PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam suku dan budaya. Ada
berbagai budaya yang tersebar di sepanjang kepulauan Indonesia. Salah satunya adalah
budaya menenun kain adat. Hamper setiap daerah memiliki kain hasil tenun
masyarakatnya sendiri. Salah satu contohnya adalah hasil tenunan yang ada di provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT) tepatnya di daerah Manggarai. Kain hasil tenun dari
Pada zaman dahulu tenun songke terbuat dari kapas dan di olah sendiri menjadi
benang dan juga pewarna yang digunakan menggunakan warna yang berasal dari bahan
alam, akan tetapi di karenakan harga kapas yang semakin tinggi di Manggarai sehingga
pengrajin tenun songke beralih menenun dengan menggunakan benang tekstil yang di
jual di toko. Benang yang digunakan oleh pengrajin tenun songke ini juga mempengaruhi
harga yang akan di jual, jika benang yang digunakan menggunakan benang yang di buat
dari kapas harga akan menjadi mahal dibandingkan dengan tenun songke yang
menggunakan benang tekstil yang di jual di toko, tenun songke akan di jual dengan harga
yang murah.
prioritas. Kawasan Taman Nasional Komodo menjadi daya tarik utama bagi turis yang
berkunjung ke kabupaten ini. Selain kekayaan alam, Kabupaten Manggarai Barat juga
kaya akan budaya lokal yang berpotensi menjadi daya tarik wisata. Aspek budaya yang
1
terhadap pelestarian aset budaya, wisata budaya juga memiliki fungsi sebagai media
promosi atau untuk memperkenalkan suatu budaya dalam sebuah masyarakat kepada
wisatawan. Dalam konteks ini, selain unsur hiburan, terdapat pula unsur edukasi dalam
wisata budaya. Wisatawan yang datang untuk menikmati bentuk budaya di suatu
destinasi wisata diharapkan tidak hanya terhibur namun juga mendapatkan pemahaman
baru mengenai adat istiadat, pola pikir, dan cara hidup masyarakat setempat. Salah satu
kekayaan budaya di Manggarai yang sangat khas yaitu kain tenun songke.
Kain songke merupakan kain tenun yang biasa dijadikan sebagai bahan untuk
sarung atau pakaian lainnya bagi masyarakat Manggarai. Perkembangan pariwasata yang
berlangsung di Labuan Bajo membuat kain tenun songke menjadi salah satu suvenir khas.
Pada mulanya kain songke menggunakan bahan pewarna alami pada proses
Kain tenun yang ada di Manggarai mempunyai sebutannya sendiri yaitu kain
tenun songke juga biasa di sebut Lipa atau Towe. Towe atau Lipa dalam bahasa setempat
di kenakan oleh laki – laki dan perempuan. Tenun songke selalu dipakai oleh warga
setempat baik di rumah maupun saat menghadiri ritual adat, ke gereja, ketika mandi dan
tidur, saat kelahiran dan pernikahan, dan untuk membungkus orang yang telah
meninggal. Di era yang modern seperti saat ini, songke masih digunakan oleh warga
setempat karena menggunakan songke untuk beberapa ucapara adat merupakan tradisi
yang masih dijaga di Manggarai. Beberapa ritual adat yang masih berlangsung di
Manggarai dengan menggunakan tenun songke yaitu, songke biasa dipakai dalam
upacara adat seperti Penti (Pesta Kenduri), Caci (tarian adat Manggarai), Lipa tabing
2
(songke yang diberikan oleh kaum laki-laki kepada kaum perempuan pada saat lamaran),
adat).
Dengan sebuah tradisi yang menggunakan tenun songke untuk setiap penduduk di
Manggarai selalu terjaga dari zaman ke zaman. Akan tetapi, pengrajin tenun songke
sudah mulai berkurang, karena kurangnya keturunan yang ingin melanjutkan usaha tenun
songke ini. Adanya batasan di Manggarai membuat anak muda tidak ingin menekuni
bidang tenun songke ini, yang tersisa hanyalah orang orang tua yang masih menenun
songke ini. Anak muda sekarang bahkan tidak mengerti tentang alat yang digunakan
untuk menenun kain songke tersebut. Bahkan orang tua yang masih menenun bisa
dihitung jari dikarenakan semakin sedikit minat warga untuk menenun. Bahkan arti dari
motif yang ada pada kain Songke itupun sudah tak ada yang mengerti terkecuali orang
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
C. TUJUAN
3
2. Untuk mengetahui tujuan penggunaan kain songke.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Nusa Tenggara Timur memiliki banya ragam tenun ikat. Salah satunya adalah
Songke. Songke adalah tenunan khas masyarakat Manggarai yang berdiam di sisi barat
Pulau Flores. Kain tenun ini wajib dikenakan saat acara-acara adat. Antara lain saat
kenduri (penti), membuka ladang (randang), hingga saat musyawarah (Nempung). Kaum
laki-laki biasa mengenakan (tengge) Songke lalu mengombinasikannya dengan destar atau
ikat kepala atau peci khas Manggarai. Sementara para perempuan mengenakan dengan cara
yang sama dengan atasan kebaya. Kain songke juga dipakai oleh para petarung dalam tarian
Caci serta, dimanfaatkan sebagai mas kawin (belis) hingga untuk membungkus jenazah.
Kain ini umumnya berwarna dasar hitam dengan beragam motif warna-warni di atasnya.
