Anda di halaman 1dari 36

JURNAL HUKUM ADAT MENGENAI TEPAK SIRIH (MELAYU),

ULOS (BATAK), SONGKET (MELAYU), KAIN TENUN/BATIK


(ACEH, JAWA)
Ahmad Ridho, Cika Audira, Eko Abdi Pranata, Icha Widya Putri, Intan Nabilla Erwin, Khairunnisa
Harahap, Novitasari Br. Sitorus,Nurhaidah Fahrisma Putri, Mae Syarah, Rahman Maulana, Weldi
Saputra, Zahra Afiqah.

Abstrack

Indonesia is a vast country, stretching from Subang to Merauke. With various regions that have
various pockets of nations that are one with each other. With this diversity of Hangsa pockets, a
surprising diversity of Hangsa culture has been created, including customs, art, clothing, houses,
food and only the diversity of Indonesia, including the diversity of traditional fabrics found in this
rich country. The objects focused on in this research are songket cloth, ulos, batik, which are part
of the typical Malay, Batak, Acehnese and Javanese heritage objects. The method In this article
uses library research, namely a method of collecting data by understanding and studying theories
from various literature related to research. It is hoped that this research can be used as
inspirational reference material for everyone who needs it.
Keywords: types of cloth, tepak betel, batik, songket, ulos

Abstrak
Indonesia adalah negera yang luas, membentang dari sabang sampai Merauke Dengan
berbagai wilayah yang memiliki beragam saku bangsa yang satu sama lain menjadi satu.
Dengan keberagaman saku hangsa inilah, tercipta keragaman budaya hangsa yang heraneka
ragam diantaranya adat istiadat, kesenian, pakaian, rumah, makanan dan hanyak lagi
keragaman Indonesia termasuk keragaman kain tradisional yang ada di negeri kaya ini. Objek
yang difokuskan pada penelitian ini adalah kain songket, ulos, batik,yang mana objek ini
merupakan bagian dari benda peninggalan khas Melayu, Batak, Aceh dan Jawa. Metode pada
artikel ini menggunakan studi Pustaka (library research) yaitu metode dengan pengumpulan data
dengan cara memahami dan Mempelajari teori-teori dari berbagai literatur yang berhubungan
dengan penelitian.Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan inspirasi bagi setiap orang yang membutuhkan.

1
Kata kunci: jenis kain, tepak sirih, batik, songket, ulos

PENDAHULUAN

Salah satu produk budaya Indonesia yang dianggap sebagai karya luar biasa adalah kain
tradisional Indonesia. Para perancang busana terkenal dari Barat pun tidak segan-segan
menjadikannya inspirasi untuk karya-karya terbaiknya. Dan saat kain tradisional Indonesia
menjadi populer saat ini, tentulah hal itu tak bisa dipisahkan dari trend mode yang sedang
berlaku serta pengaruh pariwisata dunia. Meskipun mode selalu berulang dari masa ke masa
disertai proses modifikasi, namun tetap selalu ada bagian tertentu yang abadi dan tak banyak
berubah di tiap masa. Termasuk dalam hal ini adalah keterkaitan antara industri kreatif dan
pariwisata dengan kain tradisional Indonesia yang tak pernah ketinggalan jaman. Hal ini
sangat menarik, karena terbukti bahwa kain tradisional Indonesia sebagai karya bangsa
Indonesia dapat menyesuaikan diri dengan dunia masa kini.
Jenis kain yang ada di Indonesia sangat banyak sekali dengan ciri khas dan keunikan
masing-masing yang mencerminkan budaya bangsa. Orang awam mungkin hanya mengenal
hotik saja untuk jenis kain yang ada di Indonesia Teruyata apabila kita gali lagi keragaman
kain di Indonesia, batik hanya satu dari keanekaragaman kain yang ada di negeri ini. Selain
hatik, terdapat pula jenis kain yang unik, indah hahkan lebih hemilai estetika tinggi dari batik.
Diantara jenis-jenis kain di Indonesia selain baatik dalah kaia Ulos, kain Songket dan banyak
lagi yang lainnya.
Selain dari jenis kain yang bermacam-macam, untuk satu jenis kain juga beraneka ragam
motif dan kasmikan sesuai dengan daerah amalnya. Misalnya untuk batik itu terdiri dari
macam-macam batik diantaranya batik Cirebon, Pekalongan, Yogyakarta dan hanyak lagi
batik batik yang lainnya
Seperti kita tahu, bahwa beragam kain tradisional Indonesia dihasilkan melalui proses
penciptaan yang bermacam-macam, misalnya proses songket, ulos dan batik. Songket adalah
jenis teknik pembuatan kain tenun dengan cara menambahkan hiasan benang emas atau
benang perak pada jalinan benang pakan atau benang lungsi dengan cara menyungkit benang-
benang tersebut, teknik menyungkit benang hias tambahan inilah yang kemudian dikenal
dengan nama songket. Kain Ulos dibuat dengan menggunakan alat tenun bukan mesin, warna

2
yang dominan pada kain ulos adalah merah, hitam dan putih yang dihiasi ragam tenunan dari
benang emas atau perak. Sedangkan kain Batik dibuat dengan alat canting yang berisi malam
cair sebagai perintang penyerapan zat warna saat proses pewarnaan.

METODE
Metode pada artikel jurnal ini menggunakan studi Pustaka (library research) yaitu
metode dengan pengumpulan data dengan cara memahami dan Mempelajari teori-teori dari
berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. Pengumpulan data tersebut
menggunakan cara mencari sumber dan menkontruksi dari berbagai sumber contohnya seperti
buku, jurnal dan riset-riset yang sudah pernah dilakukan. Bahan pustaka yang didapat dari
berbagai referensi tersebut dianalisis secara kritis dan mendalam agar dapat mendukung
proposisi dan gagasannya.
Subjek penelitian adalah tenunan kain songket Melayu, ulos (Batak), songket (Aceh)
dan batik Jawa serta tepak sirih.

PEMBAHASAN

A. SONGKET MELAYU
a. Sejarah Songket
Songket menjadi kain tenun tradisional yang biasa digunakan di acara-acara resmi.
Songket merupakan jenis teknik pembuatan kain tenun dengan cara menambahkan hiasan
benang emas atau benang perak pada jalinan benang pakan atau benang lungsi dengan cara
menyungkit benar-benang tersebut. Nah, teknik menyungkit benang hias tambahan tersebut yang
dikenal sebagai songket.

Kain songket muncul di masa Kerajaan Sriwijaya di Palembang, pada abad ke-7 hingga
abad ke-13. Awal mula kain songket berasal dari pedagang Cina yang membawa sutra, pedagang
India dan timur tengah membawa emas, kemudian jadilah kain songket yang berlapis emas di
tangan orang Palembang.

Dalam perjalanannya yang cukup panjang, songket menyebar ke Thailand, dan meluas ke
beberapa negara bagian di Semenanjung Malaysia, seperti Selangor, Kelantan, dan Trengganu,
bahkan Brunei Darussalam. Hingga kemudian menyeberang ke Sumatra, yaitu ke Silungkang,

3
Siak, dan Palembang. Songket Palembang disebut-sebut sebagai songket terbaik di Indonesia,
yang berjuluk "Ratu Segala Kain." Awalnya, kaum laki-laki memakai songket sebagai destar,
tanjak, atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai mengenakan songket
sebagai sarung dengan baju kurung.

