Anda di halaman 1dari 13

Analisis Motif Kain Tradisional Indonesia:

Pemaknaan Visualisasi Abstrak hingga Naturalis

Ira Adriati Winarno


Visual Art Department– FSRD ITB

Abstract
Indonesia is a country with various cultures. One of cultural product that interesting to be analysis is textile.
Indonesian traditional textiles are made by weaving and batik techniques. Traditional textiles have a deep
philosophical meaning related to the human existence in the universe. Traditional textiles have various motifs. It is
interesting to analyze the meaning of the motifs of Indonesian traditional textile. The approaches of this research are
traditional Indonesian aesthetics and cultural approach. Traditional textile motifs can be categorized into geometrics,
figurative, and naturalist motifs. The motifs are influenced by textile making techniques. For instance, weaving
technique has limitation in motif type. Weaving technique produces geometrics motif. The other technique is batik that
has freedom to produce various motifs for textile. The original Indonesian textile motifs generally are abstract motives.
Figurative and naturalist motifs emerge after the entrance of other culture influence. Based on visualization analysis,
abstract motif has deep meaning related to people life philosophy. Some of figurative motifs have philosophical meaning,
but naturalist motifs generally do not have philosophical meaning in Indonesian people.

Keywords: traditional textile, motif, abstract, figurative, naturalist.

