berbeda. Seperti hasil
kerajinan berupa kain tenun dari berbagai suku. Hal ini sungguh sangat menakjubakan
karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah yang berbeda suku bangsanya,
tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya.
Namun yang disayangkan adalah kita sebagai kaum muda hanya mengenal
kebudayaan atau hasil kerajinan kain tenun dari suku di Indonesia yang sudah
terekspos secara besar- besaran di media massa saja. Contohnya saja songket atau
ulos. Siapa yang tidak mengenal kedua kain ini. Hal ini sangatlah disayangkan. Oleh
karena itu, disini saya akan mengupas kebudayaan suku sumbawa atau Tau Samawa
dalam kerajinan tenunnya yang bernama tenun Kre Alang.

1.2 TUJUAN PENULISAN


tugas dari penulisan paper ini adalah untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat
bermanfaat bagi para remaja dalam pemahaman tentang Kebudayaan Suku Sumbawa
di Indonesia. Secara terperinci tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan mahasiswa/i tentang kerajinan kain
khas suku Tau Samawa (sumbawa).
2. Mengetahui sampai sejauh mana perkembangan kerajinan tenun khas suku Tau
Samawa.
3. mengenalkan hasil kerajinan berupa kain tenun kre alang kepada para remaja
1.3 MANFAAT
Manfaat dari tugas paper ini adalah sebagai informasi bagi masyarakat Indonesia
termasuk didalamnya adalah pengajar dan pelajar khususnya bagi mahasiswa/i seni
rupa agar lebih memahami tentang Kebudayaan Suku Sumbawa di Indonesia terutama
dalam mengenal hasil kerajinan berupa kain tenun khas suku Tua Samawa yang
bernama Kre Alang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KAJIAN PUSTAKA
Masyarakat Suku Sumbawa atau Tau Samawa membuat barang-barang kerajinan
seperti romong atau bakul nasi, kursi rotan, ampat atau kipas, menenun kain tradisonal
yang bernama kre alang akhir-akhir ini mulai ditinggalkan orang.
Dalam kasus ini, saya akan membahas mengenai krajinan tenun khas suku Tau
Samawa, Kre Alang.
Seperti etnis lain di Nusantara umumnya, perempuan suku Samawa, di Pulau
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), juga memiliki keterampilan menenun kain
songket yang didapat secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Saking lekatnya tradisi menenun termasuk menyulam dan menjahit di Tana Samawa
menjadikan keterampilan itu sebagai jati diri kaum perempuan.

Itu tergambar dari ungkapan lokal lamin no to nesek, siong tau swai, artinya bila tidak
bisa menenun, bukanlah perempuan. Ungkapan itu sekaligus membedakan tugas kaum
lelaki di sana seperti menggembala ternak, membajak sawah, dan lainnya.
Kre alang, adalah salah satu kain tradisional masyarakat Sumbawa yang dipakai untuk
acara-acara adat resmi maupun yang sifatnya nasional. Kre Alang dibuat dengan alat
tradisional yang disebut sesek.Namun sayang orang yang bisa nesek sekarang bisa
dihitung dengan jari.
Menenun yang dalam bahasa Sumbawa adalah Nesek adalah kegiatan turun temurun
sejak nenek moyang tau samawa dulu sampai sekarang.Namun sayang, sekarang
orang yang menekuni sesek bisa dihitung dengan jari.
Kre alang mempunyai berbagai macam motif, diantaranya kemang satange, Wala suji,
piyo, dan lain-lain. Untuk menyelesaikan satu kre alang butuh waktu sampai satu bulan
dengan selendangnya. Mungkin Karena tingkat kesulitan yang cukup tinggi dan makan
waktu lama untuk pembuatan satu kain, sehingga tidak ada gadis-gadis yang mau
menekuni kegiatan nesek ini. karena tingkat kesulitan nya itulah Sehingga ada pomeo
dalam masyarakat tanah sumbawa bahwa nesek adalah boat Dea Datu (Pekerjaan
kaum bangsawan) karena mereka jarang keluar, karena pekerjaannya memerlukan
ketekunan dan ketelitian.
Pada periode kesultanan itu diceritakan hampir semua gadis Sumbawa pandai
menenun teknik palekat maupun songket. Kain-kain itu terbuat dari katun dan sutra,
dikombinasikan dengan benang perak dan emas.

