Anda di halaman 1dari 22

PAPER

ULOS
(Mata Kuliah : Desain Tekstil)

Nama: Silviana Marcela


NIM: 20050404059
Kelas: 2020 B

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
PRODI S1 PENDIDIKAN TATA BUSANA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas paper yang berjudul Ulos ini.

Adapun tujuan dari penulisan dari paper ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Desain Tekstil. Selain itu, paper ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
kain ulos bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Inty Nahari, S.Pd., M.Ds. selaku dosen Desain
Tekstil yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, paper yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 19 Mei 2022

Silviana Marcela

2
DAFTAR ISI

3
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ulos adalah kain buatan tangan penenun perempuan-perempuan suku Batak yang berasal
dari Tapanuli - Sumatera Utara. Sebagai hasil kerja keras, ketekunan, ketelitian dan keterpaduan
instrumen dari perempuan-perempuan yang duduk di belakang instrumen pembuat ulos, dengan
harapan hasilnya bagus dan cantik untuk mendatangkan kebaikan.

Di masa lampau bagi masyarakat Batak, ulos dibuat untuk pakaian (baju) seharihari dan
untuk maksud lain. Juga dibuat kain adat untuk tujuan kegiatan resmi masyarakat Batak dan adat
Batak. Namun demikian dengan berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi sandang,
penggunaan ulos sebagai baju sehari-hari tidak lazim lagi, tetapi sebagai kain adat tidak berubah.
Ulos adat khusus digunakan untuk tujuan kegiatan resmi masyarakat Batak dan adat Batak. Oleh
karena itu hal tersebut menjadi sesuatu yang unik yang tidak berubah Ulos secara turun temurun
dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatra utara.Tenunan kain menjadi lambang budaya
bagi masyarakat di beberapa daerah, termasuk Tapanuli Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

 Apa pengertian dari kain ulos ?


 Bagaimana sejarah dari kain ulos ?
 Apa saja Jenis dari kain ulos ?

1.3. Tujuan

 Untuk mengetahui pengertian dari kain ulos


 Untuk mengetahui sejarah dari kain ulos
 Untuk mengetahui Jenis jenis dari kain ulos

4
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian kain ulos

Ulos adalah kain tenun khas Batak. Pada awalnya ulos digunakan sebagai pakaian sehari-
hari untuk masyarakat Batak. Apabila dipakai oleh laki-laki bagian atasnya disebut hande-
hande, Bagian bawah disebut singkot, sebagai penutup kepala disebut tali-tali, bulang-bulang
atau detar. Bila dipakai oleh perempuan bagian bawah disebut haen, dipakai hingga batas dada.
Untuk menutup punggung disebut hoba-hoba dan dipakai berupa selendang disebut ampe-
ampe ,Untuk tutup kepala disebut Saong. Bila seorang wanita menggendong anak ulos yang
digunakan disebut parompa. setelah masuknya tekstil dari luar dan hingga sekarang ulos bergeser
fungsinya menjadi sebuah benda yang melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan
anak-anaknya atau antara seseorang dengan orang lain seperti yang tercantum dalam filsafat
batak yang berbunyi:

“Ijuk pengihot ni hodong. Ulos penghit ni halong” yang artinya “ijuk pengikat pelepah pada
batangnya dan ulos pengikat kasih sayang diantara sesama”

Ulos adalah selembar kain yang ditenun sebagai kerajinan oleh wanita dengan berbagai
pola dan aturan aturan.Ulos merupakan wujud kebudayaan masyarakat Batak Toba. Sebelum
masuknya agama Kristen pada masyarakat Batak Toba, ulos adalah benda yang mempunyai
kedudukan sangat tinggi, oleh karena itu banyak larangan dan pantangan yang tidak boleh
diabaikan ketika proses penenunannya, karena diberkati dengan kekuatan keramat. Ukuran
panjang ulos harus mengikuti aturan tertentu jika tidak, akan berakibat maut dan kehancuran

5
pada “tondi” atau roh si penerima ulos.Dan jika ulos dibuat sesuai dengan aturan berupa ukuran
dan pola tertentu maka ulos akan dapat dijadikan sebagai pembimbing dalam kehidupan.

Secara umum pembuatan ulos adalah sama, yang membedakan adalah nama, corak atau
motif, dan sifat kedudukan pemakaiannya yang harus sesuai dengan jenis upacara adat ketika
memberikannya. walaupun mempunyai perbedaan, akan tetapi pemberian ulos selalu diartikan
dan dihubungkan dengan makna-makna simbolik.