PENDAHULUAN Sungguh tak ada satu pun tempat di


Indonesia karena lokasinya sejak awal dunia ini – kecuali Asia Tengah –
telah bersinggungan dengan budaya-budaya luar. yang, seperti halnya Nusantara,
Orang-orang Cina, India, Persi, Arab, Asia menjadi tempat kehadiran hampir
Tenggara, Eropa, masuk perairan Indonesia, semua kebudayaan besar dunia,
berinteraksi di kota-kota niaga Indonesia, dan berdampingan atau lebur menjadi
meninggalkan jejak-jejak budayanya. Pluralisme satu. Sekitar seribu tahun lamanya,
budaya primordial Indonesia, mengakibatkan dari abad ke-5 sampai ke-15,
perkenalan dengan budaya-budaya luar itu, kebudayaan-kebudayaan India
membangun transformasi budaya masing- mempengaruhi Sumatera, Jawa, dan
masing. Budaya-budaya transformatif di wilayah- Bali, bersamaan dengan dataran-
wilayah primordial ini juga saling berinteraksi dataran rendah yang luas di
serta menghasilkan bentuk-bentuk budaya Semenanjung Indocina. Namun,
transformasi baru di masing-masing lokasi sejak abad ke-13, dan terutama sejak
(Sumardjo, 2002, 75). abad ke-15, dua pengaruh lain mulai
Bagaimana Nusantara atau Indonesia ini terasa menguat yaitu Islam dan
menjadi tempat pertemuan kebudayaan- Cina. Peradaban Eropa yang hadir
kebudayaan besar di dunia, dituliskan oleh ahli sejak abad ke- 16.
sejarah Denys Lombard (2000, 1):
Selanjutnya Denys Lombard menekankan Indonesia dengan nilai filosofis yang mendasari
bahwa kawasan Nusantara itu, sebagaimana pembuatannya. Teknik pengumpulan data
halnya Cina, bukan sebuah “kasus khusus” melalui kaji pustaka dan observasi. Dipilih
sejarah dunia, tetapi letak geografisnya secara sampel penelitian kain-kain dari berbagai daerah
khusus menekankan fungsinya sebagai di Indonesia yang dapat memperlihatkan
persilangan, dalam arti titik pertemuan. Di keragaman motif dan maknanya.
sinilah terdapat laboratorium yang hebat untuk
mengkaji konsep pengaruh, dan terutama 2.1 Teori
konsep tradisi, akulturasi dan etnisitas, yang Seni rupa tradisi Indonesia
dewasa ini melanda ilmu-ilmu tentang dunia keberadaannya selalu erat kaitannya dengan
(ibid, 2). fungsi spiritual dalam masyarakatnya. Kain di
Indonesia yang dibuat dengan teknik tenun serta
Budaya asing mempengaruhi budaya asli kain yang motifnya dibuat dengan teknik batik,
seringkali masuk melalui perdagangan. Pada keberadaannya secara historis berkaitan dengan
awalnya masyarakat asli tidak bertemu langsung, filosofis kehidupan masyarakatnya. Dalam
melainkan berinteraksi melalui artefak atau hasil tulisan ini akan dipaparkan nilai estetis Timur
budaya material suatu kebudayaan. Salah satunya yang berkaitan dengan kain batik maupun tenun
artefak kain yang terdapat di daerah Toraja. yang ada di Indonesia. Sumber konsep tersebut
Pengaruh budaya India diperoleh melalui berasal dari pemaparan Jakob Sumardjo dan
perdagangan masyarakat Sulawesi dengan Nian Djoemena.
pedagang Belanda.
2.1.1 Ulos
Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa Ulos adalah kain tenun Batak yang
hasil budaya Indonesia mendapat banyak berbentuk selendang, dengan panjang dan lebar
pengaruh dari berbagai budaya luar. Salah satu tertentu. Setiap tenun ulos berpola hias. Pola
artefak budaya Indonesia yang telah ada sejak hias ini mengikuti struktur yang dibentuk oleh
periode neolitikum adalah kain. Tulisan ini garis-garis vertikal dan horizontal, yang terbagi-
mencoba menganalisis motif hias yang terdapat bagi dalam bidang-bidang warna. Di atas bidang-
dalam kain di kawasan Indonesia. bidang warna itulah ditenun bentuk-bentuk
ragam hiasnya, atau beberapa jenis kain ulos
2. Metodologi membiarkannya tanpa motif ragam hias. Pada
Penelitian ini menggunakan metode prinsipnya hanya dikenal tiga jenis warna yang
analisis kualitatif. Teori yang digunakan merupakan lambang spiritual, yakni warna putih,
berkaitan dengan nilai estetis timur, khususnya hitam, dan merah.Putih adalah warna Dunia
teori yang berkaitan dengan kain tradisional
Atas, hitam warna Dunia Bawah, dan merah dan makna, dan dijadikan lambang yang
warna Dunia Tengah (Sumardjo, 2002, 134). mencerminkan serta unsur-unsur kepercayaan,
Pada alam pikiran Indonesia Lama, keagungan alam semesta ciptaan Yang Maha
benda lambang itu tidak harus mempunyai Kuasa, pemujaan pada leluhur, falsafah hidup,
hubungan dengan empirik, tetapi langsung harapan, tauladan, peringatan, dan sebagainya.
berhubungan dengan arti idea dan spiritualnya. Di samping itu dijadikan pegangan dalam
Inilah sebabnya ragam hias geometrik amat menjalani kehidupan disertai harapan akan
umum dipakai dalam lambang-lambang religi memberi kehormatan, keluhuran budi,
Indonesia Lama. Meskipun tidak menutup perlindungan dan kemakmuran bagi pemakai
kemungkinan adanya peniruan bentuk-bentuk (Djoemena, 2000, 43).
yang empirik (gambar manusia, binatang,
tumbuhan). Dengan demikian lambang-lambang Beberapa motif atau corak lurik yang
geometrik dan mimetik tidak harus dihubungkan sakral adalah Corak Kluwung/Klowong yang berarti
dengan arti empiriknya, tetapi langsung pada arti pelangi. Ada anggapan bahwa pelangi
spiritualnya (Sumardjo, 2002, 135). merupakan keajaiban alam dan ciptaan serta
tanda kebesaran Tuhan Maha Pencipta. Oleh
2.1.2 Lurik karena itu corak Kluwung dianggap sakral serta
Dalam bahasa Jawa kuno lorek berarti mempunyai tuah untuk menolak bala. Motif lain
lajur atau garis, belang dan dapat pula berarti adalah Telu-pat yang diciptakan oleh Sri Sultan
corak. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur kain Hamangku Buwono I. Motif tersebut berasal
tenun bercorak lajur atau lajuran dan belang-belang, dari bahasa Jawa telu (tiga) dan papat (empat),
akhirnya dinamakan kain lurik, berasal dari kata adalah corak lajuran yang berjumlah tujuh,
lorek, Mungkin karena corak kotak-kotak terdiri terdiri dari satu satuan kelompok dengan jumlah
