Anda di halaman 1dari 15

Seni dan Budaya Tenun Ikat Nusantara

Hardika Saputra*

*Dosen PGMI IAI Agus Salim Metro Lampung


*Mahasiswa S3 Program Doktor UIN Raden Fatah Palembang

Abstract. The art and culture of woven fabric is a typical Indonesian


tradition in which there are many cultural values. Woven fabrics are an
integral part of people's lives. Woven fabric is one part of the Indonesian
cultural heritage and clothing that has been known from prehistoric times.
Ikat or ikat cloth is Indonesian weaving craft in the form of cloth woven from
strands of weft or warp threads that were previously tied and dipped in
natural dyes.

Keyword: Art, Culture, Weaving, Nusantara

Abstrak. Seni dan budaya kain tenun merupakan tradisi khas Indonesia
yang di dalamnya banyak terkandung nilai-nilai budaya. Kain tenun
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Kain
tenun merupakan salah satu bagian dari warisan budaya dan pakaian
bangsa Indonesia yang sudah dikenal dari jaman prasejarah. Tenun ikat
atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain yang ditenun dari
helaian benang pakan atau benang lungsin yang sebelumnya diikat dan
dicelupkan ke dalam zat pewarna alami.

Kata Kunci: Seni, Budaya, Tenun, Nusantara

A. PENDAHULUAN
Tradisi kain tenun merupakan tradisi khas Indonesia. Kain tenun
menandai asal muasal dari ekosistem budaya daerah tertentu. Kain khas
Indonesia bermakna bukan semata karena fisiknya, tetapi juga karena nilai-
nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Di berbagai daerah kain tenun
bahkan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam upacara keagamaan
kehidupan masyarakatnya.
Kain tenun merupakan salah satu bagian dari warisan budaya dan
pakaian bangsa Indonesia yang sudah dikenal dari jaman prasejarah yang
diperoleh dari perkembangan pakaian penutup badan setelah rumput-
rumputan dan kulit kayu. Tenun merupakan identitas budaya yang sudah
populer di nusantara hingga manca negara, bahkan Indonesia adalah salah
satu negara penghasil tenun terbesar terutama dalam hal keragaman corak
hiasannya yang dapat dilihat dari segi warna, ragam hias, dan kualitas bahan
serta benang yang digunakan.1
Daerah-daerah di Indonesia yang terkenal dengan kain ikat di antaranya:
Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor.
Kain gringsing dari Tenganan, Karangasem, Bali adalah satu-satunya kain di
Indonesia yang dibuat dari teknik tenun ikat ganda (dobel ikat).
Dalam banyak simbol dan karya, kain tenun menjadi bahasa kehidupan,
sebagai busana sehari-hari dalam melindungi tubuh, sebagai busana adat dan
tarian, sebagai penghargaan dan penghormatan dalam perkawinan, sebagai
penghargaan dan doa dalam upacara kematian, sebagai simbol dan upaya
pengembalian keseimbangan sosial, sebagai lambang suku dan motif dalam
wujud corak dan desain tertentu. Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik
untuk membahas tentang bagaimanakah seni dan budaya tenun ikat
nusantara.
.
B. PENGERTIAN
Pengertian seni, secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
Sani yang artinya pemujaan, persembahan, dan pelayanan. Dengan kata lain,
seni sangat erat hubungannya dengan upacara keagamaan yang disebut juga
dengan “kesenian”.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Seni, memiliki tiga arti
antara lain: Pertama, Seni diartikan halus, kecil dan halus, tipis, lembut dan
enak didengar, mungil dan elok. Kedua, Keahlian membuat karya bermutu
(dilihat dari segi keindahan dan kehalusannya). Ketiga, Kesanggupan akal
untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.3
Seni Menurut J.J Hogman, memiliki tiga poin atau tiga pilar utama, yaitu
ideas, activities, dan artifact. Ideas bisa diartikan dengan wujud seni sebagai
suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma norma,
peraturan dan sebagainya. Sedangkan activities dapat diartikan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam berkesenian.