Ditinjau dari bahan, kegiatan pembuatan, dan harganya, songket semula merupakan kain
mewah para bangsawan yang menujukkan derajat dan martabat pemakainya. Namun, kini
songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan masyarakat berada, karena harganya yang
bervariasi. Kini dengan dipergunakannya benang emas sintetis, songket tidak lagi dibanderol
sangat mahal. Sejak dulu, songket jadi pilihan populer untuk busana perkawinan Melayu,
Palembang, Minangkabau, Aceh, dan Bali.Kain ini sering diberikan pengantin pria
pada mempelai wanita sebagai salah satu hantaran perkawinan.

Riau dikenal mempunyai banyak warisan budaya. Bahkan pemerintah telah mengakui
warisan budaya warisan tak benda (WATB) yang ada Riau pada tahun 2018, salah satunya
kerajinan Kain Songket oleh masyarakat Melayu Riau.Kain songket adalah salah satu kain tenun
khas dari Riau. Kain songket merupakan kain tenun tradisional yang ditenun menggunakan Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM). Kain songket biasanya dikenakan sebagai pakaian dari acara-
acara resmi. Tidak hanya itu, kain ini juga biasanya dipajang sebagai tapestry.

4
Ada banyak sekali motif kain songket. Dalam tradisi Melayu Riau, motif atau yang biasa
disebut dengan corak, ragi, bentuk dasar, atau acuan induk bersumber pada alam seperti flora,
fauna, dan benda-benda angkasa yang direka dalam bentuk baik bunga maupun bentuk abstrak
lainnya.Adapun beberapa motif Kain Tenun Songket Riau di antaranya pucuk rebung, awal larat,
lebah bergayut, siku keluang, siku awan. Lalu, ada juga motif siku tunggal, wajik sempurna, dan
motif daun tunggal. Kain Songket juga tidak melulu digunakan oleh perempuan, tetapi juga
banyak digunakan oleh laki-laki untuk maksud dan tujuan tertentu.

Secara umum Kain Songket laki-laki Melayu dibagi menjadi dua jenis. Pertama dan yang
paling bayak ditemukan, adalah Kain Songket yang diadopsi dari Kerajaan Lingga Johor
Malaysia. Selain itu jenis kedua yang juga tidak kalah banyak, adalah Kain Songket yang
diadopsi dari Padang, Sumatera Barat.Kedua jenis kain ini pada prinsipnya memiliki beberapa
kesamaan, namun tetap memiliki keunikan masing-masing. Kesamaan antara keduanya antara
lain, sama-sama digunakan untuk menunjukan status pernikahan, hanya digunakan oleh keluarga
bangsawan atau turunan kerajaan, dan hanya digunakan pada acara-acara adat seperti
Pernikahan, Aqiqah, dan Khitanan.

Salah satu hal yang menarik dari Kain Songket Laki-Laki Melayu ini terletak pada cara
pemakaiannya. Hal itu dikarenakan cara pemakaiannya yang berbeda-beda untuk menyampakan
maksud-maksud tertentu.Cara pemakaian Kain Songket Laki-Laki Melayu dilakukan dengan
memperhatikan dua hal, pertama panjang kain, dan kedua sisi lipatan.Panjang kain dibagi ke
dalam dua kelompok. Kelompok pertama kain diulur sampai ke bawah lutut. Hal tersebut
memiliki arti bahwa penggunanya telah menikah.

Sedangkan kelompok kedua, kain diulur di atas lutut. Berkebalikan dengan kelompok
pertama, kelompok kedua memiliki arti bahwa penggunanya masih lajang atau belum
menikah.Cara pemakaian kedua adalah dengan memperhatikan sisi lipatan. Sebelumnya perlu
diketahui, bahwa lipatan kain menurut kaidah baku pemakaiannya, seharusnya diletakan di
dalam baju. Namun begitu, sekarang ini seringkali kaidah tersebut dilanggar dengan
menampilkan lipatan kain di luar baju.

Terlepas dari hal itu, sisi lipatan kain menunjukan status kepunyaan anak penggunanya.
Apabila kain dilipat ke dua sisi, memiliki arti bahwa penggunanya belum memiliki anak.

5
Sementara apabila kain dilipat hanya ke satu sisi, menunjukan bahwa penggunanya telah
memiiki anak.Sederhananya pemakaian Kain Songket Laki-Laki Melayu dapat dikelompokan
menjadi tiga jenis berikut: Panjang di bawah lutut dan dilipat ke dua sisi dimaksudkan untuk
yang udah menikah namun belum memiliki anak Panjang di bawah lutut dan dilipat ke satu sisi
dimaksudkan untuk yang sudah menikah dan sudah memiliki anak

Sedangkan panjang di atas lutut dan dilipat ke dua sisi, artinya belum menikah dan belum
memiliki anak. Untuk laki-laki yang cerai namun sudah memiliki anak atau laki-laki yang
memilki anak di luar nikah, mengikuti tata cara pemakaian nomor tiga.

Hal tersebut dikarenakan hukum melayu dalam konteks kaidah pemakaian kain songket
laki-laki tidak mengenal kasus perceraian dan memiliki anak di luar nikah.
Sementara itu, secara umum kaidah pemakaian yang diuraikan di atas berlaku untuk kedua jenis
Kain Songket Laki-Laki Melayu, baik yang berasal dari Kerajaan Lingga Johor Malaysia
maupun yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Akan tetapi, untuk kain yang berasal dari
Padang, Sumatera Barat, hanya mengenal satu kaidah pemakaian yakni kaidah panjang kain.
Artinya kain yang diadopsi dari Padang, Sumatera Barat hanya menunjukan status perkawinan
dari penggunanya tidak sampai menunjukan status kepunyaan anak orang tersebut. Selain dua
jenis umum Kain Songket laki-laki Melayu di atas, terdapat pula satu jenis khusus yang
keberadaannya merupakan hasil perkembangan Kebudayaan Melayu mengikuti perkembangan
zaman. Jenis tersebut dikenal sebagai Kain Songket Variasi.

Pemakaian jenis kain songket ini tidak mengikuti kaidah tradisional, melainkan
menyesuaikan dengan kebutuhan pemakaian. Umumnya kain songket ini digunakan dengan cara
dililitkan pada pinggang dengan membentuk bentuk-bentuk tertentu yang pada umumnya
membentuk bunga. Jenis kain songket ini tidak menunjukan status atau maksud apapun, sehingga
biasanya hanya digunakan untuk acara-acara umum seperti pawai dan pesta. Umumnya jenis
kain ini digunakan oleh orang-orang biasa, bukan dari keluarga bangsawan atau turunan
kerajaan, dan banyak digunakan oleh pengisi acara pada acara-acara formal maupun informal.

Kain Songket Laki-Laki Melayu dengan ragam tata cara pemakaiannya menggambarkan
betapa komprehensifnya kebudayaan Indonesia. Kain yang umumnya hanya menampilakan
permainan warna dan motif, dapat memiliki arti lebih dengan diatur tata cara pemakaiannya.

6
Sehingga Kain Songket Laki-Laki Melayu ini bukan hanya kaya akan nilai seni tapi juga
mengandung nilai filosofis yang menarik untuk ditelisik lebih jauh.