dari garis-garis yang bersilang, maka corak empat lajur, dan yang satu lagi dengan jumlah
kotak-kotak atau cacahan dinamakan pula lurik. tiga lajur. Angka tujuh merupakan angka
Corak cacahan pada lurik umumnya berukuran keramat, yang dalam kepercayaan tradisional
kecil (Djoemena, 2000, 31). Jawa, Kejawen, melambangkan kehidupan dan
kemakmuran (Djoemena, 2000, 57 -62).
Sudah menjadi tradisi dan kebudayaan
bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa
Tengah dan Jawa Timur sebagai masyarakat
agraris dengan kebudayaan berlandaskan Hindu
Jawa, menciptakan berbagai corak dengan
maksud tertentu. Corak-corak yang diciptakan
ini yang dianggap karya agung yang diberi nama
demikian sedikitnya, terdiri dari dua setengah
kacu. Satu kacu adalah bentuk persegi empat.
Pola ini menggambarkan mancapat kalimo pancer
dengan empat arah ruang dan satu pusat tepat di
bagian tengah kacu. Ketika budaya sawah
mengenal konsep-konsep religi India, maka kacu
dapat berarti mandala. Mandala adalah lingkaran
(yang tak terbatas, absolut) yang berada dalam
persegi empat (terbatas). Mandala adalah
kesatuan yang transenden dan imanen. Dengan
ukuran dua kacu, maka terdapat dua pasangan
Gambar 1 Lurik Kluwung kembar mandala, yakni mandala bagian belakang
Sumber: Djoemena, 2000 badan dan mandala bagian depan badan.
Setengah kacu, selebihnya untuk wiron. Batik
2.1.3 Batik
adalah pola mandala membawa simbol paradoks,
Berdasarkan pemaparan Jakob
yakni hadirnya yang terbatas di dunia terbatas,
Soemardjo disebutkan bahwa seni batik
hadirnya yang transenden di dunia imanen,
merupakan produk pemikiran manusia sawah
hadirnya daya adikodrati di dunia kodrat,
dapat disimak dari motif-motif yang merupakan
menyatunya purusha dan pakerti.
simbol kosmologi mereka. Bukti otentitas itu
Di samping pola mandala, batik juga
terletak pada simbol-simbol gambar batiknya. Di
mengenal pola parang atau miring, berupa garis
samping itu juga pada lembaran kain yang
diagonal yang memenuhi seluruh bidang kain
dibakukkan untuk dibatik. Begitu pula proses
batik. Pola parang juga gambaran paradoks. Garis
pembatikan dapat dibaca sebagai bentuk ritual
diagonal merupakan harmoni antara garis
yang tidak berani dilanggar oleh pembuat batik.
vertikal dan horizontal. Garis diagonal adalah
Dalam pemakaiannya sebagai kain, batik
garis vertikal sekaligus garis horizontal.
memperhitungkan mana bagian badan belakang
Pembagian pola parangsama dengan pembagian
dan mana bagian badan depan. Sebagaimana
pola mandala, yakni satu kacu dibagi 2,
dikenal, bahwa kain batik letak depan dan
kemudian 4, 16, 32, 64. Banyaknya garis miring
belakang memiliki nilai yang berbeda.
atau diagonal dalam satu kacu dan dalam satu
Perhitungan bagian depan dan belakang
lembar kain batik tergantung pada pembagian
memiliki nilai yang berbeda. Perhitungan bagian
mandalanya, apakah mandala 4 bagian, 16
depan dan belakang terpola dalam lebanr kain
bagian dan sebagainya.
itu sendiri yang terdiri dari sedikitnya dua
Pengisian bidang-bidang miring biasanya
setengah kacu. Yang disebut kacu adalah bentuk
pola dualism antagonistik. Kehadiran pasangan
empat persegi. Sebuah kain batik dengan
dualistik semacam ini juga bermakna paradoks, Alam pikiran purba Austronesia ini
karena bentuk berlawanan tetapi kembar (saling kiranya masih lestari dalam alam pikiran orang
terbalik), disatukan dalam satu motif. Motif ini sawah di Jawa, sehingga pembatik hanya
dikenal sebagai batik parang (Sumardjo, 2010, dilakukan oleh perempuan. Begitu pula penenun
150) di daerah ladang. Bahkan penganyam dari
Berdasarkan pemikiran tersebut terlihat bahwa dedauann kering hanya dilakukan oleh
makna kain yang ada di Indonesia berkaitan perempuan (ibid, 147).
dengan nilai filosofis kehidupan mereka. Material yang digunakan sebagai kain di
Bentuk-bentuk yang muncul dalam motif kain beberapa daerah seperti di Minangkabau,
tidak sekedar hiasan, Sulawesi, dan Papua dimulai dengan kain yang
berasal dari kulit kayu, kemudian berkembang
2.2 Teknik Pengumpulan Data kemampuan dalam mengolah kapas sehingga
Teknik pengumpulan data dalam mampu membuat benang dan berlanjut dengan
penelitian ini menggunakan kaji pustaka dan kemampuan menenun.
observasi. Kaji pustaka berkaitan dengan teori Perkembangan motif pada kain di
estetika timur, kain dari berbagai daerah di Indonesia memperlihatkan bagaimana pengaruh
Indonesia. Observasi dilakukan pada beberapa luar memperkaya motif kain di Indonesia.
kain yang menjadi sampel penelitian ini. Pengaruh Hindu Budha melalui India, pengaruh
Observasi diperlukan untuk lebih mengetahui Cina dan kawasan Asia lainnya, pengaruh Islam
tekstur, dan pewarnaan pada kain sampel. dan dilanjutkan dengan pengaruh Eropa.
Perkembangan motif tersebut dapat dilihat pada
3. Kain Tradisional Indonesia motif batik maupun motif kain dengan teknik
Indonesia merupakan Negara Kepulauan tenun di berbagai kawasan di Indonesia. Pada
yang memiliki keragaman hasil budaya, salah akhirnya pengaruh-pengaruh tersebut
satunya keragaman jenis kain. Kain yang bertransformasi dengan budaya asli Indonesia
umumnya dibuat dengan teknik menenun sehingga memunculkan motif khas Indonesia
maupun membatik. Dalam budaya Indonesia, dengan perpaduan beragam budaya asing.
pembatik, penenun, penganyam pra-modern
dilakukan oleh perempuan. Semua ini 4. Analisis Pemaknaan Visualisasi Motif
berhubungan dengan bahan utamanya, yakni Kain Tradisional Indonesia
kain. Kain dalam artefak-artefak seni purba Masyarakat Baduy Luar memiliki tradisi
Indonesia merupakan simbol perempuan. Alam menenun dengan motif-motif geometris yang
pikiran primordial memaknai kain sebagai memiliki makna sesuai dengan filosofi
kategori perempuan (Sumardjo, 2010, 146). kehidupan mereka. Salah satu motif tajur pinang
yang digunakan oleh perempuan. Maknanya
berkaitan dengan keturunan yang memiliki budi
pekerti yang baik.