1
Edie, Tri M. Tenun Ikat dan Songket, Jakarta: Pelita Hati, 2011, h.21
2
Hartono, dkk, Ilmu Budaya Dasar ,(Jakarta: PT Bina Ilmu,2004), Hlm. 32
3
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa,
Jakarta, 2007, hlm. 1316.
Dan terakhir artifact dapat diterjemahkan sebagai wujud seni melalui hasil
karya yang dihasilkan oleh manusia.4
Jadi seni adalah suatu karya yang dibuat oleh manusia yang di dalamnya
terdapat unsur-unsur estetika atau keindahan. Seni dapat dinilai dari intisari
ekspresi dan kreativitas yang ada pada karya ciptaan manusia itu sendiri
sehingga seni juga dapat diartikan sebagai ilmu pasti, suatu ekspresi perasaan
manusia yang memiliki unsur keindahan di dalamnya dan diungkapkan
melalui suatu media yang sifatnya nyata, baik itu dalam bentuk nada, rupa,
gerak, dan syair, serta dapat dirasakan oleh panca indera manusia.
Pengertian Budaya, budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia, dalam
bahasa inggris kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata latin colere
yaitu mengolah atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani, kata culture juga kadang sering diterjemahkan sebagai “Kultur”
dalam bahasa Indonesia.5
Kuntjaraningrat berpendapat di dalam bukunya Kebudayaan, Mentalitas
dan Pembangunan bahwa “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta
buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal, sehingga
menurutnya kebudayaan dapat diartikan sebagai hal- hal yang bersangkutan
dengan budi dan akal, ada juga yang berpendapat sebagai suatu perkembangan
dari majemuk budi- daya yang artinya daya dari budi atau kekuatan dari akal.6
Sementara Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi merumuskan
kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan
masyarakat.7
Pengertian tenun, dalam KBBI tenun adalah hasil kerajinan yang berupa
bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas, sutra, dan sebagainya) dengan
cara memasuk-masukkan pakan secara melintang pada lungsin, adapun ikat

4
Mudji Sutrisno, dkk, Estetika Filsafat Keindahan, (Yogyakarta: Kanisius,1993), Hlm. 29
5
Muhaimin, Islam dalam Bingkai Buduaya Lokal;Potret dari Cirebon (Jakarta : Logos, 2001). h. 153
6
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1993), hal 9.
7
J Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar (Bogor : GHalia Indonesia, 2006) 21.
tali (benang, kain, dan sebagainya) untuk mengebat (menyatukan, memberkas,
menggabungkan): -- barang itu sudah lepas, sedangkan tenun ikat adalah
salah satu teknik bertenun, seperti yang terdapat di Nusa Tenggara.8
Tenun merupakan proses pembuatan kain dengan menggabungkan
benang-benang yang melintang memanjang maupun melebar.9 Senada
dengan pendapat tersebut Poespo menyatakan bahwa “kain tenunan
dibuat dengan menyilangkan benang-benang membujur menurut
panjang kain (benang lungsi) dengan isian benang melintang menurut
lebar kain (benang pakan)”.10
Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya tenun Indonesia berupa kain
yang ditenun dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang
sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna alami. Alat
tenun yang dipakai adalah alat tenun bukan mesin. Kain ikat dapat
dijahit untuk dijadikan pakaian dan perlengkapan busana, kain pelapis
mebel, atau penghias interior rumah.
Sebelum ditenun, helai-helai benang dibungkus (diikat) dengan tali
plastik sesuai dengan corak atau pola hias yang diingini. Ketika dicelup,
bagian benang yang diikat dengan tali plastik tidak akan terwarnai.
Tenun ikat ganda dibuat dari menenun benang pakan dan benang
lungsin yang keduanya sudah diberi motif melalui teknik pengikatan
sebelum dicelup ke dalam pewarna.

C. PEMBAHASAN
1. Sejarah Ragam Hias Kain Tenun Ikat Nusantara
Kain-kain tenun yang dihasilkan dari masa ke masa memperlihatkan
betapa tingginya kemampuan seni hias yang dimiliki masyarakat
Nusantara. Bahkan dapat dikatakan bahwa Nusantara memiliki khazanah
keanekaragaman teknik dan seni kain yang terlengkap di muka bumi ini.
Setiap daerah, bahkan lingkungan masing-masing memiliki ungkapan
keindahan dalam membuat dan menghias kain-kain kebutuhan