B. ULOS (BATAK)

Merupakan karya warisan budaya dari masyarakat suku Batak yang berasal dari daerah
Sumatera Utara (Sumut). Ada banyak makna dan simbol ulos dalam ada istiadat Batak. dari
laman resmi KWRIU Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Ulos merupakan salah satu
karya Batak di peradaban tertua Asia yang sudah ada sejak 4.000 tahun lalu. Bahkan, ulos
telah ada sejak bangsa Eropa mengenal tekstil.
Sampai saat ini, ulos juga selalu digunakan orang Batak dalam upacara adat, pernikahan
hingga kematian. Uniknya, bagi masyarakat batak di kawasan Danau Toba, ulos dijadikan
simbol adat yang mengandung nilai sakral dan tradisinya masih dijaga hingga kini

a. Makna Dan Sejarah Ulos


Menurut sejarahnya, ulos secara harifiah artinya selimut. Sesuai dengan nenek moyang
suku Batak yang dulunya adalah orang gunung. Sehingga mereka memerlukan ulos sebagai
penghangat tubuh yang nyaman dan mudah digunakan.
Terdapat pula tiga simbol yang diyakini nenek moyang orang Batak yang mengandung

7
makna kehidupan seorang manusia, yakni darah, nafas dan kehangatan. Sehingga kehangatan
termasuk salah satunya. Maka asal kehangatan pada simbol tersebut adalah Matahari, Api dan
Ulos. Diantara pilihan tersebut, ulos menjadi pilihan penghangat yang paling praktis karena
bisa dipakai dimanapun dan kapanpun.
Ulos memiliki nilai budaya yang tinggi di tengah masyarakat Batak, terbukti dari ulos yang
selalu hadir di kegiatan adat Batak seperti upacara pernikahan, kelahiran, dan dukacita. Bahkan
muncul istilah dalam penggunaan ulos yakni mangulosi. Tradisi mangulosi adalah kegiatan
adat Batak, dimana terjadi proses mengalungkan kain ulos ke pundak orang lain. Merunut
sejarahnya, mangulosi mengandung makna yang memberi perlindungan dari segala gangguan.

b. Jenis-jenis Ulos
Terdapat berbagai macam jenis Ulos Batak yang dipakai dengan makna dan
penggunaannya yang berbeda dalam kegiatan adat, Berikut jenisnya:
 Ulos Antak-antak

Ulos Antakantak adalah ulos berbentuk selendang yang dipakai saat melayat orang
yang meninggal. Biasanya ulos tersebut dipakai orang tua yang dipakai saat acara
manortor atau menari.

8
 Ulos Bintang Maratur

Ulos Bintang Maratur adalah ulos yang sering digunakan atau diberikan dalam acara
kegiatan Batak Toba. Seperti diberikan kepada anak yang punya rumah baru, sehingga
memiliki makna penghargaan atau prestasi karena masuk rumah baru.

 Ulos Bolean

Ulos Bolean adalah ulos yang dipakai sebagai selendang sebagai pelengkap baju adat.
Biasanya, ulos ini digunakan pada saat acara acara berduka akan kematian atau
musibah yang melanda.

9
 Ulos Mangiring

Ulos Mangiring adalah ulos yang biasanya diberikan kepada anak cucu yang baru lahir,
terutama anak pertama. Dipakai sebagai simbol harapan agar anak yang yang baru lahir
diberkahi kelahiran anak selanjutnya.
 Ulos Pinuncaan

Ulos pinuncaan adalah ulos yang ditenun menjadi lima bagian dan disatukan kembali
dengan rapi hingga membentuk ulos. Ulos ini biasanya menjadi Ulos Passamot yang
dipakaikan orang tua pengantin wanita ke orang tua pengantin pria saat perkawinan
atau upacara adat.

 Ulos Ragi Hotang

10
Ulos Ragi Hotang atau biasa disebut sebagai Ulos Hela/ mandar Hela karena sering
diberikan kepada sepasang pengantin yang melakukan pesta adat. Pemberian ulos
Hela(Menantu) artinya orang tua perempuan sudah setuju putrinya menjadi istri sah
sang mempelai pria.
 Ulos Sibolang Rasta Pamontari

Ulos Sibolang adalah ulos yang dipakai saat berduka cita, sehingga biasanya dipakai
sebagai Ulos Saput (orang yang meninggal namun belum punya cucu). Menjadikan
ulos ini simbol turut berduka cita dari keluarga dekat yang meninggal.

11
 Ulos Si Bunga Umbasang dan Ulos Simpar

Jenis ulos yang ini adalah ulos yang biasanya dipakai para ibu-ibu saat mengikut
kegiatan adat yang kehadirannya biasanya disebut Panoropi. Panoropi adalah orang
yang hanya hadir dalam rangka meramaikan atau undangan biasa.
 Ulos Suri-suri Ganjang

Ulos Suri-suri ganjang adalah ulos yang dipakai sebagai selendang saat
margondang/manortor yang digunakan orang tua pihak istri saat pernikahan. Dengan
makna memberikan berkat kepada borunya(anak perempuan), sehingga sering disebut
Ulos gabegabe(berkat).

12
 Ulos Simarinjam Sisi

Ulos Simarinjam sisi adalah Ulos yang disandang bersamaan dengan Ulos Pinunga
dalam perlengkapan adat batak sebagai Panjoloani (Pendahulu di depan). Jadinya yang
memakai ulos ini selalu menjadi orang yang di depan saat acara adat.

c. Nilai Penting Ulos dan Tata Kelola dalam Kehidupan Masyarakat Batak
Identitas bangsa dapat menggunakan berbagai simbol seperti simbol bahasa dan
simbolsimbol kebudayaan lain. Simbol (symbol) berasal dari kata simbol (symbol) berasal dari
kata Yunani “sys-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) atau
“symbolos”, yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.
Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu
sendiri. “A symbol is a sign which refers to the object that is denotes by virtue of a law,
Usually an association of general ideas, which operates to cause the symbol to be interpreted
As referring to that object” (Putri, 2010:5).
Dalam hal ini Ulos merupakan suatu simbol yang digunakan oleh masyarakat Batak dalam
menyampaikan doa dan sebagai simbol kasih sayang untuk si penerima Ulos. Masyarakat dan
kebudayaan melahirkan sebuah identitas budaya masyarakat itu sendiri, yaitu identitas budaya
yang nanti akan menjadi identitas bangsa. Seperti dalam tulisan Tilaar (2007:37) bahwa
identitas bangsa merupakan gambaran yang menyeluruh dari suatu bangsa salah satunya

13
bangsa Indonesia. Keseluruhan nilai-nilai sosial yang diakui dengan kesepakatan oleh
masyarakat Indonesia itulah yang disebut identitas bangsa Indonesia. Masyarakat Batak
memiliki identitas budaya yang tidak dapat dipisahkan yaitu Ulos, yang akhirnya diakui
sebagai identitas bangsa Indonesia. Identitas tersebut terlihat dengan Penetapan Ulos sebagai
warisan takbenda Indonesia pada 17 Oktober 2014 ditetapkan melalui keputusan Mendikbud
RI Nomor 270/P/2014, tertanggal 8 Oktober 2014.
Munculnya Ulos berdasarkan konteks sosio-historis adalah bagian dari kehiduparı orang
Batak sejak dahulu. Ulos adalah selembar kain tenunan khas Batak dengan pola dan ukuran
tertentu di mana kedua ujungnya berjuntai panjang. Kain ini awalnya berfungsi untuk
melindungi tubuh dan selalu dikerjakan oleh perempuan dengan menggunakan kapas (Niessen,
1993:51). Dari bahasa asalnya Ulos berarti kain, karena pada mulanya Ulos digunakan sebagai
pembungkus atau penghangat badan. Dalam perkembangannya Ulos dipakai sebagai bagian
dari pelaksanaan upacara adat. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan
persatuan, seperti dalam tulisan (Niessen, 2009:63) yang berbunyi “Ijuk pangihot ni hodong,
Ulospangihot ni holong” yang memiliki arti “jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya
maka Ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama”.
Menurut kepercayaan leluhur suku Batak ada tiga sumber yang memberi panas
(kehangatan) kepada manusia, yaitu: matahari, api dan Ulos (Marpaung, 2015). Matahari terbit
dan terbenam sendirinya setiap saat. Api dapat dinyalakan setiap saat, namun tidak praktis
untuk menghangatkan tubuh, misal besarnya api harus dijaga setiap saat sehingga tidur pun
terganggu. Namun tidak begitu halnya dengan Ulos yang sangat praktis digunakan.
Berdasarkan ketiga sumber kehangatan tersebut Ulos dianggup paling nyarnan dan akrab
dengan kehidupan sehari-hari. Pada masa dahulu, nenek moyang suku Batak merupakan
manusia-manusia gunung (sebutan sejarah pada mereka). Dengan mendiami dataran tinggi
berarti mereka harus siap berperang melawan dinginnya cuaca yang menusuk tulang. Dari
sinilah sejarah Ulos bermula.
Pada awalnya Ulos dibuat hanya untuk keperluan sendiri, sehingga hampir setiap
keluarga dapat menenun Ulos. Dengan bahan yang ada di sekitarnya yaitu kapas atau benang
rami, Ulos ditenun dengan alat yang sangat sederhana yang digerakkan dengan kedua. Tangan
dan kaki. Proses pembuatan Ulos tidak mempunyai upacara khusus, tetapi karena kegunaannya
yang bersifat sakral sehingga cara pembuatannya terikat dengan tatacara yang sudah