Gambar 3 Kampuh Songket


Sumber: Maxwell, 2003

Motif-motif kain yang geometrik


maupun motif abstrak di beberapa kawasan di
Indonesia umumnya memiliki makna filosofis
Gambar 2 Motif Tajur Pinang
yang terkait dengan pandangan hidup
Sumber: Maktufa, 2013
masyarakatnya. Salah satunya motif kain dalam
Motif kotak-kotak hitam putih pada kain suku Minangkabau Sumatera Barat. Motif kain
di Bali yang biasa digunakan untuk kelengkapan di kawasan tersebut berasal dari filosofis hidup
upacara, memiliki makna keseimbangan dari masyarakatnya yang masuk dalam adat mereka,
berbagai serangan. Motif lain di daerah Bali maupun motif yang berasal dari
menggunakan motif yang berasal dari cerita alam seperti motif flora dan fauna. Motif
Wayang Hindu. Misalnya tampak dalam kain geometrik yang sarat makna antara lain motif
saput songket atau kampuh songket, motif yang pada Kain Tangkuluak yang biasa digunakan
tampak adalah bentuk wayang, ikan, monyet, untuk menutup kepala di daerah Pandai
burung, gajah, ular, harimau, kala, dan boma. Sikek/Koto Baru, terdiri dari komposisi bentuk-
Kain tersebut memperlihatkan penggunaan bentuk geometrik yang sangat indah dengan
benang keemasan. Penggunaan motif yang erat benang perak. Dalam selembar kain tersebut
kaitan dengan nilai keagamaan Hindu tersebut terdapat beberapa makna yang diambil dari
memperlihatkan pengaruh dari agama Hindu bentuk kacang tanah yang terbelah atau disebut
dalam masyarakat Bali. balah kacang. Makna dari motif tersebut adalah
harus adanya keseimbangan dalam sikap seorang
yang berasal dari suku Minangkabau dalam
kehidupan ini. Motif lain adalah Barantai Bugih
yang merupakan pengulangan dari bentuk
permata. Terdapat Barantai Putiah dan Barantai
Merah. Bentuk tersebut mengandung makna
perlunya bekerja sama untuk mencapai kekuatan
dalam masyarakat Minangkabau.