8
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa,
Jakarta, 2007, hlm. 1500.
9
Affendi, Yusuf dkk, Tenunan Indonesia. Jakarta: Yayasan harapan Kita, 1995
10
Puspo, Goet.. Pemilihan Bahan Tekstil. Yogyakarta: Kanisius, 2009, h.26
masyarakatnya. Ada daerah yang hanya bertenun, ada pula yang
menggunakan teknik-teknik sulam, sungkit, manikmanik, perca, celup, dan
berbagai ragam gabungannya. Namun yang paling banyak digunakan
sejauh ini, khususnya dalam bidang menghias, adalah tenun ikat dan
songket.
Tenun ikat dikerjakan hampir di seluruh wilayah Nusantara dan
dianggap telah berkembang di pulau Jawa sekurang-kurangnya sejak abad
10. Menurut sejarah, sebutan “Tenun Ikat” diperkenalkan pertama kali oleh
seorang ahli etnografi Indonesia dari Belanda, G.P Rouffaen sekitar tahun
1900. Rouffaen meneliti cara pembuatan ragam hias dan sekaligus proses
pencelupan atau pewarnaan membentuk pola ragam hias sesuai dengan
ikatan yang ada. Untuk nama tekhnik ini, Rouffaen meminjam istilah
bahasa Melayu yakni “Ikat” sehingga disebut “Tenun Ikat”.11
Sejak jaman prasejarah, Nusantara telah mengenal tenunan dengan
corak yang dibuat dengan cara ikat lungsi. Daerah penghasil tenunan ini
antara lain pedalaman Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Nusa
Tenggara Timur. Menurut para ahli, daerah-daerah tersebut tercatat paling
awal dalam mengembangkan corak tenun yang rumit ini. Mereka
mempunyai kemampuan untuk membuat alat-alat tenun, menciptakan
corak dengan mengikat bagian-bagian tertentu dari benang, dan mengenal
pula pencelupan warna. Aspek-aspek kebudayaan tersebut oleh para ahli
diperkirakan dimiliki oleh masyarakat yang hidup pada dalam zaman
perunggu di masa prasejarah Nusantara, yaitu sekitar abad 8 sampai abad
2 sebelum Masehi. Ada beberapa cara untuk melakukan teknik tenun ikat.
Namun pengertian mendasar tentang tenun ikat adalah mengikat bagian-
bagian tertentu dari benang agar tidak terkena zat pewarna saat dicelup.
Bagian-bagian yang tidak terikat akan berubah warna
Teknik ikat mulai diperkenalkan ke Eropa sekitar tahun 1880 oleh
Prof. A.R. Hein dengan nama ikatten. Sejak itu pula istilah ‘ikat’ menjadi
popular di mancanegara serta dianggap sebagai istilah internasional untuk
menyebutkan jenis tenunan dengan menggunakan teknik ini.

11
Arby dkk., Album Seni Budaya Nusa Tenggara Timur, Departemen Pendidikan & Kebudayaan.
1995, h.8
2. Jenis Kain Tenun Ikat
Ada tiga jenis tenun ikat, yaitu tenun ikat lungsi, tenun ikat pakan,
dan tenun ikat ganda. Tenun ikat lungsi adalah corak pada latar kain yang
timbul karena ikatan pada susunan benang lungsi. Adapun tenun ikat
pakan adalah corak pada latar kain yang timbul karena ikatan pada
susunan benang pakan. Adapun tenun ikat ganda merupakan corak pada
latar kain yang terlihat karena adanya ikatan pada susunan benang lungsi
dan pakan.
Proses mengikat dilakukan sebelum benang dicelup. Adapun
seluruh pekerjaan dilakukan sebelum penenunan dimulai. Benang tenun
yang pertama dikenal, selain yang berasal dari serat rumput-rumputan,
adalah yang terbuat dari serat kapas. Serat ini dipilin, kemudian dipintal
dengan jentera untuk dijadikan benang. Kapas yang sudah menjadi benang
terbagi dalam dua jenis, yaitu kelompok benang yang akan dijadikan
benang lungsi dan kelompok benang pakan. Kelompok benang lungsi
tersusun secara vertikal pada alat tenun, sedangkan kelompok benang
pakan menjalin susunan benang lungsi secara horizontal. 12