Pergeseran fungsi ulos yang sebelumnya menjadi pakaian sehari-hari, kini ulos
mempunyai fungsi simbolik untuk hal-hal tertentu dalam adat kehidupan orang Batak. ulos tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak, setiap ulos mempunyai raksa sendiri-sendiri yang
artinya mempunyai sifat, keadaan, dan berhubungan dengan hal atau benda tertentu

2.2. Sejarah kain ulos

Dahulu nenek moyang suku Batak adalah masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan.
Hal ini disebabkan kebiasaan mereka tinggal dan berladang di kawasan pegunungan. dengan
mendiami dataran tinggi  berarti mereka harus siap berperang melawan dinginnya cuaca yang
menusuk tulang. dari sinilah sejarah ulos bermula

Pada awalnya nenek moyang mereka mengandalkan sinar matahari dan api sebagai
tameng melawan rasa dingin. masalah kecil timbul ketika mereka menyadari bahwa matahari

6
tidak bisa diperintah sesuai dengan keinginan manusia. pada siang hari awan dan mendung
seringkali bersikap semakin menjadi-jadi dan api sebagai pilihan kedua tidak begitu praktis
digunakan waktu tidur karena  resikonya tinggi. Karena terdesak oleh kebutuhan yang mendesak
akhirnya nenek moyang mereka berpikir keras mencari alternatif lain yang lebih praktis. Maka
lahirlah ulos sebagai produk budaya asli suku Batak.

Dalam pemikiran leluhur batak ada tiga sumber kehangatan yaitu

1. Matahari, yang dapat memberikan kehangatan di siang hari, sedangkan di hari setelah
matahari terbenam, udara akan menjadi dingin dan kita tidak dapat merasakan
kehangatan lagi.

2. Api, sebagai sarana penghangat tubuh maka kita harus berjaga-jaga terhadap bahaya api.
api bukanlah penghangat tubuh yang efektif

3. Ulos, kita tinggal menyelimutkan di tubuh kita jika kita merasa kedinginan. Ulos menjadi
sesuatu yang penting sebagai sumber hidup sehari-hari

Bahan baku ulos dibuat dengan bahan yang sama tetapi yang membedakan nilainya
adalah proses pembuatannya yang mempunyai tingkatan tertentu. anak gadis yang mau belajar
hanya boleh diperkenankan membuat ulos parompa ( ulos yang digunakan untuk menggendong
anak)

Di kalangan orang Batak sering terdengar mangulosi yang artinya nya memberi ulos,
yang melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima ulos. dalam

7
kepercayaan suku Batak jiwa atau Tondi perlu untuk diulosi, sehingga kaum laki-laki yang
berjiwa keras mempunyai sifat-sifat  kejantanan dan kepahlawanan dan para perempuan
mempunyai sifat ketahanan untuk melawan guna-guna dan kemandulan

Dalam hal mangulosi, ada aturan yang harus dipatuhi, antara lain orang hanya boleh
mangulosi mereka yang menurut kekerabatan berada bawahnya, Misalnya orang tua boleh
mangulosi anaknya tetapi anak tidak boleh mangulosi orang tua dan hula hula kepada boru. di
dalam prinsip kekerabatan Batak yang disebut Dalihan Na Tolu, yang terdiri atas unsur hula-hula
, dan dongan sabutuha, Seorang Boru sama sekali tidak dibenarkan mangulosi hula-hulanya.
Yang diberikan dalam mangulosi tidak boleh sembarangan, baik dalam macam maupun cara
membuatnya.

Pemberian ulos

Di wilayah Toba misalnya yang berhak memberikan ulos adalah mereka yang mempunyai
kedudukan lebih tinggi ( dalam urutan kekeluargaan) dari si penerima ulos yaitu:

1. Pihak hula hula ( mertua, tulang, bona tulang, bona ni ari  dan tulang rorobot, dan semua
golongan hula-hula dari yang mardongantubu)

2. Pihak dongan tubu (ayah, saudara ayah, kakek dan saudara pengantin dalam kedudukan
yang lebih tinggi dalam urutan kekeluargaan)

8
3. Pihak pariban dalam urutan lebih tinggi dalam urutan kekeluargaan ( namboru, kakak
perempuan dari istri)

Adapun mengenai ale-ale (teman sejawat) yang sering kita lihat turut memberikan ulos, 
sebenarnya itu diluar Tohonan Dalihan Na Tolu. Pemberian dari ale-ale sebaiknya benda apapun
itu, diberikan dalam bentuk kado (dibungkus)

Pemberian ulos dilakukan dengan cara membentangkan di pundak sedemikian rupa


sehingga membungkus tubuh boru. pemberian ulos merupakan berkat dan perlindungan yang
diberikan sahala hula-hula kepada roh (tondi) sang boru, agar tondi itu tetap berada dalam
keadaan nyaman dan hangat. Karena kondisi tondi yang hangat dan nyaman dalam tubuh
seseorang lah yang yang akan menjadikan sehat dan terlindungi dari segala bentuk gangguan roh
roh jahat.