Gambar 5 Kain Pua


Sumber: Taylor, 1991

Tenun di daerah Tana Toraja dikenal


tenun Galumpang yang dibuat di daerah
Galumpang Makki di Kabupaten Mamuju. Kain
tenun Galumpang digunakan sebagai porisitutu
yaitu kain yang digunakan untuk menutup peti
Gambar 4 Motif Kain Tangkuluak
Sumber: Summerfield, 1999 jenazah. Motif kain Galumpang berwarna alami
merah bata, biru tua dan biru muda dihiasi
Pua adalah kain upacara di Kalimantan dengan motif geometric membentuk dua anak
yang bermotif figur antropomorfik berpadu panah dengan arah berlawanan. Bentuk ini
dengan figur manusia dan abstraksi tumbuhan. merupakan lambing suatu kekuatan yang
Pua merupakan kain yang digunakan dalam berlawanan yang member arti bagi kehidupan
upacara-upacara adat penting masyarakat suku manusia, selain itu terdapat motif hias berbentuk
Iban di Kalimantan. Salah satu upacara penting leluhur.
adalah ketika para prajurit menyerahkan kepala
musuh kepada perempuan pemuka adat di
rumah panjang. Pembuatan motif tersebut
merupakan hasil pertemuan penenun dengan
roh nenek moyang dalam mimpi para penenun.

Gambar6 Motif Kain Galumpang untuk porisitutu


Sumber:Kartiwa, 2007
Masih di kawasan Toraja dikenal kain
yang diberi motif hiasan dengan teknik
melukiskan di atas permukaan kain. Nama kain
tersebut sarita dan maa. Kain tersebut
menunjukkan pengaruh dari kain patola India.

Gambar 8 Kain Tapis


Sumber: Taylor, 1991

Masuknya agama Islam ke kawasan


Indonesia memberikan pengaruh pada motif
kain di beberapa kawasan yang penduduknya
Gambar 7 Maa kemudian memeluk agama Islam. Penggunaan
Sumber: Maxwell, 2003
kaligrafi Arab menjadi salah motif kain yang
berkembang setelah Islam masuk. Kain Batik
Di kawasan Lampung terdapat jenis kain
dengan motif kaligrafi terlihat di kawasan Jambi,
tampan yang biasa digunakan dalam upacara adat.
Cirebon, dan Jawa Tengah. Di Aceh, kaligrafi
Motif yang tervisualisasikan dalam kain tersebut
Arab tampak pada kain ija tobulee kasab bungong
merupakan pengaruh dari China dan Thailand
kalimah yang ditenun dengan benang perak yang
dengan simbol-simbol visual yang bermakna
menuliskan pengulangan nama Allah.
pohon kehidupan maupun erat kaitannya
dengan filosofi Budha. Sebagai contohTampan
gaya pasisir dari Lampung memperlihatkan
upacara kelahiran bayi. Motif bentuk figuratif
manusia, hewan, tumbuhan, dan perahu.

Gambar 9 Motif kaligrafi Arab dalam ija tobulee


kasab bungong kalimah
Sumber: Maxwell, 2003
Motif batik di kawasan Priangan atau burung merak yang distilasi dengan warna cerah
kawasan Jawa Barat khususnya batik Ciamis, biru merah. Pedoman batik kacu dengan bagian
Garut, dan Tasikmalaya memperlihatkan tengah terlihat pada motif Mojang Priangan, hanya
kecenderungan penggunaan motif figuratif. saja motif pada bagian badan yang merupakan
Motif parang yang merupakan motif batik klasik stilasi kupu-kupu dan buanga-bunga tidak
dari Jawa Tengah menjadi salah satu motif klasik mengindikasikan makna lain di samping ingin
yang digunakan di Jawa Barat. Pengrajin batik di menonjolkan keindahan alam. Ditegaskan oleh
Jawa Barat menambahkannya dengan motif flora Pradito dkk (2010, 32), bahwa batik Garut tak
maupun fauna misalnya motif Rereng Suliga mengenal apa yang disebut dengan motif
perpaduan motif parang dengan motif kupu- larangan karena semata-mata digunakan untuk
kupu maupun motif Rereng Akar yang kebutuhan sandang sehari-hari yang dikenakan
merupakan komposisi motif parang dengan sebagai sinjang (kain panjang). Motif yang
motif tumbuhan. diambil dari flora fauna di sekitar dalam
aplikasinya menggunakan warna-warna yang
cerah dengan peletakkan komposisi menyerupai
batik Tionghoa atau batik pesisir dengan adanya
tipe batik Papangkah Latar Limar Bilik, atau
pengaruh Batik Jawa Hokokaipengaruh Jepang
dalam tipe batik Isuk Sore Papangkah Bulu
Hayam.

