Anda di halaman 1dari 4

KAIN TENUN ULOS

Makna Simbolik
Secara spesifik pada masa pra-kekeristenan ulos atau tekstil sehari-hari itu dijadikan
medium (perantara) pemberian berkat (pasu-pasu) dari mertua kepada menantu/anak
perempuan, kakek/ nenek kepada cucu, paman (tulang) kepada bere, raja kepada rakyat.
Sambil menyampaikan ulos pihak yang dihormati ini menyampaikan kata-kata berupa berkat
(umpasa) dan pesan (tona) untuk menghangatkan jiwa si penerima. Ulos sebagai simbol
kehangatan ini bermakna sangat kuat, mengingat kondisi Tanah Batak yang dingin. Dua lagi
simbol kehangatan adalah: matahari dan api.
Bagi nenek-moyang Batak yang pra-Kristen selain ulos itu yang tak kalah penting juga
kata-kata (berkat atau pesan) yang ingin disampaikan melalui medium ulos itu. Kita juga
mencatat secara kreatif nenek-moyang Batak juga menciptakan istilah ulos na so ra buruk (ulos
yang tidak bisa lapuk), yaitu tanah atau sawah. Pada keadaan tertentu hula-hula dapat juga
memberi sebidang tanah atau ulos yang tidak dapat lapuk itu kepada borunya. Selain itu juga
dikenal istilah ulos na tinonun sadari (ulos yang ditenun dalam sehari) yaitu uang yang
fungsinya dianggap sama dengan ulos. Ulos yang panjangnya bisa mencapai kurang lebih 2
meter dengan lebar 70 cm (biasanya disambung agar dapat dipergunakan untuk melilit tubuh)
ditenun dengan tangan. Waktu menenunnya bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan
tergantung tingkat kerumitan motif. Biasanya para perempuan menenun ulos itu di bawah
kolong rumah.

KAIN PEMBUNGKUS KAFAN BATIK MOTIF DOA


KAIN PEMBUNGKUS KAFAN BATIK MOTIF DOA
Kain pembungkus kafan batik motif do'a ialah sebuah kain terbuat dari sutra atau
terbuat dari katun yang dikenal dengan sebutan kain mori sebagai bahan
pembuatan batik yang kemudian dilukis dengan tukisan do'a dan kemudian
digunakan sebagai pembungkus tubuh orang Islam yang meninggal dunia (kain
kafan).

KAIN IKAT CELUP


Makna Simbolik

Hippies
1960-an
warna
hidup, s
seperti

Sebutan ikat celup berasal dari kosakata


bahasa Inggris tie-dye. Tie-dye merupakan
salah satu bentuk seni tekstil warisan kaum
atau Flower Generation yang berkembang pada akhir
dan awal 1970-an di Amerika. Coraknya yang penuh
seolah
mewakili
semangat
kebebasan
yang
dilambangkan
melalui
gaya
berbusana,
gaya
eks bebas, rock n roll, dan mariyuana. Tie-dye
diaplikasikan pada baju mereka agar terlihat lebih
berwarna dan mendapatkan motif yang lebih trippy
efek psikotropika. Tak heran bila ikat celup juga
dianggap sebagai sebuah bentuk psychedelic art.

Fungsi
a. Baju
b. Tas
c. Dan Karya Karya Tangan Lainnya

KAIN TAPIS

Makna Simbolik
Kain tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam
menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam
Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang
mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias
yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.

Fungsi
Tapis Jung Sarat
Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh
kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, pengantin
serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat. Tapis Raja Tunggal

KAIN CEPUK

Makna Simbolik
Kerajinan kain Tenun Bali sudah terkenal hingga ke mancanegara, masing-masing kabupaten
memiliki motif kain yang unik dan khas seperti yang terdapat di Desa Tanglad, Kecamatan Nusa Penida,
Kabupaten Klungkung. Kain tenun khas Desa Tanglad ini bernama Kain Tenun Cepuk. Kain Tenun
Cepuk merupakan kerajinan khas Desa Tanglad, yang berasal dari nenek moyang dan diwariskan secara
turun-temurun. Hingga saat ini, kerajinan kain Tenun Cepuk masih dapat kita jumpai di Desa Tanglad,
Nusa
Penida.
Asal usul nama kain Tenun Cepuk itu sendiri berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni Cepuk yang berarti
Kayu Canging. Kayu Canging merupakan jenis tumbuhan yang cocok digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan kain tenun. Berdasarkan sejarah tersebut nama kain Tenun Cepuk menjadi brand dari kain
tenun khas Desa Tanglad. Keberadaan kain Tenun Cepuk tidak hanya dipakai saat melaksanakan
persembahyangan saja, namun kain ini juga dipakai dalam upacara agama tertentu.

Fungsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kain Tenun Cepuk terdiri dari beberapa jenis, dan masing-masing jenis tersebut memiliki kegunaan
yang berbeda dalam upacara agama, sebagai berikut:
Cepuk Ngawis, kain tenun yang dipakai saat upacara pitra yadnya (ngaben).
Cepuk Tangi Gede, kain tenun yang dipakai oleh anak tengah yang seluruh kakak dan adiknya
meninggal (upacara ngaben).
Cepuk Liking Paku, dipakai oleh laki-laki dalam upacara potong gigi.
Cepuk Kecubung, dipakai oleh perempuan dalam upacara potong gigi.
Cepuk Sudamala, kain Cepuk yang dipakai untuk membersihkan diri.
Cepuk Kurung, merupakan kain Cepuk yang dapat digunakan dalam hari-hari biasa

KAIN SONGKET

Makna Simbolik
Songket memiliki motif-motif tradisional yang sudah merupakan ciri khas budaya wilayah
penghasil kerajinan ini. Misalnya motif Saik Kalamai, Buah Palo, Barantai Putiah, Barantai Merah,
Tampuak Manggih, Salapah, Kunang-kunang, Api-api, Cukie Baserak, Sirangkak, Silala Rabah, dan
Simasam adalah khas songket Pandai Sikek, Minangkabau. [12] Beberapa pemerintah daerah telah
mempatenkan motif songket tradisional mereka. Dari 71 motif songket yang dimiliki Sumatera
Selatan, baru 22 motif yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dari 22 motif songket Palembang yang telah terdaftar di antaranya
motif Bungo Intan, Lepus Pulis, Nampan Perak, dan Limar Beranti. Sementara 49 motif lainnya
belum terdaftar, termasuk motif Berante Berakam pada seragam resmi Sriwijaya Football Club.
Selain motif Berante Berakam, beberapa motif lain yang belum terdaftar yakni motif Songket Lepus

Bintang Berakam, Nago Besaung, Limar Tigo Negeri Tabur Intan, Limar Tigo Negeri Cantik Manis,
Lepus Bintang Penuh, Limar Penuh Mawar Berkandang, dan sejumlah motif lain.

Fungsi
A

Motif bunga mawar dalam desain kain songket memiliki arti perlambangan sebagai penawar
malapetaka. Jenis kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai
kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongannya. Motif bunga
mawar pada kain songket digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu
terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
B Motif bungatanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai lambang
ucapan selamat datang kepada siapa saja. Kain songket yang mempunyai motif bunga tanjung
biasa digunakan oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.

KAIN POLENG

Makna Simbolik & Fungsi


Bentuk saput poleng ternyata beraneka ragam. Misalnya dari segi warna, ukurannya,
hiasannya, hiasan tepinya, bahan kainnya, dan ukuran kotak-kotaknya. Berdasarkan warnanya,
ada kain poleng yang disebut rwabhineda (hitam dan putih), sudhamala (putih, abu-abu, hitam),
dan tridatu (putih, hitam, merah). Dilihat dari segi ukuran kotaknya pun berbeda. Ada yang
berukuran 1 x 1 cm, 3 x 3 cm, dan 5 x 5 cm.
Berdasarkan perkiraan, perkembangan warna ini juga mencerminkan tingkat pemikiran
manusia, yakni dari tingkat sederhana menuju perkembangan yang lebih sempurna.
Diperkirakan, kain poleng yang pertama ada dan digunakan umat Hindu adalah kain poleng
rwabhineda. Setelah itu barulah muncul kain poleng sudhamala dan tridatu.
Makna filosofis saput poleng rwabhineda, menurut Rupawan adalah mewujudkan
rwabhineda itu sendiri. Menurut faham Hindu, rwabhineda itu adalah dua sifat yang bertolak
belakang, yakni hitam-putih, baik-buruk, utara-selatan, panjang-pendek, tinggi-rendah, dan
sebagainya.
Sedangkan saput poleng sudhamala merupakan cerminan rwabhineda yang diketengahi
oleh perantara sebagai penyelaras perbedaan dalam rwabhineda
Filosofi yang sama juga tercermin dalam saput poleng tridatu. Warna tridatu ini
melambangkan ajaran Triguna yakni satwam, rajah, tamah. Warna putih identik dengan
kesadaran atau kebijaksanaan (satwam), warna merah adalah energi atau gerak (rajah) dan
warna hitam melambangkan penghambat (tamah).
Kain Poleng dalam budaya Bali merupakan pencetusan ekspresi penghayatan konsep
Rwa Bhineda, suatu konsep keseimbangan antara baik dan buruk, yang menjadi intisari ajaran
tantrik (tantrayana). Dengan menjaga kesimbangan antara kebaikan dan keburukan dapat
menciptakan kesejahteran dalam kehidupan.
Kain Poleng yang diikatan pada pohon-pohon besar atau juga tempat yang dianggap
tenget(angker) dimaksudkan untuk memberikan tanda bahwa pada lokasi tersebut tinggal
(ditempatkan)/stana energi rohpara bhuta/penunggu karang (danhyangan).

Anda mungkin juga menyukai