1. Motif Su’i
Motif ini berupa garis-garis yang seolah memberi batas antara satu motif
dengan yang lainnya. Namun garis-garis ini bukannya tanpa arti. Su’i
melambangkan segala sesuatu yang memiliki akhir. Seperti hidup yang cepat
atau lambat akan menemui ujungnya. Su’I juga dapat berarti kehidupan
Mata manuk artinya mata ayam. Motif ini dikaitkan dengan Tuhan yang maha
5
melihat hingga ceruk paling gelap sekalipun. Perbuatan manusia tidak ada
Wela Runu adalah sejenis tumbuhan bunga yang berukuran kecil. Motif ini
mengandung arti bahwa meski pun tampak tak berarti, namun setiap
kehidupan di dunia ini memiliki manfaat . Tak perlu berkecil hati bila tak
5. Motif Ntala
Ntala berarti bintang. Motif ini terkait erat dengan salah satu petuah
6. Motif Ranggong
hewan yang ulet dan bekerja keras dalam hidupnya. Kejujuran dalam hidup
akan membuahkan hal baik, disenangi dan dimuliakan oleh orang di sekitar.
6
B. TUJUAN PENGGUNAAN KAIN TENUN SONGKE
Tradisi membuat kain tenun songke manggarai dilakukan secara turun temurun, dari
generasi ke generasi baik teknik pembuatannya maupun nilai dan filosofi yang terkandung di
dalamnya. Kain songke pada umunya mempunyai persamaan yakni cendrung berwarna
dasar hitam (miteng) dan kainya agak tebal dan berat. Corak warna dang gambar pada
songke ini, tidak dibuat asal-asalan dan makna tertentu yang tersirat dalam kain songke
tersebut. Tenun songke bernilai tinggi karena harga dan pemaknaan budaya terhadap songke
yang memiliki nilai keindahan tersendiri. Pemilihan bahan atau material (benang) dalam
pembentukan senia kriya (kain tenun) sangat penting karena material akan mendukung nilai
bentuk.
Kenyamanan dalam menggunakan benda terapan juga akan memegaruhi kualitas dari
barang tersebut. Tenun songke atau yang sering disebut lipa songke dalam bahasa manggarai
mengandung nilai filosofi yang berkaitan erat dengan keseharian masyarakat manggarai.
Tenun songke mempunyai banyak fungsi dan penggunaan di masyarakat, secara umum
sebagai berikut;
a. Tenun kain songke merupakan kain sarung untuk selimut dibadan yang juga
bisa diartikan sebagai kain sarung khas manggarai yang berarti towe songke
atau bisa juga kain sarung pada umumnya seperti teteron yang terjual di tiko.
busana untuk tarian adat dan upacara adat, sebagai mahar dalam perkawinan,
7
sebagai alat untuk membayar hukuman jika terjadi ketidak keseimbangan,
sebagai alat barter, sebagai bentuk cerita mengenai motos dan cerita-cerita
pembuatan topi/peci bentuk seperti motif komodo, rumah adat dan bunga-
bunga. Fungsi tenun songkok ini adalah untk upacara-upacara besar seperti
Proses pembuatan kain songke dengan pewarna alami membutuhkan waktu yang
tidak sebentar. Langkah pertama yang dilakukan ialah perendaman benang putih ke dalam
zat pewarna alami selama beberapa hari. Proses pencelupan ini dilakukan terus menerus
penjemuran. Bahan yang dijemur tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Proses
penjemuran sendiri dilakukan tiga hingga empat hari. Setelah itu, bahan tersebut dicuci
hingga tidak mengeluarkan warna lagi. Langkah selanjutnya dalam proses pembuatan kain
8
Maneng ialah proses untuk memasukan benang satu per satu ke sisir jangka. Proses
maneng merupakan proses yang membutuhkan ketelitian. Langkah selanjutnya ialah proses
menenun. Pada langkah ini penenun menentukan motif yang dibuat hingga membentuk kain
songke.
9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kain songke merupakan kain tenun yang biasa dijadikan sebagai bahan untuk sarung
berlangsung di Labuan Bajo membuat kain tenun songke menjadi salah satu suvenir khas.
Pada mulanya kain songke menggunakan bahan pewarna alami pada proses pembuatannya.
Akan tetapi perkembangan teknologi dan permintaan pasar membuat perubahan proses
Kain tenun yang ada di Manggarai mempunyai sebutannya sendiri yaitu kain tenun
songke juga biasa di sebut Lipa atau Towe. Towe atau Lipa dalam bahasa setempat di
kenakan oleh laki – laki dan perempuan. Tenun songke selalu dipakai oleh warga setempat
baik di rumah maupun saat menghadiri ritual adat, ke gereja, ketika mandi dan tidur, saat
kelahiran dan pernikahan, dan untuk membungkus orang yang telah meninggal. Di era yang
modern seperti saat ini, songke masih digunakan oleh warga setempat karena menggunakan
songke untuk beberapa ucapara adat merupakan tradisi yang masih dijaga di Manggarai.
Beberapa ritual adat yang masih berlangsung di Manggarai dengan menggunakan tenun
songke yaitu, songke biasa dipakai dalam upacara adat seperti Penti (Pesta Kenduri), Caci
(tarian adat Manggarai), Lipa tabing (songke yang diberikan oleh kaum laki-laki kepada
kaum perempuan pada saat lamaran), Kawing (sebagai Belis/Emas Kawin), Lipa rapu
10
B. SARAN
budaya menenun kain songke Manggarai merupakan salah satu budaya yang perlu untuk
dikembangkan agar tidak hilang. Sehingga kain tenun songke Manggarai akan semakin lebih
dikenal oleh masyrakat luar dan juga dapat meningkatkan perekonomian warga.
11