Gambar 10 Motif Rereng Suliga


Sumber: Pradito dkk, 2010

Gambar 12 Merak Ngibing


Gambar 11 Motif Rereng Akar Sumber: Pradito dkk, 2010
Sumber: Pradito dkk, 2010

Selanjutnya motif di kawasan Priangan


seperti di Garut menggunakan motif burung
merak dalam batik motif Merak Ngibing. Bentuk
Gambar 13 Mojang Priangan Gambar 15 Terang Bulan
Sumber: Pradito dkk, 2010 Sumber: Pradito dkk, 2010

Gambar 14 Isuk Sore Papangkah Bulu Hayam


Sumber: Pradito dkk, 2010 Gambar 16 Motif Mer Sawah
Sumber: Pradito dkk, 2010
Di Tasikmalaya motif klasik rereng
masih dibuat seperti motif Rereng Suliga, tetapi Motif realis muncul dalam batik-batik
umumnya kekhasan batik Tasikmalaya adalah yang dikembangkan oleh orang Eropa di Pulau
bagaimana pengrajin membuat stilasi tumbuhan Jawa. Salah satunya motif batik kain sarung yang
maupun hewan dalam selembar kain batik, dibuat oleh Lien Metzelaar, Pekalongan Jawa
misalnya motif Terang Bulan yang terdiri dari Tengah diambil dari cerita Si Topi Merah atau Red
pengulangan dua burung dengan tumbuhan Riding Hood diproduksi sekitar tahun 1895.
pada latar hitam. Selain itu motif Papangkah Dalam batik tersebut terlihat sosok anak
Rerengyaitu stilasi tumbuhan di atas motif perempuan bertopi merah dengan seekor srigala.
parang. Jenis motif yang lebih bebas tampak Motif tadi menempati bagian badan kain,
pada Motif Mer Sawah. sedangkan bagian wiron masih menggunakan
stilasi bunga. Batik dengan motif yang realis
tersebut mencirikan gaya Eropa seperti
disebutkan oleh Maxwell (2003, 382). Tidak
terdapat makna filosofis dalam motif batik yang
dikembangkan oleh komunitas Eropa tersebut.
Gambar18 Dalamak
Gambar17 Red Riding Hood Sumber: Summerfield, 1999
Sumber: Maxwell, 2003
Berdasarkan pemaparan di atas
Di Desa Silungkang Sumatera Barat
mengenai motif kain di Indonesia terlihat motif
terdapat kain yang disebut dalamak untuk
abstrak hingga geometrik umumnya merupakan
menutup sirih atau makanan dengan motif
motif asli Indonesia yang belum mendapat
figurativeyang berasal dari karakter-karakter
pengaruh dari kebudayaan asing, meskipun
China seperti ikan, monyet, kelinci, kepiting, dan
demikian terdapat motif geometrik yang berasal
beragam tumbuhan. Pembuatan motif tersebut
dari budaya asing misalnya motif geometrik yang
dengan menggunakan teknik sulam. Tidak
dipengaruhi oleh budaya India yang masuk ke
terdapat makna khusus untuk motif tersebut.
Indonesia. Selanjutnya banyak motif figuratidf
Visualisasi motif tersebut dipengaruhi oleh
yang dipengaruhi oleh kebudayaan Cina
keberadaan etnik China di Minangkabau. Hanya
misalnya dalam kain Tapis Lampung. Pengaruh
saja bila dicemati penggunaan motif binatang
Islam memperkaya motif di Indonesia dengan
tersebut beberapa berkiatan dengan shio dalam
penggunaan kaligrafi. Motif realis masuk ke
kebudayaan Cina, sedangkan motif ikan dalam
Nusantara terutama karena pengaruh Eropa.
beberapa mitos China menjadi binatang jelmaan
Keragaman visualisasi motif tersebut
seorang kaisar seperti diungkapkan dalam cerita
berkaitan dengan nilai filosofis yang terkandung
Chen Guangrui seorang Sarjana, pada masa
dalam motif tersebut. Motif abstrak, geometrik,
kecilnya ia melepaskan seekor ikan emas yang
dan figuratif umumnya memiliki makna filosofis
telah dibelinya ke dalam sungai. Ikan tersebut
yang mendalam. Erat kaitannya dengan
ternyata Longwang (Raja Naga) Sungai. Di
hubungan manusia dengan kosmos. Motif realis
kemudian hari, ia diselamatkan oleh raja tersebut
yang berasal dari Eropa umumnya terlihat dalam
(Werner, 2008).
motif batik pesisir utara Jawa, pada umumnya
motif tersebut tidak memiliki makna yang
mendalam, melainkan hanya merupakan lebih banyak profan, tanpa makna filosofis.
deskripsi dari obyek-obyek yang ada. Motif realis Umumnya motif figuratif hingga naturalis
memperlihatkan narasi mengenai obyek-obyek merupakan pengaruh bangsa lain yang masuk
yang ditampilkan dalam motif kain, selain itu dalam budaya Indonesia. Selain itu proses
unsur keindahan dari segi bentuk, komposisii, masuknya pengaruh budaya asing ke Indonesia
maupun penggunaan warna menjadi unsur dapa berlangsung secara langsung maupun
penting dalam visualisasi kain tersebut. melalui perdagangan artefak-artefak.
Penggunaan kain lebih banyak untuk keseharian
daripada penggunaan yang berkaitan dengan UCAPAN TERIMA KASIH
upacara-upacara adat. Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Program Proyek Pengembangan ITB III 2014
yang telah memberikan dana penelitian
mengenai karya Seni Rupa Indonesia Lama.
Terima kasih pula kepada Program Studi Desain
Komunikasi Visual FSRD ITB, tulisan ini
merupakan pengembangan dari tulisan
sebelumnya yang dipresentasikan dalam Seminar
Gambar 19 Analisis Motif, Makna, dan
Kebudayaan yang Mempengaruhi DKV 2014.
Sumber: Penulis