14
ditentukan, Untuk menghasilkan selembar Ulos dapat memerlukan waktu berminggu- minggu
bahkan berbulan-bulan tergantung kesulitan Ulos yang akan ditenun. Pekerjaan menenun
memerlukan kesabaran, ketekunan, citra rasa seni, bahkan rasa pengabdian (Siregar, 2017:2).
Pertama, dengan menggunakan alat yang disebut unggar dan pengunggasan. Setelah
selesai kemudian benang dan gulung. Langkah selanjutnya adalah menenun dalam bahasa
lokal disebut martonun, yaitu memasukkan benang ke dalam alat tenun kayu. Jenis alat tenun
yang digunakan adalah hasoli yaitu gulungan pada sebatang tongkat dengan panjang sekitar 30
cm; turok adalah alat yang digunakan untuk memasukkan benang dari celah antar benang
tenun. Alat tersebut terbuat dari bambu berukuran kecil seperti suling dengan isian. Hasoli
Hatudungan adalah alat rajut lepas untuk mengendorkan tenunan agar turak bisa
dimasukkan; baliga adalah alat yang terbuat dari batang pohon palem dan digunakan untuk
merapatkan benang yang telah dimasukkan dengan cara menekan sampai beberapa kali,
pamunggung adalah alat yang berbentuk busur panah, pada sisi kanan dan kiri terdapat tali
untuk ditarik-tarik saat menenun. Bagian-bagian dari alat tenun itu merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisah-pisahkan selama proses menenun.
Selembar Ulos membutuhkan ribuan benang dengan aneka warna yang nantinya masing-
masing henang telah digulung dalam hasoli. Hasoli-hasoli itu kemudian masuk ke dalam uruk
kemudian tarak keluar masuk di antara benang-benang yang sudah direntangkan sebagai bakal
Ulos. Begitu terus-menerus proses mengerjakan Ulos hingga rentangan benang- benang itu
sedikit demi sedikit berubah menjadi selembar kain, Selama masa bertenun tubuh. si penenun
terikat dengan peralatan tenun, sehingga tidak dapat bergerak dengan leluasa. Biasanya alat-
alat tenun itu akan dilepaskan kalau si penenun hendak istirahat atau mau melakukan pekerjaan
yang lain. Ketekunan seorang penenun menentukan lama-tidaknya sebuah Ulos selesai dibuat.
Di bawah ini merupakan sekilas gambaran proses membuat Ulos.
Mangulosi adalah suatu kegiatan adat yang sangat penting bagi orang Batak. Mengutip
tulisan Agustina (2016) dalam setiap kegiatan seperti upacara pernikahan, kelahiran, dan
dukacita Ulos selalu menjadi bagian adat yang selalu diikutsertakan. Kegunaan Ulos dalam
kegiatan adat tidak berubah seperti Ulos Ragi Hotang. Ulos Ragi Hotang biasanya digunakan
saat pesta adat diberikan kepada sepasang pengantin yang baru menikah dengan harapan agar
keduanya memiliki ikatan batin (Niessen, 1993:102).
Selain dalam adat Ulos juga digunakan di era modernisasi ini. Ulos menjadi daya tarik

15
perancang busana yang kemudian dijadikan sebagai bahan utama dalam pagelaran busana.
Dalam hal ini pembuatan Ulos juga menggunakan ATM (Alat tenun mesin) yang menjadikan
Ulos diproduksi massal dengan mesin, printing, dengan pewarna tekstil. Hal tersebut salah satu
langkah melestarikan kain khas batak. Selain fashion, di masa pandemi seperti sekarang
bermunculan masker-masker bermotif Ulos untuk tetap modis namun berbudaya. Ulos telah
menjadi bagian dari budaya Indonesia, perkembangan zaman dan kepedulian masyarakat
menjadikan Ulos dikenal masyarakat luas bahkan mendunia (Mulyadi, 2016).
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas penulis memaknai dua hal utama yaitu:
1. Ulos adalah kain yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari, Ulos yang maknanya
hanya untuk pelestarian, tidak mempunyai peran penting dalam upacara adat.
2. Ulos sebagai kain adat (Ubs adat) untuk kegiatan resmi masyarakat Batak dan upacara
alat Batak, sehingga juga memiliki makna tersendiri.

d. Pengelolaan dan Pengembangan Nilai-Nilai Ulos Serta Keterkaitannya


dengan Komponen Kehidupan Lain dalam Tata Kelola Kehidupan
Masyarakat Batak Setelah Ditetapkan Menjadi Warisan Budaya Takbenda
Indonesia

Warisan budaya menurut defenisi UNESCO yang disampaikan dalam Draft Mediam.
Tran Plan 1990-1995 adalah:
The entire corpus of material signs-either artistic or symbolic-handed on by the past to
each culture and, ensfare, to the whole of humankind. As a constitisent part of the affirmansion
and richment if cultural identities, as a logany belonging sa ali harman kind, the culture
herisige gives cach particular place its recognizable features and is the storehuaure of human
experience. the preservation and the presentation of the cultural herauge are therefore a
caneratione of any cultural policy.
Hal diatas dapat diartikan holhwa warisan hodaya sebagai penanda hodaya secara
keseluruhan, baik dalam bentuk karya seni maupun simbol-simbol merupakan materi yang
terkandung di dalam kebudayaan yang dialihkan oleh generasi manusia di masa lalu kepada
generasi berikutnya. Unsur utama yang memperkaya dan menunjukkan ikatarı identitus suatu.