Semakin mahal nilai ulos yang diberikan, semakin besar kegembiraan yang dinikmati
boru. Karena berarti lebih besar daya atau berkat hidup yang  dipancarkan oleh hula-hula kepada
dirinya. Di sisi lain nilai ulas yang tinggi juga akan menaikkan gengsi sosial pihak boru di
tengah-tengah masyarakat adat yang hadir pada upacara itu. Pemberian ulos diikuti dengan
penyampaian berkat dan pidato dari hula-hula, serta Umpasa Umpasa yang berisi doa dan
permohonan supaya debatamulajadi nabolon Memberkati pihak boru, membuat berhasil segala
yang dikerjakannya dan menjauhkan penyakit dan marabahaya dari kehidupannya. Pengucapan
berkat dan pidato ini merupakan bagian yang penting dari upacara adat, karena berkat mengalir
melalui kata yang diucapkan ketika menyerahkan pemberian hula-hula.

 Yang Memberikan Ulos

Di wilayah Toba pada prinsipnya pihak hula-hula yang memberikan ulos kepada parboru/
boru (dalam perkawinan).  Tetapi di wilayah Pakpak/Dairi, Karo, dan Tapanuli Selatan, pihak
boru lah yang memberikan ulos  kepada kula kula  ada atau mora. Perbedaan spesifik ini bukan
berarti untuk mengurangi nilai dan makna ulos dalam upacara adat.

9
Semua pelaksanaan adat Batak dititik beratkan sesuai dengan dalihan na tolu ( tungku/
dapur terdiri dari tiga batu ) yang pengertiannya dalam adat Batak ialah dongan, tubu, boru, hula-
hula harus saling membantu dan saling menghormati

Penerima Ulos

Menurut tata cara adat Batak, setiap orang akan menerima minimum tiga macam ulos
sejak lahir hingga akhir hayatnya. Inilah yang disebut ulos na marsintuhu ( ulos keharusan),
sesuai dengan falsafah Dalihan na tolu. Pertama diterima sewaktu dia baru lahir disebut ulos
parompa dahulu dikenal dengan ulos paralo’ alo tondi. Yang kedua diterima pada  waktu dia
memasuki ambang kehidupan baru( pernikahan) yang disebut ulos marjabu bagi kedua pengantin
( saat ini disebut ulos hela).  Seterusnya yang ketiga adalah ulos yang diterima sewaktu dia
meninggal dunia  disebut Ulos Saput

2.3. Jenis-jenis kain ulos

 Ulos Ragihotang

Ragi yang berarti Corak dan Hotang yang berarti Rotan, Ulos ini memiliki corak rotan,
pada saat pernikahan ulos ini mengingatkan bahwa ikatan kedua pasang an akan kuat dan
kokoh seperti rotan. Diberikan pada saat pernikahan untuk penguat ikatan batin kedua
mempelai. Latar belakang budaya masyarakat Batak dari jaman dulu merupakan

10
masyarakat pegunungan, di mana hutan merupakan salah satu sumber mata pencaharian
mereka. Rotan banyak dan mudah ditemukan di daerah tanah Batak dan menjadi alat
pengingkat barang yang paling sering digunakan karena kekuatan dan ketahan dari rotan
itu sendiri. Sehingga rotan dijadikan corak pada kain ulos sebagai lambang dari ikatan
yang kokoh dalam pernikahan. Dalam sebuah kisah lama dalam sejarah penamaan
“Batak” rotan juga disebutkan dalam cerita sebagai tanaman yang membuat seorang
pendatang memasuki hutan yang akhirnya menjadi tanah Batak

 Ulos Bintang Maratur

Ulos ini menggambarkan jejeran bintang yang teratur, bermakna kepatuhan dan
kerukunan dalam ikatan kekeluargaan. Latar Belakang ulos ini adalah pada awal
pemulaan penginjilan, injil diberitakan di Pulau Samosir, sehingga injil sangat
mempengaruhi kehidupan masyarakat Pulau Samosir. Dalam hal ini, salah satu ayat
dalam Alkitab Kejadian 26 ayat 4 “Aku akan membuat banyak keturunanmu seperti
bintang di langit….” menjadi sumber pengasosiasian gambar bintang pada corak kain
ulos Bintang Maratur. Dimana kain ini menjadi lambang keturanan yang banyak. Secara
umum orang Batak sangat menghormati orang tua, mereka mengatakan orang tua
merupakan wali Allah di dunia. Maka corak bintang pada kain ini digambarkan secara
sejajar dan rapi untuk menegaskan kepatuhan dan kerukunan dalam keluarga, terutama
kepatuhan seorang anak kepada orang tuanya.
Di daerah Samosir ulos ini diberikan kepada wanita yang sedang hamil 7 bulan.
(Melancarkan proses kelahiran dan mendapat keturunan berikutnya). Di daerah lain

11
diberikan kepada anak saudari perempuan pada saat pemberian nama. Yang bertujuan
agar diharapkan patuh dan menghormati orangtuanya.

 Ulos Mangiring

Memiliki corak saling beriringan yang melambangkan kesuburan dan


kesepakatan. Latar Belakang Budaya: Pengambaran corak pada kain ulos ini
digambarkan secara abstrak dengan melihat dari bentukbentuk yang ditemukan di
sekitarnya (geometris). Bentuk ini digambarkan secara beriringan untuk melambangkan
kesepakatan bersama. Terutama dalam membentuk keluarga. Masyarakat Batak memiliki
prinsip hidup Dalihan Na Tolu, semacam demokrasi Batak yang tertua, di mana di
dalamnya mereka sangat menekankan pada sistem kekeluargaan (marga) sebagai alat
penyatuan dan penggolongan dapat membedakan pribadi dengan pribadi, namun sistem
itu sendiri menyatukan pribadi dengan pribadi. Sehingga mempertahankan garis
keturanan marga mereka merupakan hal utama dalam kehidupan. Kesepakatan inilah
yang dituju untuk menjalankan sistem falsafah tersebut.
Di Samosir ulos ini diberikan kepada wanita yang sedang hamil 7 bulan.
(Melancarkan proses kelahiran dan kelahiran anak diiringi dengan anak selanjutnya). Di
daerah lain diberikan kepada anak pertama pada suatu keluarga baru (anak berumur min.
2 minggu).

12
 Ulos Suri-suri/Suri-suri na Ganjang

Ulos ini harus memiliki 33 garis. Arti motif pada ulos ini sendiri mengartikan ciri
khas orang Batak yang teguh dalam satu pendirian dan selalu menurun kepada anak
cucunya. Latar Belakang Budaya: Penggambaran garis lurus dikarenakan pengunaan alat
tenun saat itu, sehingga garis lurus menjadi corak paling dasar dalam kain ulos. Garis
lurus ini digambarkan sebanyak 33 garis karena dalam setiap garis dihitung dengan kata-
kata “Diau-Diho”, yang artinya “sama akusama kau” yang pada garis ke-33 tetap pada
hitungan “sama aku”, yang artinya kepunyaan aku yang harus dijaga. Corak garis hanya
digambarkan satu garis saja untuk mempertegas ciri khas kepribadian masyarakat Batak
yang selalu berpegang teguh pada satu pendirian.
Ulos ini merupakan ulos yang diwariskan turun-temurun kepada anak cucu dalam
keluarga Batak. Jaman dahulu dipakai oleh raja-raja atau tua-tua adat dalam acara
tertentu. (Disilangkan di dada dan ada juga menyelimuti dada).

 . Ulos Sibolang/Tujung/Saput

13
Corak pada kain Ulos ini merupakan motif abstrak yang memiliki runcing.
(motifnya runcing berbentuk seperti pagar) Latar Belakang Budaya: Masyarakat Batak
sangat memegang teguh landasan Dalihan Na Tolu, di dalamnya keluarga merupakan hal
utama. Sehingga ketika seseorang ditinggalkan, orang tersebut akan merasakan kesedihan
yang mendalam tetapi orang Batak akan tetap kuat dan sabar dalam menghadapi
dukanya. Corak runcing menghadap keatas pada ulos ini melambangkan kalau orang
Batak itu selalu menanggung semua bebannya dengan sabar dan begitu banyaknya
perjalanan yang tajam ataupun pergumulan, dia selalu kuat menghadapi semua
persoalannya dan terus memandang maju ke atas.
Ulos ini diberikan pada saat upacara dukacita. Orang dewasa yang meninggal
tetapi belum punya cucu ketika diberikan dinamakan Ulos Saput. Laki-laki yang ditinggal
istri maupun perempuan yang ditinggal suami ketika diberikan dinamakan Ulos Tujung.
(Agar sabar menghadapi kesulitan)

 Ulos Sitoluntuho-Bolean

Untuk motifnya sendiri berjejer tiga berbentuk “tuho”. Tuho adalah alat yang
biasanya dipakai untuk melubangi tanah pada saat menanam benih. Latar Belakang
Budaya: Kesuburan tanah dan faktor alam membuat orang Batak secara umum hidup dari
hasil pertanian. Tuho adalah alat yang sering digunakan dalam bertani, sehingga
pengembangan dari alat pelubang tanah ini menjadi inspirasi salah satu corak kain ulos.

14
Dipakai oleh raja-raja atau tua-tua adat jaman dahulu dan sudah sangat langka
untuk ditemukan, Karena pembuatannya yang bisa sampai 2-3 bulan untuk 1 ulos dan
harganya yang cukup mahal, sehingga jarang ada yang memiliki ulos jenis ini pada jaman
dahulu. Ulos ini dipakai pada saat manortor (menari) di suatu upacara adat.

Dalam kain ulos terdapat corak pendukung atau ornamen pendamping yang
menyertai corak utama. Ornamen pendamping bertujuan untuk meningkatkan nilai
artistik pada keselurahan corak pada sebuah kain ulos. Walaupun fungsi utama hanya
sebagai penambah nilai artistik, setiap ornamen pendamping tersebut memiliki makna
tersendiri didalamnya.

Makna: Ornamen ini merupakan suatu garis pemisah antara motif yang lain dengan motif
yang lain. Memiliki pengertian bahwa segala sesuatu ada batasnya sehingga dalam
pergaulan harus dilandasi dengan kesederhanaan dan dapat membatasi diri.

Makna: Ornamen ini menggambarkan sebuah bunga kelapa yang apabila terus bertahan
hidup akan menjadi buah kelapa dan sangat bermanfaat bagi manusia. Hal ini
memberikan pengertian tingkah laku perbuatan seseorang harus selalu berbuat baik
terhadap orang lain.

15
2.4. Proses Pembuatan Kain Ulos

Salah satu tempat yang masih mempertahankan keaslian kain Ulos tradisional adalah
Pulau Samosir, yang berada di tengah Danau Toba. Masih banyak pengrajin tenun Ulos yang
masih menggunakan peralatan tradisional dalam proses pembuatannya. Salah satu lokasi yang
masih menggunakan teknik dan alat tenun tradisional (gedokan) yaitu teknik ikat lungsi dalam
pembuatan ulos adalah di Pulau Samosir. Kampung Hutaraja, Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan,
Kecamatan Pangururuan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, merupakan perkampungan Batak
yang masih menjadikan kegiatan menenun sebagai mata pencarian keluarga, yang pada dasarnya
dikerjakan oleh kaum perempuan. Mulai dari usia remaja (anak) hingga dewasa / tua. Sedangkan
para laki-laki melakukan kegiatan lainnya seperti pergi ke Tao (danau) untuk memancing dan
pekerjaan lainnya

Kegiatan martonun ini, dilakukan oleh kaum perempuan kampung Hutaraja mulai dari
pukul 7 pagi sampai pukul 6 sore, diselingi dengan kegiatan lainnya seperti pekerjaan rumah
tangga, istirahat makan hingga kegiatan sekolah (bagi yang masi sekolah). Hampir setiap harinya
bersusun ibu-ibu dan remaja di halaman rumah (rumah bolon) untuk bertenun, terkecuali hari
Rabu. Akan terlihat sedikit yang melakukan kegiatan martonun. Mengapa ? karena pada hari
Rabu merupakan hari pekan di wilayah Pangururan. Kegiatan pekan tersebut merupakan
kegiatan jual beli / pasar mingguan yang menjual segala kebutuhan sehari-hari mulai dari
kebutuhan pangan (sayur-sayuran, bawang dan lain-lain) hingga kebutuhan papan seperti baju.
Sebagian dari warga desa berjualan di pekan tersebut bersamaan dengan pedagang lainnya yang
berasal dari daerah lainnya.