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan yang dapat diambil dari
Doellah, S.
hasil penelitian ini yaitu dalam kain tradisional
2002. Batik: Pengaruh Zaman dan Lingkungan,
Indonesia menggunakan beragam motif dari Danar Hadi, Solo.
motif geometrik, fauna, flora, manusia,kaligrafi,
dan hasil teknologi seperti kapal uap. Visualisasi Djoemena, D.
2000. Lurik: Garis-garis Bertuah, Djambatan,
motif tergantung teknik yang digunakan, teknik Jakarta.
tenun menghasilkan motif geometrik dan
abstrak, teknik batik dan sulam memungkinkan Kartiwa, S.
2007. Tenun Ikat, Gramedia, Jakarta.
menghasilkan motif yang figuratif hingga
naturalis. Terdapat perbedaan makna dalam Lombard, D.
visualisasi motif hiasan kain di Indonesia, makna 2000. Nusa Jawa: Silang Budaya; Batas-batas
Pembaratan, Gramedia, Jakarta.
filosofis lebih banyak terdapat dalam motif
abstrak dan geometrik, figuratif, dan kaligrafi. Maktufkha, N.
Makna filosofis seringkali berkaitan dengan 2013. Kajian Nilai Estetis Seni Tenun yang
Dihasilkan oleh Perempuan Suku Baduy Luar
mitos dan legenda suatu suku. Motif naturalis
(Periode 2010 – 2013), Tesis, Institut
Teknologi Bandung, Bandung.

Maxwell, R.
2003. Textiles of Southeast Asia: Tradition, Trade,
and Transformation, Periplus, Singapore.

Maxwell, Robyn.
2003. Sari To Sarong, National Gallery of
Australia, Victoria.

Pradito, D., Jusuf, H., dan Atik, K. ed.


2010. The Dancing Peacock: Colours and Motifs of
Priangan Batik, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Sumardjo, J.
2002. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan
Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-
artefak Kebudayaan Indonesia, Qalam,
Yogyakarta.

Sumardjo, D.
2010. Estetika Paradoks (edisi revisi), Sunan
Ambu Press, Bandung.

Summerfield, J., A., ed.


1999. Walk in Splendor, University of California,
California.

Werner, E.T.C.
2008. Mitos dan Legenda China: Kumpulan
Kisah Fantastis dan Rahasia di Baliknya,
terj., P.T. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai