DI INDONESIA
Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Selain batik, terdapat pula jenis kain yang unik, indah bahkan lebih
bernilai estetika tinggi dari batik. Diantara jenisjenis kain di Indonesia selain
batik adalah kain "los, kain Songket, kain #urik, kain $ula dan banyak lagi yang
lainnya.Sealain dari jenis kain yang bermacammacam, untuk satu jenis kain
juga beraneka ragam moti% dan keunikan sesuai dengan daerah asalnya. Misalnya
untuk batik itu terdiri dari macammacam batik diantaranya batik cap $irebon,
batik #ampung, batik SoloJogja, batik Sogo &ipit, batik 'ali dan banyak lagi
batikbatik yang lainnya."ntuk lebih jelasnya mengenai keragaman kain
tradisional di Indonesia, di dalam makalah ini diulas tentang jenisjenis kain
tradisional di indonesia, sejarah, moti% sampai kepada tips cara perawatan kain
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
Mengenal corak dan motif kain tradisional di indonesia , berikut beberapa contoh
corak dan motif kain tradisional indonesia :
1. Ulos
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang
melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya
atau antara seseorang dan orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat
batak yang berbunyi: “Ijuk pengihot ni hodong.” Ulos penghit ni halong,
yang ertinya ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos pengikat kasih
sayang diantara sesama.
Pada mulanya fungsi Ulos adalah untuk menghangkan badan,
tetapi kini Ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal lain dlam segala
aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
orang Batak. Setiap ulos mempunyai ‘raksa’ sendiri-sendiri, ertinya
mempunyai sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda
tertentu.
Dalam pandangan suku kaum Batak, ada tiga unsur yang
mendasarkan dalam kehidupan manusia, iaitu darah, nafas, dan panas. Dua
unsur terdahulu adalah pemberian Tuhan, sedangkan unsur ketiga tidaklah
demikian. Panas yang diberikan matahari tidaklah cukup untuk menangkis
udara dingin dipemukiman suku bangsa batak, lebih-lebih lagi diwaktu
malam.Menurut pandangan suku bangsa batak, ada tiga sumber yang
memberi panas kepada manusia, iaitu matahari, api dan Ulos. Ulos
berfungsi memberi panas yang menyihatkan badan dan menyenangkan
fikiran sehingga kita gembira dibuatnya.
Motif/corak kain ulos diantaranya :
1 Ulos Ragidup
Ragi berarti corak, dan Ragidup berarti lambang kehidupan.
Dinamakan demikian karena warna, lukisan serta coraknya memberi
kesan seolah-olah ulos ini benar-benar hidup. Ulos jenis ini adalah yang
tertinggi kelasnya dan sangat sulit pembuatannya. Ulos ini terdiri atas
tiga bagian; dua sisi yang ditenun sekaligus, dan satu bagian tengah
yang ditenun tersendiri dengan sangat rumit. Ulos Rangidup bisa
ditemukan di setiap rumah tangga suku batak di daerah-daerah yang
masih kental adat bataknya. Karena dalam upacara adat perkimpoian,
ulos ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu
pengantin lelaki.
2 Ulos Ragihotang
Hotang berarti rotan, ulos jenis ini juga termasuk berkelas tinggi,
namun cara pembuatannya tidak serumit ulos Ragidup. Dalam upacara
kematian, ulos ini dipakai untuk mengafani jenazah atau untuk
membungkus tulang belulang dalam upacara penguburan kedua kalinya.
3 Ulos Sibolang
Disebut Sibolang sebab diberikan kepada orang yang berjasa dalam
mabolang-bolangi (menghormati) orang tua pengantin perempuan
untuk mangulosi ayah pengantin laki-laki pada upacara pernikahan adat
batak. Dalam upacara ini biasanya orang tua pengantin perempuan
memberikan Ulos Bela yang berarti ulos menantu kepada pengantin
laki-laki.
Mengulosi menantu lelaki bermakna nasehat agar ia selalu berhati-
hati dengan teman-teman satu marga, dan paham siapa yang harus
dihormati; memberi hormat kepada semua kerabat pihak istri dan
bersikap lemah lembut terhadap keluarganya. Selain itu, ulos ini juga
diberikan kepada wanita yang ditinggal mati suaminya sebagai tanda
penghormatan atas jasanya selama menjadi istri almarhum. Pemberian
ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung, dan
dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahwa ia
telah menjadi seorang janda. Ulos lain yang digunakan dalam upacara
adat adalah Ulos Maratur dengan motif garis-garis yang
menggambarkan burung atau banyak bintang tersusun teratur. Motif ini
melambangkan harapan agar setelah anak pertama lahir akan menyusul
kelahiran anak-anak lain sebanyak burung atau bintang yang terlukis
dalam ulos tersebut.
2. Tapis
Tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat
Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap
lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karena itu
munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang
mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara
memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan
masyarakat. Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang lampung
telah menenun kain Brokat yang disebut Nampan (Tampan) dan kain
Pelepai sejak abad II masehi. Motif kain ini ialah kait dan konci (Key and
Rhomboid shape), pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia
yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta
bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam
dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh. Hiasan-hiasan
yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang
sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur
pengaruh taradisi Neolithikum yang memang banyak ditemukan di
Indonesia. Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga
memperkaya perkembangan kerajinan tapis ini. Walaupun unsur baru
tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan. Adanya
komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat
memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim.
Dunia kemaritiman atau disebut dengan jaman bahari sudah mulai
berkembang sejak jaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan
pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara
tahun 1500 1700.
Bahan kain tapis sendiri dibuat dari tenun benang kapas, kemudian
dihias dengan motif benang emas atau perak. Motif tapis juga cukup
beragam, diambil dari kekayaan alam seperti tumbuhan dan hewan. Motif
Arab, seperti ayat-ayat Al-Qur’an juga mulai memperkaya motif tapis
seiring berkembangnya agama Islam di Lampung.
o Tapis pepadun, tapis peminggir, tapis liwa, tapis abung, dan lain-lain.
o Sedangkan kain tapis pepadun dan tapis abung memiliki motif yang
lebih primitif dan cenderung lebih kaku.
Terdapat kemiripan kain tradisional antara satu daerah dengan daerah
lain di Sumatera. Perbedaannya dapat dilihat dari tekstur kain. Tekstur
terhalus dapat terlihat pada kain ulos. Kain songket sedikit lebih kasar.
Kemudian tekstur terkasar adalah kain tapis.
3. Poleng
Poleng tersebut bermakna sama dengan dua warna atau lebih yang
dipadukan dalam satu benda. Namun ketika menyebutkan saput poleng,
maka secara otomatis pikiran masyarakat akan mengarah ke perpaduan
warna hitam dan putih.
Ketika ada orang asing yang bertanya tentang makna saput poleng
tersebut, bisa dipastikan bahwa akan timbul jawaban yang dihubungkan
dengan sesuatu yang mistis, sakral, atau niskala. Jika yang dibalut adalah
palinggih, arca atau patung di areal pura, maka jawaban yang berhubungan
dengan mistis, sakral, atau niskala tersebut tentu akan memuaskan.
Corak dan motif poleng ini hanya berupa kotak hitam putih .
Penyematan kain itu terhadap sesuatu itu adalah simbol. Jika sebuah
pohon atau patung dikenakan kain tersebut, kata Jero Mangku Widya, di
sana bersetana (bersemayam) zat yang menghitam-putihkan dunia ini.
"Kalau ada tugu pakai kain hitam putih kotak-kotak, berarti yang
bersetana di tugu itu adalah yang menghitam-putihkan areal pura tersebut,"
jelas dia. Namun sejatinya, Jero Mangku menambahkan, warna hitam
putih merupakan manifestasi keseimbangan alam jagat raya. "Rwa
Bhineda itu ada hitam ada putih, ada benar ada tidak benar, ada bersih ada
kotor. Intinya adalah keseimbangan alam," tutup Jero Mangku,
4. Jumputan
Seiring perkembangan jaman, teknik pembuatan batik jumputan
melahirkan istilah nama Tiedye. Dulu, banyak orang-orang mengira bahwa
Tiedye adalah teknik mewarnai yang diciptakan oleh kaum Hippies dari
Amerika, tepatnya sekitar tahun 1960an saat Amerika menentang perang
di Vietnam dan beberapa negara lainnya. Jika ditelusuri berdasarkan
sejarah negeri ini, teknik ini sudah berkembang sejak abad 10. Hal itu
dapat dibuktikan berdasar pada Prasasti Sima, dimana menunjukkan
perkembangan produk tekstil khas bermotif serupa Tiedye.
Teknik batik celup ikat semacam ini pada dasarnya dapat
diaplikasikan ke berbagai macam jenis bahan tekstil. Supaya hasil lebih
maksimal, digunakan Katun sebagai bahan dasar pembuatan. Seiring
perkembangan zaman, teknik celup ikat kian turut berkembang. Salah
satunya ialah perkembangan dari segi metode untuk menghasilkan efek-
efek lebih beragam. Misal dengan perbedaan cara melipat kain sebelum
mengikatnya. Semakin variatif cara melipat jumputan tentu akan
membuahkan pola hias hasil bermacam-macam.
Saat ini, sudah banyak desainer-desainer menjadikan Jumputan
sebagai objek percobaan mereka. Hasilnya, beragam model pakaian pun
tercipta mulai dari dress wanita, gamis muslimah, kaos, dan lain
sebagainya.
Motif, penggunaan, dan bahan pembuat batik jumputan
Proses pembuatan kerajinan ini tidak sesulit batik tulis atau kain
tenun yang memerlukan waktu lama. Pembuatan kain tersebut relatif
mudah. Cukup dengan mengikat kain kemudian mencelupkannya pada zat
warna. Selain itu, dapat pula ditampilkan tekstur motif berbagai material
seperti biji-bijian, batuan, hingga kayu.
Bahan yang digunakan biasanya berupa sutera dan katin.
Penggunaannya bisa sebagai selendang, angkin, atau pakaian daster, kaos
oblong, kebaya, sampai baju pesta. Motif yang tampak pada kain biasanya
memenuhi seluruh bahan. Biasanya dibuat sepasang, terdiri dari bagian
atas, bagian bawah, dan selendang. Umumnya pasangan tersebut memiliki
satu tema warna.
Kain batik ini dihasilkan dengan teknik ikat dan warnai (tie and
dye) untuk menghasilkan motif tertentu pada kain putih. Jumputan berasal
dari kata jumput; berkaitan dengan pembuatan kain yang ditarik atau
dijumput (bahasa Jawa). Motif kain tradisional ini terbatas hanya
digunakan pada upacara adat. Namun, saat ini jenis ini telah mengikuti
perkembangan zaman. Motifnya kini lebih bervariasi. Berikut beberapa di
antaranya:
Ulap doyo merupakan jenis tenun ikat berbahan serat daun doyo
(Curliglia latifolia). Daun ini berasal dari tanaman sejenis pandan yang
berserat kuat dan tumbuh secara liar di pedalaman Kalimantan, salah
satunya di wilayah Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat.
Agar dapat digunakan sebagai bahan baku tenun, daun ini harus
dikeringkan dan disayat mengikuti arah serat daun hingga menjadi serat
yang halus. Serat-serat ini kemudian dijalin dan dilinting hingga
membentuk benang kasar.
Motif dalam kain ulap doyo terinspirasi flora dan fauna yang ada di
tepian Sungai Mahakam atau tema peperangan antara manusia dengan
naga. Motif yang terdapat pada kain pun menjadi identitas si pemakai.
Motif waniq ngelukng, misalnya, yang digunakan oleh masyarakat biasa,
sedangkan motif jaunt nguku digunakan kalangan bangsawan atau raja.
Pembedaan strata sosial ini mengindikasikan adanya sistem kasta yang
berlaku dalam masyarakat, seperti yang terdapat pada Hindu.
Lalu apa filosofi dan makna setiap motif kain sarung ini? Pada sarung
dengan motif Balo Lobang, sarung dengan corak kombinasi garis berbeda
ketebalan ini dikhususkan penggunaannya untuk laki-laki yang belum
menikah. Jadi bisa dikatakan ini adalah identitas bagi pria lajang. Biasanya
warna yang digunakan seputar warna merah baik itu merah menyala atua
merah keemasan. Untuk sarung bermotif Tettong dan Makkalu, coraknya
berupa permainan kombinasi garis dan kombinasi peletakan garis (tegak
dan melintang, melintang dan melingkar).
Inilah informasi yang bisa kami himpun dan sajikan kepada Anda
terkait Sarung Tenun Bugis sebagai salah satu budaya bangsa kita yang
memiliki filosofi dan makna dalam. Semoga informasi ini dapat
memberikan pengetahuan baru bagi Anda tentang hasil budaya Indonesia
khususnya Sarung Tenun Bugis.
8. Sasirangan
2.Motif ceplok adalah bentuk motif yang biasanya tampil sendiri sendiri
contohnya hiris gagatas, tampuk manggis, pucuk rabung. kambang malati,
dsb.
Motif Batik Sasirangan Ular lidi dalam salah satu dongeng orang Banjar
dianggap sebagai simbol kecerdikan kerena ular lidi yang kecil itu gagah
dan cerdik namun berbisa.Bentuk gambarnya mirip hiris pudak, tetapi
berganda dua dan tidak patah-patah, tetapi melengkung dengan garis
vertikal dan bervariasi.
Motif Batik Sasirangan Ramak Sahang adalah salah satu jenis rempah
rempah yang biasa kita kenal merica.Sedangkan ramak (bahasa Banjar)
artinya hancur, jadi ramak sahang artinya merica hancur.
h.Turun Dayang
Motif Batik Sasirangan Turun Dayang tidak jauh berbeda dengan dara
manginang, maka motif turun dayang ini juga sering berkomposisi yang
abstrak atau tidak jelas.Tetapi turun dayang bisa dengan tata tiga warna
utama, yaitu merah, kuning dan hijau.
j. Dara Manginang
9. Lurik
PENUTUP
Kesimpulan
http://library.binus.ac.id/eColls/eArticle/Content/Kajian%20Visual
%20Keragaman%20Corak%20Pada%20Kain%20Ulos.pdf
https://sudar4news.wordpress.com/2008/02/19/sejarah-kain-tapis-lampung/
https://ekspresiandi.wordpress.com/2013/07/26/kain-tapis-lampung/
https://www.liputan6.com/regional/read/2441370/makna-kain-kotak-kotak-hitam-
putih-bali
https://baliexpress.jawapos.com/read/2017/08/06/5927/poleng-motif-sakral-dan
estetika-yang-kini-jadi-tren
https://qlapa.com/blog/informasi-lengkap-seputar-batik-jumputan
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/ulap-doyo-nilai-kearifan-
lokal-dalam-tenun-warisan-dayak-benuaq
https://www.sarungbhs.co.id/post/article/filosofi-sarung-tenun-khas-bugis
https://www.kompasiana.com/suryadinlaoddang/5500ba86813311dd17fa7c5d/sar
ung-sutera-bugis-bagian-i
https://www.scribd.com/doc/282055761/Makalah-Kain-Tradisional-Isi