Proses – proses dalam membuat Ulos Batak :

1. Memintal kapas menjadi benang dan pewarnaan


Proses memintal kapas menjadi benang ini sudah jarang dilakukan sendiri oleh penenun.
Pada dasarnya pengrajin sudah mendapatkan atau membeli gulungan benang dari toke
(pemasok dan pengepul) baik yang berwarna putih maupun yang sudah berwarna. Ada
dua cara pewarnaan yang digunakan , yaitu menggunakan pewarna alami (daun-daunan,
akar-akaran) dan pewarna kimia. Tindakan ini dilakukan berdasarkan pesanan khususnya
untuk ulos yang menggunakan pewarnaan alam.

16
2. Gatip
Motif khusus yang terdapat pada benang , bagian dari pewarnaan yang dilakukan pada
mengikat bagian yang dikehendaki. Namun kebanyakan para pengerajin mendapatkan
benang-benang yang telah diwarnai (gatip) dari toke dalam bentuk gulungan atau
humpalan. Sedangkan benang biasa didapatkan dalam bentuk kiloan.

3. Pangunggasan atau mangunggas


Dilakukan dengan membuat bubur nasi dan dapat ditambahkan daun seledri atau pandan
yang dioleskan pada benang. Tujuannya adalah agar benang menjadi kuat, terurai rapi
dan berkilau.

4. Pangkulhul atau makkulhul


Merapikan benang dengan cara menggulungnya menggunakan alat yang disebut ‘sorha’.

5. Mangani
Proses penguntaian benang pada alat ‘anian’, yaitu balok kayu yang di atasnya
ditancapkan / diletakkan tongkat pendek sebagai pondasi anian. Benang akan disusun
sesuai dengan ukuran ulos yang dikehendaki dan berdasarkan perhitungan jumlah
lembaran benang menurut desain dan komposisi warna Ulos yang akan dihasilkan
Disinilah awal dari proses menenun Ulos dan menentukan keindahan tenun Ulos yang
akan dihasilkan.

17
6. Martonun
Setelah benang disusun (mangani), selanjutnya adalah proses menenun. Partonun adalah
sebutan untuk orang yang menenun.

7. Penyelesaian akhir
Pada proses penyempurnaan dan penyelesaian pada pembuatan ulos, terdapat beberapa
cara yang dilakukan. Proses ini bukan hanya bertujuan untuk merapikan hasil tenunan
tetapi juga berfungsi untuk menambah estetika atau keindahan dari Ulos.
Terdapat beberapa jenis penyelesaian akhir pada tenunan ulos, di antaranya seperti
menjahitkan tali pada ujung ulos, membordir pada ujung ulos, dan menjahitkan pita atau
renda pada ujung ulos

Alat-alat untuk membuat kain ulos :

1) Anian Berfungsi sebagai tempat / kayu untuk menguntai benang sebelum ditenun

2) Pamunggung / tundalan
Berfungsi sebagai sandaran punggung / pinggul belakang penenun. Pada sisi kanan
kirinya diikatkan tali pada alat tenun.
3) Pagabe
Kayu yang berfungsi sebagai pemegang benang dan penghubung tundalan.

18
4) Baliga
Alat untuk merapatkan benang, yang ditarik / digeser ke arah penenun beberapa kali.

5) Hasoli
Gulungan benang pada lidi, ± 20 cm. Benang pakan yang akan dimasukkan pada lungsi.
Turak
Alat untuk memasukkan benang melalui celah-celah benang lungsi yang terbuat dari
bambu, sebagai wadah dari hasoli.

19
6) Hatulungan
Alat kayu untuk memisahkan benang biasanya dengan bantuan benang nilon yang sudah
disusun rapi per lembar benang yang akan ditenun, mengendurkan benang agar turak bias
masuk.

7) Lidi
Mengatur corak atau motif warna kain tenunan. Jumlah lidi yang digunakan berdasarkan
motif yang akan dibuat. Semakin rumit motif akan sebanyak lidi yang digunakan.

20
8) Sokkar / parsokkaran
Alat bantu untuk mengatur pola / motif tenunan. Biasanya diletakkan di atas benang /
kain yang ditenun.

9) Sitandakan
Landasan kaki saat bertenun, terbuat dari kayu. Ukuran lebar landasan ini dapat
disesuikan dengan tinggi badan atau panjang kaki dari penenun.

10) Sidurukan
Tiang yang berada di kanan penenun. Fungsinya sebagai alas / duudukan dari alat-alat tenun
seperti pagabe, lidi dan lain-lain.Use the "Insert Citation" button to add citations to this
document.

21
22

Anda mungkin juga menyukai