16
Generasi dengan generasi sebeluranya merupakan pusaka bagi seluruh umat manusia. Warisan
budaya memberikan penanda identitas kepada setiap tempat dan ruang dan merupakan.
Gudang yang menyimpan informasi tentang pengalaman manusia.
Warisan budaya takbenda atau Intangible Cultural Heritage bersifat tak dapat dipegang
(intangible/abstrak), seperti konsep dan teknologi. Sifatnya dapat berlalu dan hilang dalam
waktu seiring perkembangan zaman seperti misalnya bahasa, masik, tari, upacara, serta
berbagai perilaku terstruktur lain (Edi Sedyawati: dalam pengantar seminar warisan budaya tak
benda, 2002). Pencatatan dan penetapan karya budaya itu penting, karena karya budaya atau
warisan budaya takbenda memberikan kontribusi untuk kohesi sosial, mendorong rasa
identitas dan tanggung jawah yang membantu individu untuk merasa menjadi bagian dari sotu
atau lebih komunitas yang berbeda dan merasa menjadi bagian dari masyarakat luas.
Mengutip dalam (Kemendikbud, 2018:17) yang menyatakan bahwa warisan budaya
takbenda diturunkan dari generasi ke generasi, secara otomatis dan terus menerus diciptakan.
Kembali ataupun dimodifikasi oleh masyarakat dan kelompok budaya menyesuaikan
perkembangan zaman yang terjadi. Sekelompok masyarakat tersebut tentu berpijak dengan.
Sejarah mereka dan alam untuk tetap menjaga rusa identitas yang berkelanjutan dengan
menghargai perbedaan budaya dengan yang lain dan kreativitas matrasta
Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (Kemendikbud) melalui Binsar Simanullang
pada 2019 menjelaskan warisan budaya takbenda Indonesia merupakan identitas kita, identitas
bangsa. Pasca ditetapkannya Ulos sebagai warisan budaya takbenda Indonesia banyak
peningkatan penggunaan Ulos disertai kreasinya dalam ruang publik. Mulai ada perhatian
masing-masing stakeholder terhadap kain Ulos dan proses pembuatannya. Selain itu pula
sering dilaksanakan diskusi-diskusi untuk memahami tentang Ulos baik dari sisi sejarahnya,
filoson makna, dan lainnya. Hal yang tidak mungkin terlewat adalah perayaan dan refleksi
memperingati hari Ulos setiap tahunnya di tanggal 17 Oktober menjadikan Ulos semakin
dikenal (Marbun, Seminar Nasional Daring Ulon meniju Warisan Dunia)
Sebagai warisan budaya takbenda Indonesia, setiap orang yang menekuni Industri Kreatif
terkhusus yang mengangkat tema-tema warisan budaya leluhur seperti Ulos, maka orang
tersebut harus mengetahui terlebih dahulu filosofi, sejarah, dan nilai-nilai budaya. Luhurnya.
Sehah kegiatan industri kreatif, perlu ada “Pemajuan misalnya motif, teknik, lilosofi, termasuk
bahan. Industri kreatif, juga harus digunakan dalam mengenalkan budaya, dan tidak sekedar

17
peluang ekonomi.
Satu kain bisa bercerita banyak hal sebab dibalik kain (maupun motifnya) tersimpan budaya
dan filosofi yang kental. Dalam konteks inilah pelestarian warisan budaya seperti Ulos
menjadi penting. Contohnya motif bintang maratur dalam filosofi adat Ratak adalah sebagai
perantara ucapan saka cita atau herita gembira yang diberikan kepada orang yang mendapat
berkat atau rezeki.
Mempelajari motif Ulos tentu sangat menarik, bersamaan dengan kebudayaan- kebudayaan
lain juga mengenal motif. Melalui motif, kita dapat melihat alan pikiran masyarakat
pendukung budayanya. Melalui motul pula, kita bisa membandingkannya dengan motif-motif
yang berkembang dari masyarakat vuku lainnya baik di nusantara exaupun belahan dunia
lainnya. Misalnya, salah satu motif Ulas Ragi Sapot, ada kemiripanaya dengan motif tenan
yang ada di suku Kajang, fungsinya juga sama Dengan adanya kesamaan motif ini, tenta akan
moneul pertanyaan, apakah ini bisa jadi satu kesatuan budaya atau ada alasan-alasan lain yang
bisa menjelaskan kesamaan motif dan fungsinya. Inilah salah satu hal merarik dalam
mempelajari motif Ulos.

e. Capaian Pengembangan dan Kelayakan Ulos untuk Ditetapkan Sebagai


Warisan Dunia (World Heritage)

Masalah budaya jadi hal sangat sensitif karena mencakup jati diri dan ciri khas suatu
negara di mata negara lainnya, terutama dalam hubungan internasional. Indonesia telah
mengalami beberapa permasalahan dengan negara lain menyangkut pengklaiman budaya.
Lusianti (2012:2) mengatakan maraknya isu pengklaiman budaya tersebut mengakibatkan
pemerintah mengambil sikap unnik menyelamatkan kekayaan budaya Indonesia dengan mulai
menginventarisasi kekayaan budaya yang ada.
UNESCO sebagai salah satu organisasi PBB yang khusus bergerak di bidang pendidikan,
sosial, dan kebudayaan telah meletakkan sejumlah hukum internasional, baik yang mengikat
maupun yang tidak mengikat dalam rangka pelestarian warisan budaya. Ruang lingkup hukum
internasional UNESCO ini mencakup obyek obyek yang bersifat material (benda) maupun
immaterial (takbenda). Negara-negara anggota UNESCO berkewajiban untuk mengidentifikasi
kebudayaan yang sekiranya akan diajukan sebagai warisan budaya dunia.

18
Adapun peran UNESCO adalah memeriksa, melakukan observasi dan penilaian sekaligus
memastikan bahwa semua kriteria yang telah dibuat dapat diimplementasikan. Dalam tulisannya
Rani (2015) menyampaikan peranan UNESCO dalam melestarikan kebudayaan dunia, yaitu:

1. Membentuk konvensi yang melahirkan komitmen untuk melindungi kebudayaan


dunia

2. Mampu membentuk aturan main yang mengatur warisan budaya dunia

3. Mampu menjadi ruang hagi negara-negara anggota untuk membahas dan


berdialog secara khusus mengenai kebudayaan

4. Menghasilkan suatu komite yang memberikan klasifikasi dan kriteriu penilaian,


sekaligus melakukan penilaian

5. Menetapkan dan mengakui suatu kebudayaan sebagai sebuah warisan budaya


dunia

6. Memberikan perlindungan, pengawasan, dan pelestarian terhadap warisan


budaya dunia.

7. Memastikan terjaminnya hak-hak dari warisan budaya dunia.

8. Memastikan bahwa suatu warisan budaya dunia tetap mendapatkan bantuan


dalam rangka pelestarian.

9. Memastikan suatu warisan budaya dunia tidak mengalami kepunahan dan


kehancuran.

10. Memastikan suatu warisan budaya retap mendapatkan support finansial baik itu
dari UNESCO, ataupun dari masyarakat Internasional

11. Memastikan suatu warisan budaya dunia bermanfaat bagi generasi saat ini
maupun generasi mendatang.

Alur penilaian dan kriteria aleh UNESCO dalam menetapkan suatu warisan atau kebudayaan
dapat diakui sebagai warisan dunia vorld heritage) diantaranya:

1. Negara melakukan proses pengajuan suatu warisan, kebudayaan, sinus, dil kepada

19
UNESCO melalui prosedur yang sudah ditentukan.

2. UNESCO akan memberikan klasifikasi terhadap suatu warisan atau kebudayaan, yaini
apakah berwujud atau tidak berwujud. Apakah warisan budaya atau warisan alam.

3. Apabila berwujud maka harus memiliki batasan yang jelas, memiliki bentuk, memiliki
wujud, dan memiliki nilai UNESCO akan melihat juga apakah benda tersebut hasil
buatan manusia, atau tidak ada campur tangan manusia sama sekali dengan kata lain
murni buatan alam

4. Apabila tidak berwujud (misalnya berbentuk sistem) maka harus memiliki nilai yang
bisa dinilai, baik itu nilai budaya, nilai religius, nilai spiritual, nilai seni, dan
sebagainya.