Benang pakan atau lungsi yang akan diberi corak kemudian disusun
pada dua buah kayu di bagian atas dan bawah, atau tonggak kiri dan
kanan. Bagian-bagian yang akan bercorak diikat rapat-rapat sampai kedap
zat pewarna. Setelah proses pengikatan selesai, benang dicelup ke dalam
cairan pewarna. Selanjutnya benang dijemur, setelah kering ikatan dibuka.
Barulah, tampak bagian-bagian yang terikat masih mempertahankan
warna asli benang. Corak benang-benang ini tampil dengan kontur yang
tegas, karena bagian-bagian yang tidak diikat sudah berwarna sesuai
warna celupan. Proses pencelupan dapat dilakukan lebih dari satu kali
sesuai dengan nuansa warna dan tampilan corak yang diinginkan.
Teknik ini memiliki ciri khas, yaitu garis luar (kontur) corak yang
agak bergeser (distorsi), sehingga tampak tidak tegas. Arah pergeseran ini
bergantung pada arah ikatan pada benang. Tenun ikat lungsi
menghasilkan distorsi ke arah vertikal, sedangkan ikat pakan bercorak
dengan distorsi ke arah benang pakan, yaitu horizontal.
Corak yang dihasilkan dengan menggunakan teknik ikat ganda
adalah corak yang berasal dari ikatan benang lungsi dan benang pakan.

12
Cut Kamaril Wardhani, TEKSTIL, Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, 2005, h. 128
Teknik ini membutuhkan ketekunan dan ketelitian yang sangat tinggi
karena benangbenang yang belum ditenun sudah diberi corak. Pada saat
penenunan benang-benang tersebut diharapkan dapat bertemu pada titik
corak yang sama.13
Pekerjaan mengikat memerlukan kesabaran, ketelitian dan
ketekunan. Ini biasanya dikerjakan oleh kaum perempuan. Ada perempuan
yang mempunyai keahlian khusus memintal benang, sedangkan yang
lainnya bergalaman dalam pekerjaan mengikat. Adapun perempuan yang
lainnya mungkin memiliki keahlian menenun. Namun biasanya pekerjaan
mengikat dan menenun dilaksanakan oleh satu orang.
Wilayah-wilayah di Nusantara yang secara tradisional membuat
kain-kain dengan teknik tenun ikat lungsi antara lain di Sumatera Utara,
Kalimantan, Toraja, Halmahera, Nusa Tenggara Timur, dan kepulauan
Tanimbar. Adapun teknik tenun ikat pakan terdapat di Aceh, Sumatera
Barat, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan dan Tenggara. Ada juga daerah-daerah yang
menghasilkan kain-kain teknik ikat lungsi dan ikat pakan, yaitu antara lain
di Gresik, Bali dan Donggala.
Kain-kain dengan teknik ikat ganda termasuk teknik yang langka di
dunia. Selain hanya di beberapa tempat di India dan Jepang, kain dengan
teknik ini dulu dibuat di desa Tenganan, Bali dan di Lamongan, Jawa
Timur. Hingga kini kain-kain yang dibuat dengan teknik ikat ganda
senantiasa masih diminati banyak orang baik untuk kepentingan adat dan
kepercayaan, maupun sebagai cenderamata dan koleksi.14
Sebagaimana ragam hias yang terbentuk melalui proses rekarakit,
corak tenun ikat sangat terkait pada jalinan benang ke arah vertikal dan
horizontal. Keadaan ini mengakibatkan bentuk ragam hias cenderung kaku
dan geometris. Namun hal ini tidak menghalangi daya cipta penenun dalam
mengungkapkan bentuk dan corak yang diinginkan. Keterbatasan ini
justru mendorong untuk berkreasi menampilkan aneka bentuk alam.
Corak manusia, misalnya, tampil dalam bentuk yang sangat geometris dan
sederhana (stilasi), serta sarat dengan makna simbolis. Ragam hias ini
merupakan corak yang dikeramatkan dan tidak dapat dianggap sebagai

13
Ibid., h. 129
14
Ibid,. h. 132
hiasan biasa. Demikian pula bentuk-bentuk geometris lainnya, seperti
mata panah pada ulos Mangiring. Bentuk itu melambangkan ‘iringan’ adik-
adik yang diharapkan akan hadir setelah bayi pertama lahir.

3. Kain Tenun Beberapa Daerah Nusantara


a. Kain Tenun Ikat Flores
Desa Sikka, Lio dan Ende di Flores, Nusa Tenggara Timur
merupakan daerah sentra khusus pembuatan kain tenun ikat khas
Flores. Hampir semua proses pembuatannya dilakukan secara
tradisional dan tanpa mesin. Mulai dari pengolahan biji kapas,
pemintalan, pewarnaan hingga menjadi sehelai kain ikat. Pewarnaan
kain masih menggunakan bahan-bahan alami yang berasal dari berbagai
jenis tanaman. Dari tanaman-tanaman ini tercipta 11 warna yang konon
semakin lama usia kain, warnanya akan makin tampak lebih indah.15
Setiap daerah di Flores memiliki motif dan corak kain tenun yang
berbeda sesuai dengan etnis, adat, budaya dan religi daerah setempat.
Kain tenun Sikka cenderung berwarna gelap seperti hitam, cokelat dan
biru dengan motif khas okukirei (kisah nenek moyang Sikka yang
pelaut), dan motif mawarani (corak bunga mawar yang dulu khusus
untuk putri-putri kerajaan Sikka). Kain tenun Ende lebih banyak warna
cokelat dan merah dengan ciri khas menggunakan satu jenis motif di
tengah kain. Sementara itu kain tenun Lio memiliki motif langka
omembulu telu (tiga emas) yang diyakini dapat membuat pemiliknya
menjadi kaya raya.
b. Kain Tenun Ikat Bali
Bali yang eksotis tidak hanya terkenal sebagai tujuan wisata
tingkat dunia, tapi juga kaya akan warisan karya seni, salah satunya
adalah seni wastra: tenun ikat. Pada awalnya kain tenun ini hanya
digunakan oleh para orang tua dan kalangan bangsawan saja, tapi kini
hampir semua lapisan masyarakat Bali mengenakannya baik untuk
pakaian sehari-hari maupun upacara besar keagamaan.
Ada beberapa jenis kain tenun ikat Bali yang sudah sangat
terkenal, yakni Tenun Gringsing, Kain Songket dan Endek Bali.

15
Veronika Lanu dkk, perancangan buku referensi pembuatan tenun ikat tradisional bagi kalangan
remaja di kabuapten sikka kepulauan flores sebagai bentuk pelsetarian budaya lokal.
Pembuatan kain Endek cukup unik, salah satu prosesnya disebut
dengan nyantri, yaitu menggoreskan warna dengan kuas bambu pada
bagian-bagian ragam hias tertentu. Unikya, pembuatan kain Endek Bali
masih menggunakan ritual khusus.16
Selanjutnya adalah Kain Tenun Gringsing yang dibuat dengan
menggunakan teknik tenun ikat ganda dan memerlukan waktu 2-5
tahun untuk proses pembuatannya. Kain tenun ini memiliki ragam
khusus dan memiliki motif dan warna sesuai fungsinya dalam ritual
khusus seperti potong gigi, pernikahan, dan upacara keagamaan lain.
Sementara itu, kain songket Bali digunakan oleh pengantin kalangan
bangsawan dengan motif timbul dan detail.
c. Kain Sulam Karawo
Kain sulam Karawo berasal dari Gorontalo. Proses pembuatannya
dihasilkan melalui sulam tangan dan dilakukan secara personal. Kain
sebagai media sulaman akan diiris atau dilubangi dengan cara
mencabut serat benang sesuai dengan pola motif sulaman. Proses
pengerjaan kain ini bisa memakan waktu hingga 1 bulan tergantung
pada kerumitan motif kain.
Berbagai motif dan desain yang bernilai seni tinggi menjadikan
Sulam Karawo produk budaya berharga dan komoditas unggulan khas
Gorontalo. Selain untuk pakaian, kain khas Gorontalo ini bisa juga
ditemukan pada sapu tangan, kipas, peci, taplak meja, dan beragam
aksesori lainnya.17
d. Kain Sutra Bugis
Ketika berkunjung ke Bugis, Sulawesi Selatan, Anda akan
menemukan kain tradisional berupa sarung yang terbuat dari sutera
yang ditenun. Pusat pembuatan kain tenun berada di Sengkang,
sedangkan pengembangbiakan ulat sutra berada di desa Tajung. Kain
sutra dalam bahasa Bugis disebut sabbe, diproduksi dengan alat
bertenaga manusia.
Menurut cerita legenda masyarakat Bugis, keterampilan menenun
ini diilhami dari sehelai sarung yang ditinggalkan para dewa di pinggir
danau Tempe. Hal inilah yang kemudian membuat desa-desa di

16
Putu Sukardja, industri kain tenun di., universitas udayana, 2016 h.10
17
Rahmatiah, Sulam Karawo: Konstruksi Identitas Budaya Gorontalo, Jurnal Ideas, Vol 3, 2017, h.9
pinggiran desa Danau Tempe menghasilkan kain tenun Bugis.
Kekhasana Sutra sengkang terletak pada motif yang dimiliki, beberapa
diantaranya adalah Balo Tettong (bergaris atau tegak), Makkalu
(melingkar), Mallobang (kotak kosong), Balo Renni (kotak kecil) dan
Bombang (corak zigzag).
Tentu saja, dengan bahan sutra, kain tenun ini menjadi karya
yang mewah dan elegan. Dalam budaya Bugis, kain tenun ini melengkapi
baju bodo, pakaian tradisional masyarakat Bugis. Motif kotak-kotak
menjadi wujud yang sering muncul, dan, di zaman dulu,
menggambarkan status perkawinan seseorang. Kotak-kotak kecil
berwarna cerah yang disebut Balo Renni biasanya dipakai oleh wanita
yang belum menikah. Motif kotak-kotak besar berwarna terang atau
keemasan yang disebut Balo Lobang biasanya dipakai oleh laki-laki yang
belum menikah. Pusat-pusat pembuatan tenun sutra Bugis yang
terkenal misalnya Mandar dan Sengkang, dengan pusat pemakaian
dalam rangkaian adat di wilayah Bone.18
e. Kain Sasirangan
Sasirangan merupakan kain cantik yang dihasilkan dari
pulau Kalimantan, tepatnya Banjarmasin. Cara pembuatannya
cukup unik, kain digambar dengan motif yang dinginkan,
kemudian dijahit sesuai pola. Setelah dijahit, benang jahitan
ditarik dengan kencang sehingga kain mengerut dan membentuk
motif yang khas.
Berbagai motif yang istimewa dapat Anda temukan dalam
kain ini, misalnya motif bintang berhambur, sari gading, kambang
tampuk, turun dayang, bayam raja, jajumputan, dan masih
banyak lagi. Dulunya kain ini digunakan untuk upacara adat,
namun kini pemakaiannya sudah lebih bervariasi. Jika Anda
berkunjung ke Kalimantan Selatan, mampirlah ke pasar
Martapura yang menjadi pusat penjualan kain Sasirangan.19

18
Sulvinajayanti dkk, Makna pesan komunikasi motif kain sutera sengkang pilihan konsumen di kota
makassar, Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015. h.37
19
Zaidan Almas, Nilai-nilai dalam motif kain sasirangan, Jurnal Socius,2018, h.215
f. Kain Tapis
Kain Tapis berasal dari Lampung dengan teknik tenun
menggunakan peralatan yang masih tradisional. Pakaian wanita suku
Lampung ini berbentuk sarung dan terbuat dari tenunan benang kapas
dengan motif atau hiasan benang perang atau benang emas yang
disulam. Motif yang sering digunakan biasanya adalah motif flora dan
fauna.
Salah satu jenis kain Tapis yang juga tidak kalah menarik adalah
kain Palepai. Kain yang berasal dari Pugung Tampak Krui Lampung ini
dulunya hanya dimiliki oleh keluarga bangsawan. Palepai merupakan
kain kapan dengan ukuran hingga lebih dari tiga meter dengan motif
kapal yang melambangkan perjalanan hidup manusia sejak lahir sampai
menutup mata. Kain Tapis merupakan tenunan yang terdapat di daerah
Lampung. Dengan tetap menggunakan alat tradisional, pembuatan kain
ini mencerminkan imaji dan kepribadian pembuatnya.
Tradisi kain mengakar pada tradisi orang Lampung. Pembuatan
berlangsung di rumah, dan selama berbulan-bulan—tidak heran imaji
dan kepribadian pembuat merasuk ke karyanya. Watak sabar, teliti,
indah dengan segera muncul dalam karya-karya yang indah.
Motif zigzag, hewan, bunga, berpadu dengan alur tenunan,
sekaligus ditangkap sebagai ekspresi spiritual mengenai keselarasan
hidup manusia dengan alamnya.20
g. Kain Ulos
Kain Ulos merupakan bagian dari kebudayaan dan tradisi yang
kental dari masyarakat Batak. Karena itulah kain ini selalu hadir dalam
setiap upacara adat. Bahkan, jika dalam suatu upacara adat ada yang
tidak memakai ulos, makan upacara tersebut dianggap tidak sah karena
kain ini merupakan simbol restu, kasih sayang, dan persatuan.
Ada beberapa macam ulos yang dikenal dalam adat Batak,
diantaranya adalah ulos Ragidup yang biasa diberikan oleh orang tua
pengantin wanita kepada ibu pengantin pria, Ragihotang yang biasa
digunakan untuk mengafani jenazah dan ulos Sibolang yang dIgunakan
oleh pengantin pria pada upacara pernikahan adat Batak, serta ulos