Kerajinan itu kian berkembang, apalagi sebelum Perang Dunia II, saat para gadis
Sumbawa dipingit dan praktis bekerja di rumah, seperti menenun, menyulam, dan
menjahit.

Produk tenun songket yang dihasilkan saat itu dan kini menjadi motif khas, seperti kre
alang (kre = kain, alang = loteng yang melengkapi rumah panggung). Kre alang itu
kemudian digunakan sebagai busana adat maupun prosesi adat.

Ada pula kain tenun kre polak desa (polak = sebagian atau separuh, desa = wilayah
desa). Tenunan itu bahannya dikumpulkan dari sumbangsih warga desa.
Selesai ditenun, kain itu tidak dijual, tetapi dijadikan media pengobatan bagi anak balita
(usia di bawah lima tahun) yang menderita penyakit tertentu.

2.2 PROSES PEMBUATAN KAIN KRE ALANG


Dalam proses pembuatan kain kre alang ini, akan dijelaskan secara garis besarnya
saja.
pertama tama adalah Merane yaitu mengatur benang. Benag yang dipakai adalah
benang perak dan emas. Langkah selanjutnya adalah nerap yaitu memasukkan sisir,
selanjutnya adalah bakencang yaitu menggulung benang ke tutuk kemudian mengulur
benang dan baru masuk ke proses nesek. Yang paling penting juga adalah proses
buang jarum.Karena buang jarum merupakan pola dasar untuk pembuatan motif dari
kain sesek. Jadi tergantung motif apa yang akan dibuat, maka buang jarum yang akan
menjadi pedomannya.
Alat sesek, (alat tenun tradisional Sumbawa) tidak bias dibuat sembarangan. Karena,
kayu yang dipakai untuk membuat peralatan ini adalah kayu khusus yang bias menjadi
obat bagi orang nesek. Sehingga orang nesek tidak mudah menderita sakit pinggang
karena duduk yang kelamaan. Sesek ini adalah peninggalan dari orang tua mereka (tau
samawa) dulu. Alat ini di buat tangan bukan dengan alat. Jadi kami masih percaya
bahwa alat ini mempunyai kekuatan magis karena proses pembuatanya melalui ritual
oleh orang tua dulu.

2.3 FILOSOFI KAIN TENUN KRE ALANG


Kalau mau diartikan, kain tenun Sumbawa bukanlah sekadar membuat motif dan
ornamen, kata Dinullah Rayes, pemerhati budaya Samawa, tetapi memiliki filosofi yang
punya hubungan timbal balik dengan pola kehidupan agraris warganya, kondisi alam
dan lingkungan, representasi bentuk-bentuk kekerabatan dan kebersamaan dalam
kehidupan komunal mereka.
Hanya saja pesan-pesan budaya itu kini jarang dipahami sebab kebanyakan penenun
lebih berorientasi pada nilai ekonomis ataupun keinginan pasar.

Terlebih lagi, dengan alat tenun tradisional, selembar kain songket kre alang baru bisa
selesai ditenun satu bulan, terhitung sejak mengumpulkan bahan-bahan tenunan.
Lepas dari tuntutan ekonomis itu, kre alang memiliki makna yang disimbolkan pada
ornamennya yang padat (empat-lima motif per lembar kain).

Ada garis diagonal membentuk belah ketupat, sulur daun/bunga, garis simetris, burung
merak, perahu, pohon hayat, garis zig-zag, figur ayam jantan, dan burung merak antara
lain menghiasi bagian tepi dan tengah
bidang tenunan.

Dari sekian banyak motif, beberapa di antaranya yang populer seperti motif cepa
(bunga bersudut delapan) yang mirip motif unggusuwaru yang umumnya dipakai
kalangan Kesultanan Bima. Kata Aris Zulkarnaen, pemerhati budaya Samawa, bunga
dengan delapan sudut itu simbol dari sifat pemimpin dalam konsep Astabrata (Hindu).

Ada juga kemang setange (bunga setangkai), lonto engal, pusuk rebong, gelampok
(tampuk buah manggis), pio (burung), kayu (pohon hayat), ular naga, slimpat (jalinan),
dan lainnya.