5. Nilai yang utama yang dilihat oleh UNESCO adalah nilai-nilai universal yang luar
biasa atau disebut sebagai universal outstanding values

6. UNESCO melihat aspek sejarah, aspek budaya, aspek sosial, aspek religius, dan lain
sebagainya. Semakin banyak aspek yang terkandung maka semakin besar peluangnya
untuk dijadikan warisan budaya dunia

7. UNESCO melihat manfaat dan dampak yang diterima oleh masyarakat dan generasi
berikutnya

8. UNESCO melihat kapasitas ancaman baik itu ancaman secara langsung maupun tidak
langsung terhadap suatu warisan atau kebudayaan

9. UNESCO melakukan penilaian terhadap berkas pengajuan yang diusahakan oleh


negara yang mengajukan. Penilaian tidak hanya secara akademis ataupuan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan, tetapi secara rasional,

10. Dari ke-9 poin di utas, jika kita soroti kepada point 6 dan 7 secara jelas bahwa Ulos
dilihat dari aspek sejarah, aspek budaya serta manfaat dan dampak kepada generasi
berikutnya tentu sudah memenuhi untuk menjadi world heritage. Generasi berikutnya
perlu mengetahui bahwa Ulos ini merupakan gambaran dunia hatin orang Batak

Warisan budaya dunia pada awalnya hanya berpusat pada bangunan, monumen, atau benda-

20
benda peninggalan leluhur (nenek moyang) umat manusia yang nyata tangible). Hal ini mulai
bergeser dimana tidak semua warisan budaya berbentuk sungible. Pada tahun 1990-an adanya
perubahan konsep mengenai warisan budaya yaitu adanya warisan budaya takhenda intangible).
Di tahun 2001, UNESCO mengadakan survei yang melihatkan berbagai negara dan organisasi
internasional untuk mencapai kesepakatan mengenai cakupun World Intangible Cultural
Heritage dan diresmikan tahun 2003 dalam bentuk Konvensi yaitu Convention for The
Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage.

Warisan budaya tak benda berdasarkan Konvensi UNESCO di Paris pada 17 Oktober 2003
adalah: "... berbagai praktik, representani, ekspresi, pengetahuan, keterampilan serta instrumen,
obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya bahwa masyarakat, kelompok dan,
dalam beberapa kasus, perorangan merupakan bagian dari warisan budaya tersebut”

C. TEPAK SIRIH (MELAYU)

Tepak sirih merupakan sebuah perangkat budaya yang erat kaitannya dengan adat suku
Melayu yang tersebar di Aceh, Sumatera Utara hingga Sumatera Selatan, Riau dan Kepri,
Bangka Belitung, dan sebagian Kalimantan. Sebagai benda budaya, keberadaan Tepak Sirih
sangat penting pada upacara adat Melayu seperti upacara pernikahan. Tepak sirih juga cukup
terkenal sebagai salah satu ikon yang termasuk di daerah Bumi Lancang Kuning yang menjadi
julukan provinsi Riau. Di dalam Tepak Sirih ini ada banyak bahan yang nantinya dikunyah oleh
orang yang disuguhkan.

21
a. Sejarah Tepak Sirih
Dalam budaya masyarakat Melayu, Tepak Sirih adalah sebuah peralatan yang sudah tidak
asing lagi dan selalu ada di acara adat Melayu. Di dalamnya terdiri dari berbagai bahan-bahan
yang digunakan untuk memakan sirih, seperti daun sirih, pinang, kapur, gambir, cengkeh, kacip,
dan tembakau.
Dulang Tepak Sirih terdiri dari dua bagian. Pada bagian atas, empat cembul disusun dengan
urutan seperti pinang, kapur, gambir, dan tembakau. Pada bagian bawah dulang Tepak Sirih,
susunan terdiri dari cengkeh, daun sirih, dan kacip (gunting untuk membelah pinang)Adapun
sebagai informasi tambahan, tradisi memakan sirih ini sudah ada selama hampir 3000 tahun, dan
diyakini berasal dari Zaman Neopolitik.
Tepak Sirih merupakan bagian penting dari budaya dan adat istiadat masyarakat Melayu di
Indonesia. Walaupun tidak semua wilayah di Indonesia mempraktikkannya, masih ada
sejumlah daerah yang masih mewariskan tradisi ini. Beberapa wilayah tersebut termasuk Aceh,
Kepri dan Riau, Bangka Belitung, Sumatra, dan Kalimantan. Sebagai bagian dari budaya yang
berasal dari suku Melayu, tepak sirih bukanlah klaim milik satu negara saja. Hal ini disebabkan
suku Melayu sendiri tak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di negara-negara sekitar seperti
Singapura, Malaysia Barat, Malaysia Timur, Brunei Darussalam, sebagian wilayah Thailand
selatan.

b. Isi Tepak Sirih

22
Seperti yang dijelaskan, Tepak Sirih adalah sebuah peralatan yang digunakan dalam acara
adat tradisional, seperti upacara pernikahan atau acara adat lainnya. Isinya terdiri dari sebuah
cawan berbentuk bulat dengan lubang di bagian tengahnya, yang biasanya dibuat dari tanah liat
atau batu.
Cawan tersebut biasanya diisi dengan sirih dan dipadukan dengan kapur untuk membuat
gambir. Selain itu, tepak sirih juga terdiri dari beberapa bahan lain yang dibutuhkan untuk
memakan sirih, seperti daun sirih, pinang, kapur, gambir, cengkeh, kacip, dan tembakau. Semua
bahan-bahan tersebut disusun di atas dulang tepak sirih dengan susunan yang telah ditentukan.
Ada dua bagian dalam dulang, yaitu bagian atas dan bagian bawah.
Di bagian atas, empat cembul disusun dengan urutan seperti pinang, kapur, gambir, dan
tembakau. Sedangkan pada bagian bawah, susunan terdiri dari cengkeh, daun sirih, dan kacip.
Setelah semua bahan-bahan tersebut disusun dengan baik, maka siap untuk digunakan dalam
acara adat tradisional.

c. Makna Simbolis Dalam Tepak Sirih


Makna simbolis di balik budaya ini adalah sebagai tanda kehormatan dan pengakuan terhadap
tamu yang hadir dalam upacara tersebut. Dengan menyodorkannya kepada tamu, pihak yang
mengundang menunjukkan bahwa mereka sangat menghargai kehadiran mereka dan akan
memberikan yang terbaik untuk menjamu para tamu selama acara berlangsung. Selain itu,
terdapat juga makna simbolis dari beberapa isi Tepak Sirih yaitu:

1. Sirih melambangkan sifat rendah hati, selalu memberi dan memuliakan orang lain.
2. Kapur memiliki makna hati yang putih dan bersih serta tulus. Namun makna lainnya
adalah saat kondisi mendesak maka ia dapat berubah menjadi lebih agresif dan marah.
3. Gambir yang memiliki rasa pahit melambangkan keteguhan hati. Sedangkan warna daun
gambir yang nampak kekuningan melambangkan kesabaran dalam menjalani proses saat
ingin mencapai sesuatu.
4. Pinang memiliki bentuk pohon yang lurus menjulang ke atas dengan buah yang lebat
dalam setandan. Merujuk hal ini, pinang dalam Tepak Sirih melambangkan kesungguhan
hati, budi pekerti yang luhur, kejujuran, dan derajat yang tinggi.
5. Tembakau yang memiliki rasa pahit dan diiris halus pada Tepak Sirih melambangkan hati
yang tabah dan rela berkorban dalam kondisi apa pun.

23
Secara keseluruhan, Tepak Sirih memiliki makna yang sangat simbolik dan penting dalam
budaya adat di beberapa daerah di Indonesia. Tepak Sirih tidak hanya sekedar alat untuk
menjamu tamu dalam upacara adat. Tetapi juga merupakan tanda kehormatan yang diberikan
oleh pihak yang mengundang kepada tamu yang hadir serta memiliki makna yang luhur pada
setiap isinya.