20
Nenny Dwi Ariani dkk, Upaya pemerintah dalam melindungikain tapis dan siger lampung
sebagaiekspresi budaya tradsional Volume 12, Nomor1, Tahun 2016, Jurnal Law reform, h.73
Maratur dengan motif garis-garis yang menggambarkan burung yang
melambangkan harapan agar setelah kelahiran anak pertama, akan
menyusul anak-anak lain sebanyak burung yang terlukis di kain ulos.
Perlambang yang sangat kaya muncul dalam ulos. Dengan dominasi
warna merah, hitam dan putih, dan kombinasi benang warna emas atau
perak, kita menemukan komunikasi simbol.
Beberapa jenis ulos yang dikenal misalnya ulos ragidup (ulos
lambang kehidupan), ulos ragihotang (ulos untuk mengafani jenazah
atau membungkus tulang belulang dalam upacara penguburan kedua
kalinya, atau upacara mangokal holi), ulos sibolang (ulos penghormatan
atau mabolang-bolangi terhadap pihak-pihak dalam pernikahan adat
seperti terhadap orang tua pengantin perempuan dan ayah pengantin
laki-laki).21
Dalam kehidupan keseharian, ulos digunakan dalam peristiwa
besar, dari kelahiran, pernikahan dan kematian. Dalam rentang itu, ulos
adalah simbol kehangatan hidup. Terhadap ibu yang sedang
mengandung, ulos ini diberikan persis untuk memunculkan simbol
kehangatan hidup, disertai dengan upaya batin supaya bayi dan ibu
selamat.
h. Kain Songket
Kain songket berasal dari daerah Sumatera dan sudah sering
menjadi cinderamata untuk para turis asing. Pusat kerajinan songket
yang terkenal adalah dari kota Palembang dan karya songket yang paling
terkenal berasal dari Sumatera Barat karena dibuat dengan
menggunakan benang emas. Konon kain ini seringkali dikaitkan dengan
masa kegemilangan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera.
Karena pembuatannya yang rumit, kain songket memiliki nilai
jual yang sangat tinggi. Kain songket dibuat dengan cara ditenun dengan
menggunakan benang helai demi helai hingga menjadi satu lembar kain
utuh yang cantik. Kain songket ditenun dengan menggunakan teknik
menambah benang pakan sebagai hiasan, yaitu dengan menyisipkan
benang perak, emas, tembaga atau benang warna di atas benang lungsi.

21
Yana Erlyana, Kajian visual keragaman corak pada kain ulos, Dimensi DKV, Vol.1-No.1 April
2016, h.38
Ada kalanya kain songket memiliki corak penuh dengan
beragam hiasan atau beberapa bagian kain saja yang terkadang dipadu
dengan teknik ikat. Motif kain songket biasanya berbentuk geometris
flora dan fauna. Beberapa motif bunga seperti melati, mawar, dan
tanjung melambangkan kesucian, keanggunan dan segala kebaikan.
Kain Songket termasuk kain mewah yang biasa digunakan oleh para
bangsawan saat perayaan atau pesta. Merupakan bagian dari tradisi
panjang melayu, kain ini melintasi berbagai kebudayaan di jazirah
Sumatera, termasuk yang dijumpai di wilayah Minangkabau. Kata
“songket” berparalel dengan “sungkit” dalam bahasa Melayu yang berarti
“mengait”.22
i. Kain Batik
Batik adalah kain yang sudah dikenal hingga mancanegara.
Batik sudah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia dari
Indonesia oleh UNESCO. Yang membuat batik begitu terkenal adalah
cara pembuatannya yang unik dan keindahan ragam motif yang
digunakan.
Seni dan kerajinan batik sudah diwariskan dari jaman dahulu
hingga kini. Pada dasarnya, batik merupakan seni lukis menggunakan
canting dengan malam atau lilin cair yang kemudian diberi warna. Batik
dari setiap daerah memiliki bentuk dan ragam hias yang berbeda-beda.
Beberapa daerah yang terkenal dengan kerajinan batiknya antara lain
adalah Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan Cirebon.
Tiga motif batik yang terkenal dari Yogyakarta antara lain adalah
batik Kawung dengan pola bulatan mirip buah kawung yang disusun
rapi secara geografis dan melambangkan keperkasaan dan keadilan,
batik Parang Kusumo yang biasa digunakan sebagai kain tukar cincin
dalam sebuah pernikahan dan mengandung makna kehidupan harus
dilandasi dengan perjuangan dan usaha mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, ibarat keharuman bunga, dan yang terakhir adalah batik
Truntum yang merupakan ciptaan permaisuri Sunan Paku Buwana III
yang melambangkan makna cinta yang, tulus, abadi dan semakin lama