Lonto engal adalah tanaman merambat yang buahnya berada di dalam tanah. Itu oleh
Dinullah maupun Aris digambarkan sebagai sosok pekerja keras, menghindari
sanjungan dan formalitas, atau lebih banyak bekerja ketimbang bicara. Ibarat penyu,
yang diam-diam datang ke tempat sunyi untuk bertelur kemudian pergi mengembara
meninggalkan telurnya.

Kemudian motif kapal atau perahu mungkin merupakan simbol keabadian hubungan
manusia dengan Tuhan.

Sementara figur ayam jantan lewat kokoknya dikiaskan sebagai penunjuk waktu (siang-
malam). Sekaligus mengingatkan manusia tentang dinamika hidup dan tanggung
jawab, yang ditunjukkan ayam betina yang selalu mengajak anak-anaknya mencari dan
mengais makanan.
Warna merah, coklat, dan hitam yang merupakan warna dominan songket kre alang
juga sebuah simbol. Warna hitam menunjuk simbol keabadian dan kebenaran. Warna
merah bisa diartikan berani berbuat apa pun demi membela kebenaran.

Jika mau disimpulkan, ragam hias dalam kain songket kre alang akhirnya menunjuk
pada pranata hidup dan kehidupan yang harmoni. Adanya hubungan antara manusia
dan Tuhan serta antara sesama manusia dan alam.

Manusia haruslah sadar bahwa suatu saat akan kembali kepada Sang Pencipta.
Karena itu, jagad raya sebagai karunia Ilahi adalah "perantara" untuk dimanfaatkan
dalam kehidupan sosial yang menuntut adanya keserasian, keselarasan, dan saling
hormat-menghormati sesama.

Pesan itu, seperti dikatakan Dinullah, termuat dalam ujar-ujaran sai sati nyaman mate,
laga murembit sembayang, lema nyaman nyawa lalo (roh manusia akan keluar dengan
mulus dari badan (sakaratulmaut), haruslah taat mengerjakan solat secara benar).
Sikap kodrati manusia seperti solidaritas sosial dan kebersamaan itu misalnya, mulai
dibentuk sejak usia dini.

Mungkin pesan-pesan itu diwujudkan dalam tradisi kre polak desa. Kain tenun yang
umunya berornamen garis lurus, tumpal (segi tiga), empat persegi dipakai sebagai
selimut bagi balita yang menderita penyakit tertentu.

Arti simboliknya mungkin, dalam usia balita, anak perlu perlindungan yang cukup dari
orang tua/keluarga, agar dalam tumbuh-kembangnya menjadi dewasa terhindar dari
gangguan penyakit fisik maupun godaan duniawi dan pengaruh realitas sosial di
lingkungannya.

Atau bisa juga diterjemahkan, bahwa bentuk segi tiga dalam ornamen kre alang, adalah
simbol dari daur hidup manusia: lahir, hidup dan mati.

Begitu pun bentuk segi empat adalah simbol asal mula manusia dari air, tanah, api dan
angin.
Kecenderungan ekonomis yang menyertai tradisi menenun agaknya tidak bisa
dihindari, karena tuntutan zaman kini jauh berbeda dengan masa lampau. Namun, agar
penenun tidak sekadar menjadi mesin ekonomi, "kami kalangan orangtua mencoba
memberikan makna ornamen dan motif dalam kain tenun," ujar Aris Zulkarnain.

Menerjemahkan bahasa simbol pada salah satu pusaka leluhur Samawa itu agaknya
diperlukan, untuk memperkuat jati diri sebagai bagian dari puak di Nusantara ini.
Dan percaya atau tidak, ia juga bisa menjadi "energi" bagi pengrajin dalam proses
kreatifnya…
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan mengenai kre alang dan kre polak tersebut, bahwa dapat disimpulkan
bahwa kerajinan tenun kre alang tidaklah bisa dipisahkan dari para kaum wanita di suku
Tau Samawa ini. Selain ini, kerajinan ini memerlukan keterampilang yang harus diasah
atau diajarkan sejak kecil.
Selain kegiatan menenun kre alang ini begitu melekat dengan para kaum wanita Tau
Samawa, kain tenun ini pun memiliki filosofi yang sangan mendalam mengenai
kehidupan baik antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan yang
terutama adalah hubungan antara manusia dengan sang pencipta.

Anda mungkin juga menyukai