D. KAIN BATIK (JAWA)

a. Sejarah Batik
Batik untuk pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat dunia oleh Presiden Soeharto,
yang pada masa tersebut memakai batik pada kegiatan konferensi PBB. Batik merupakan sebuah
proses kreasi pewarnaan terhadap selembar kain yang diberi gambar, memiliki makna filosofi
yang luhur, menjadikan suatu karya seni penuh makna bagi masyarakat jawa sejak dahulu hingga
menjadi warisan budaya Indonesia dalam bidang seni. Para perempuan Jawa masa lalu
menjadikan keterampilan membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu
pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap”
yang memungkinkan masuknya para laki-laki ke dalam bidang batik ini. Ada beberapa
pengecualian fenomena bahwasanya batik adalah perempuan, yaitu batik pesisir yang terkesan
memiliki garis yang cenderung maskulin seperti yang bisa kita lihat pada motif batik Mega
Mendung, di mana pada beberapa daerah pesisir, pekerjaan membatik merupakan suatu hal yang
lazim bagi kaum pria.
Tradisi membatik pada awalnya merupakan tradisi yang selalu turun-temurun, hingga
terkadang suatu motif batik tertentu dapat mudah kita kenali serta kain batik tersebut berasal dari

24
batik keluarga mana. Beberapa motif batik jawa ini dapat menunjukkan golongan atau status
keluarga seseorang. Bahkan hingga saat ini, beberapa motif batik tulis tadisional hanya boleh
dikenakan oleh keluarga keraton Yogyakarta dan/atau Surakarta.

b. Motif Batik Jawa Berdasarkan Daerah nya


Warisan kesenian dan budaya orang Jawa untuk Indonesia secara turun temurun selalu
dilestarikan oleh para kerabat keraton yang ada di pulau Jawa. Batik Jawa mempunyai
ragam motif batik yang berbeda-beda. Perbedaan motif batik Jawa biasa terjadi dikarenakan
motif-motif tersebut memiliki makna dan filosofi tersendiri, tidak hanya sekedar gambar saja,
namun mengandung suatu makna yang yang luhur bagi mereka yang didapat dari leluhur
terdahulu, yaitu penganut dinamisme, agama animisme, atau Hindu dan Buddha. Motif Batik
jawa banyak tumbuh dan berkembang di sekitar wilayah Solo atau yang biasa disebut
dengan batik Solo selain Kota pekalongan yang populer dengan batik pekalongan.

 Motif Batik Tujuh Rupa (Pekalongan)

Motif batik tujuh rupa dari Pekalongan ini sangat kental dengan nuansa alam. Pada
umumnya, batik Pekalongan menampilkan bentuk motif bergambar hewan atau tumbuhan.
Motif-motif tersebut diambil dari berbagai campuran kebudayaan lokal dan etnis cina. Pasalnya,
dulu Pekalongan adalah tempat transit para pedagang dari berbagai negara. Sehingga, akulturasi
budaya itulah yang membuat batik Pekalongan sangat khas dengan alam, khususnya motif

25
jlamprang, motif buketan, motif terang bulan, motif semen, motif pisan bali dan motif lung-
lungan.

 Motif Batik Songan (Solo)

Batik Sogan merupakan salah satu jenis batik bernuansa klasik. Dinamakan batik sogan
karena pada awal mulanya, proses pewarnaan batik ini menggunakan pewarna alami yang
diambil dari batang kayu pohon soga. Batik Sogan klasik merupakan jenis batik yang identik
dengan daerah keraton Jawa yaitu Yogyakarta dan Solo, motifnya pun biasanya mengikuti
pakem motif-motif klasik keraton. Sogan Yogya dan Solo juga dapat dibedakan dari warnanya.
Biasanya sogan Yogya dominan berwarna coklat tua-kehitaman dan putih, sedangkan sogan Solo
berwarna cokelat-oranye dan cokelat. Warna klasik batik Sogan sendiri sarat dengan makna. Ini
dijelaskan dalam Serat Wirid Hidayat Jati, warna kekuningan keemasan merupakan bagian dari
simbol keraton bangsa burung, bangsa makhluk penerbang, warna lokus dari perjalanan rohani
setelah tersingkapnya alam Siriyah. Corak warna tersebut merupakan simbol-simbol yang telah
dikenal sebelum hadirnya Islam di tanah Jawa, dan dalam perkembangannya kemudian diolah
kembali oleh para Wali Songo.

26
 Motif Batik Mega Mendung (Cirebon)

Mega mendung menjadi salah satu motif batik khas Cirebon, Jawa Barat, yang populer
dikalangan wisatawan berkat bentuknya dan perpaduan warnanya yang unik. Di tangan para
perajin batik, lahirlah beragam kreatifitas warna-warna lembut dari motif mega mendung ini.
Motif batik Mega Mendung cukup sederhana namun memberi kesan mewah. Motif mendung di
langit mega yang berwarna cerah inilah yang membuat batik Mega Mendung sangat cocok
dipakai orang tua maupun anak muda, baik perempuan maupun laki-laki.

 Motif Batik Kraton (Yogyakarta)

Motif batik Keraton berasal dari kebudayaan jawa yang kental dengan sistem kekratonan dan

27
kesultanannya. Batik keraton ini melambangkan kearifan, kebijaksanaan, dan juga kharisma raja-
raja jawa. Dulunya, batik asal Yogya ini hanya boleh dipakai warga keraton saja, namun
sekarang sudah umum dipakai siapa saja. Ciri motif batik Keraton adalah motif bunga yang
simetris atau saya burung yang dikenal sebagai motif sawat lar. Motif ini bisa dibilang paling
banyak dipakai baik oleh orang Indonesia maupun orang luar negeri.

 Motif Pring Sedapur

Batik ini merupakan Batik khas daerah Magetan yang berasal dari sebuah desa di lereng
Gunung Lawu yang sarat dengan pohon bambu. Tepatnya di Dusun Papringan, Desa Sidomukti,
Kecamatan Plaosan. Pring dalam bahasa Jawa adalah bambu. Pring Sedapur berarti serumpun
pohon bambu. Motif batik pring sedapur memiliki makna filosofi yang sangat tinggi. Motif batik
Pring Sedapur memiliki ciri khas yang simpel namun elegan. Motif yang dipakai adalah motif
bambu, sehingga sering juga disebut sebagai batik Pring. Batik ini tidak hanya indah dalam
kesederhanaan motifnya, tetapi memiliki filosofi yang sederhana pula. Dimana bambu
memberikan makna ketentraman, keteduhan dan kerukunan. Selain itu, bambu/pring juga
mempunyai filosofi mendalam bagi orang Jawa, yakni apa saja dalam diri kita haruslah
memberikan manfaat bagi orang lain, sejak lahir sampai mati.

28
 Motif Parang (Pulau Jawa)

Batik Parang banyak ditemukan di daerah Solo dan Yogyakarta sebab menurut sejarahnya,
batik parang diciptakan pada zaman Keraton Mataram. Melansir dari Wikipedia, batik parang
merupakan salah satu motif tertua di Indonesia. Nama parang berasal dari kata „Pereng‟ yang
artinya lereng. Pereng tersebut menggambarkan sebuah garis menurus dari tinggi ke rendang
secara diagonal. Bentuk motifnya berbentuk seperti huruf “S” miring berombak memanjang.
Motif Parang ini tersebar di seluruh Jawa, mulai dari Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Barat.
Biasanya, perbedaannya hanya terletak pada aksen dari batik Motif parang tersebut. Misalkan, di
Jogja ada motif Parang Rusak dan Parang Barong, di Jawa Tengah ada Parang Slobog, serta di
Jawa Barat ada Parang Klisik.

29
 Motif Geblek Renten (kulon Progo)

Mungkin banyak yang belum tahu makna dan arti motif geblek renteng, yang sekarang
menjadi Motif batik khas Kabupaten Kulon Progo. Motif yang sudah menjadi ikon Kulon Progo
tersebut terdiri dari gambar geblek sebagai motif utama dan berbagai simbol yang menunjukkkan
kekayaan alam dan Kondisi Kabupaten Kulon Progo. Geblek dijadikan motif utama karena
merupakan makanan asli khas Kulon Progo. Di antara motif geblek tersebut, ditorehkan
lambang Binangun yang digambarkan sebagai kuncup bunga yang akan mekar, memiliki makna
bahwa Kulon progo merupakan daerah yang sebentar lagi akan mekar menjadi permata indah
dari pulau jawa. Di sampingnya terdapat motif buah manggis yang merupakan flora khas Kulon
Progo. Ketiga motif tersebut dibuat dengan pola naik turun sebagai perlambang bahwa
kenampakan alam di Kulon Progo yang sangat bervariasi, mulai dari pegunungan, dataran tinggi,
hingga dataran rendah dan pantai.

30
 Motif Kawung (Jawa Tengah)

Batik kawung dapat disebut dengan motifnya yang begitu geometris yang berjajar dengan
rapi. Batik ini termasuk salah satu motif batik yang tertua ditemukan di daerah jawa. Motif batik
tersebut lebih tepatnya yang berasal dari kota Yogyakarta. Contoh gambar motif batik kawung
sangat sederhana yang dimana batik kawung ini mempunyai cerita atau sejarah dan filosofi
tersendiri. Batik kawung sudah di bagusin menjadi berbagai macam produk yang terutama
produk pakaian. Dikarenakan motifnya yang begitu unik, batik tersebut sering digunakan untuk
kombinasi pondasi baju oleh para seorang desainer yang terkenal.

E. KAIN BATIK (ACEH)

31
Aceh adalah salah satu provinsi istimewa di Indonesia selain Yogyakarta, DKI Jakarta,
dan Papua. Provinsi yang berada paling barat di Indonesia ini rupanya memiliki produk
kerajinan kain batik. Seperti batik dari daerah-daerah Indonesia lainnya, batik Aceh juga
memiliki sejarah, ciri khas, dan motifnya sendiri.

a. Sejarah dan Ciri Khas Batik Aceh

Sejarah batik Aceh tidak lepas dari kedatangan pedagang dari pulau Jawa ke Aceh.
Tidak diketahui pasti kapan pertama kali mereka datang ke Aceh dan seberapa sering mereka
ke sana. Yang jelas, kehadiran mereka punya pengaruh besar terhadap terciptanya batik Aceh.

Sebagian pedagang Jawa yang datang ke Aceh membawa kain batik yang dibeli
masyarakat Aceh. Kain tersebut lalu dimodifikasi oleh masyarakat Aceh sehingga terciptalah
batik khas Aceh yang kita kenal sekarang. Umumnya, batik Aceh punya corak yang elegan
dan punya nuansa Islami yang kental. Batik Aceh pun juga punya beberapa ciri khas lainnya,
yaitu:

 Didominasi warna cerah seperti merah, kuning, hijau, dan merah muda.
 Jarang sekali menggunakan motif binatang karena syariat Islam melarang menggambar
makhluk hidup seperti hewan atau manusia di kain atau media lainnya.
 Lebih banyak menggunakan gambar berbentuk lingkaran, sulur, dan garis pada sebagian
besar motifnya.

b. Motif Batik Aceh


Saat ini, batik Aceh sudah tersedia dalam berbagai macam motif. Beberapa
diantaranya adalah:

32
1. Motip Pintu Aceh

Motif ini memiliki gambar pintu dengan tinggi yang relatif rendah sebagai ciri
khasnya. Gambar tersebut terinspirasi dari pintu pada rumah adat Aceh yang relatif rendah,
namun dibaliknya punya ruangan luas. Gambar tersebut juga punya beberapa makna lain,
yaitu:

 Menggambarkan sifat orang Aceh yang tidak terlalu terbuka pada orang baru, namun bisa
menganggap orang baru itu sebagai saudara jika sudah akrab.
 Melambangkan sifat rendah hati dan lapang dada.

2. Motif Bungong Jeumpa

33
Selain menginspirasi terciptanya salah satu lagu daerah Aceh, bungong jeumpa atau
bunga jeumpa juga dijadikan salah satu motif pada batik Aceh. Motif ini memadukan gambar
bungong jeumpa dengan warna hijau atau merah. Motif ini secara tidak langsung
menggambarkan indahnya bungong jeumpa dan alam di Aceh.

3. Motip Tolak Angin

Motif ini memiliki gambar ventilasi pada rumah adat Aceh yang berjumlah banyak.
Secara filosofis, motif ini menggambarkan masyarakat Aceh bisa menerima perbedaan dari
orang lain.

4. Motip Rencong

Rencong adalah salah satu senjata tradisional khas Aceh. Senjata ini rupanya juga
dijadikan salah satu motif pada batik Aceh. Motif rencong pada batik ini diyakini
merepresentasikan bacaan basmalah. Di Aceh, masyarakat sering menggunakan batik motif

34
ini untuk ritual adat tertentu.

5. Motip Buah Delima

Selain menggunakan gambar ornamen rumah, bunga, dan senjata tradisional, motif
batik Aceh juga menggunakan buah. Salah satu contohnya adalah batik motif buah delima.
Buah delima dipilih karena buah tersebut telah disebut dalam Al-Qur‟an sebagai salah satu
buah yang ada di surga. Gambar delima pada motif batik ini lantas dipadukan dengan
beberapa warna menarik.

6. Bungong Kalimah

Ini adalah motif batik Aceh yang kental akan nuansa religius. Nuansa tersebut terlihat
jelas dari adanya ayat suci Al-Qur‟an pada bagian ujung kainnya. Karena mengandung ayat
suci Al-Qur‟an, kain batik ini tidak boleh dipakai sembarangan. Biasanya, batik ini akan
digunakan pada acara keagamaan atau dijadikan kerudung perempuan.

35
REFERENSI

Afif Afthonul, (2018). Dari Melayu Menjadi Indonesi, Indonesia: basabasi.


Asbullah Habib, dkk. Mengabadikan Riau: buku 1 antalogi esai kebudayaan, Indonesia:
pustaka rumah cinta.
De Ivone Carlo (2020), Batik Pedia: Kumpulan istilah Penting Dalam Dunia Batik,
Indonesia:Balai besar kerajinan dan batik.
Emir threes (2017), Kain ulos Danau Toba, Indonesia: PT Gramedia pustaka utama.
Katiwa Surwati (1986), kain songket Indonesia, Djambatan.
Kinoysan, Ari Wulandari (2011), Batik Nusantara, Indonesia: Andi.
Liliweri Alo (2019), Pengantar Studi Kebudayaan, Indonesia: Nusamedia.
Liliweri Alo (2021), Makna Senin dan kesenian, Indonesia: Nusamedia.
Rizky R dan Wibisono T (2012), Mengenal Seni dan Budaya Indonesia, Indonesia: Cerdas
Interaktif.

Situmorang jonar (2023), asal usul, silsilah dan tradisi budaya Batak, Indonesia: Andi

36

Anda mungkin juga menyukai