22
Maria Ulfa, Studi bentuk, motif, teknik dan warna tenun songket kota lubuklinggau sumatera
selatan, h. 2
semakin tumbuh subur dan biasa digunakan oleh orang tua pengantin
di hari pernikahan.23

D. KESIMPULAN
Seni dan budaya kain tenun merupakan tradisi khas Indonesia yang di
dalamnya banyak terkandung nilai-nilai budaya. Kain tenun menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Kain tenun merupakan
salah satu bagian dari warisan budaya dan pakaian bangsa Indonesia yang
sudah dikenal dari jaman prasejarah. Tenun ikat atau kain ikat adalah kriya
tenun Indonesia berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan atau
benang lungsin yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam zat pewarna
alami.
Ada tiga jenis tenun ikat, yaitu tenun ikat lungsi, tenun ikat pakan, dan
tenun ikat ganda. Banyak terdapat ragam hias pada tenun ikat nusantara di
berbagai daerah seperti kain tenun ikat flores, kain tenun ikat bali, kain sulam
karawo, kain sutra bugis, kain sasirangan, kain tapisulos, kain songket, kain
batik.

23
Kartini Parmono nilai kearifan lokal dalam batik tradisional kawung , Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor
2, Agustus 2013, h. 134
Daftar Pustaka

Affendi, Yusuf dkk.. Tenunan Indonesia. Jakarta: Yayasan harapan Kita


1995
Arby, Aurura; Alexander, Bell & Soleman, Bessie. 1995. Album Seni
Budaya Nusa Tenggara Timur. Departemen Pendidikan &
Kebudayaan.
Edie, Tri M.. Tenun Ikat dan Songket.Jakarta: Pelita Hati 2011
J Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia; Suatu Pengantar (Bogor :
Ghalia Indonesia, 2006)
Kartini Parmono nilai kearifan lokal dalam batik tradisional kawung ,
Jurnal Filsafat Vol. 23, Nomor 2, Agustus 2013
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1993)
Longman dan J. H de bussy. 1973. Material and Tecnology Volume VI
Wood, Paper, Textiles, Plastic and Photographic Materials.
Amsterdam: De Bussy Ellerman Harms N. V.
Muhaimin, Islam dalam Bingkai Buduaya Lokal;Potret dari Cirebon
(Jakarta : Logos, 2001).
Nenny Dwi Ariani dkk, Upaya pemerintah dalam melindungikain tapis
dan siger lampung sebagaiekspresi budaya tradsional Volume 12,
Nomor1, Tahun 2016, Jurnal Law reform
Prosiding narasi seminar nasional bahasa dan sastra indonesia (Bahasa
dan Sastra Indonesia Responsif Budaya untuk Penguatan
Karakter Bangsa di Era Industri 4.0)
Puspo, Goet. 2009. Pemilihan Bahan Tekstil. Yogyakarta: Kanisius.
Putu Sukardja, industri kain tenun di., universitas udayana, 2016
Rahmatiah, Sulam Karawo: Konstruksi Identitas Budaya Gorontalo,
Jurnal Ideas, Vol 3, 2017
Sulvinajayanti dkk, Makna pesan komunikasi motif kain sutera
sengkang pilihan konsumen di kota makassar, Jurnal Komunikasi
KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015
Yana Erlyana, Kajian visual keragaman corak pada kain ulos, Dimensi
DKV, Vol.1-No.1 April 2016
Zaidan Almas, Nilai-nilai dalam motif kain sasirangan, Jurnal
Socius,2018.

Anda mungkin juga menyukai