Anda di halaman 1dari 6

1.

KAIN SUTERA BUGIS

Kokon atau ulat sutra adalah bahan baku untuk pembuatan


benangnya, sehingga tercipta kain tenun khas Bugis. Sarung sutra
dulunya hanya dikenakan untuk padanan baju bodo yang
merupakan pakaian tradisional masyarakat Sulawesi Selatan.
Keunikannya terlihat pada motif kotak-kotak yang berlainan.
Perbedaan ukuran kotanya juga memiliki arti berbeda pula.

Sebenarnya motif kotak tersebut


sebagai penanda pemakainya
masih lajang atau sudah menikah.
Motif Ballo Renni ditandai dengan
kotak kecil berwarna cerah.
Wanita lajang biasanya yang
mengenakannya. Sedangkan motif
Balo Lobang yang memiliki
ukuran lebih besar berwarna merah keemasan atau merah terang.
Motif tersebut diperuntukkan bagi pria Bugis yang masih lajang.
Masih banyak juga motif khas kain Bugis ini, yang disertai dengan
keistimewaan masing-masing.

2. ENDEK BALI
Wastra endek atau tenun endek sangat beragam dan sesaui
dengan penggunaanya. Motif patra dan encak saji yang bersifat
sakral biasa digunakan untuk kegiatan upacara keagamaan. Motif-
motif tersebut menunjukkan rasa hormat kepada Sang Pencipta.
Sedangkan motif yang mencerminkan nuansa alam, biasa
digunakan untuk kegiatan sosial atau kegiatan sehari-hari. Motif
yang dihasilkan lebih banyak menggambarkan flora, fauna, dan
tokoh pewayangan yang sering muncul dalam mitologi-mitologi
cerita Bali. Motif tersebut memberikan ciri khas tersendiri pada
kain endek dibandingkan dengan motif-motif kain pada
umumnya.

Pola motif flora juga mempunyai kerapatan motif yang khas


dan sangat harmonis Motif motif geometri diungkapkan melalui
bentuk-bentuk: garis lurus, garis putus, garis lengkung dan semua
bidang geometri.Ragam hias geometri termasuk ragam hias tertua
diantara ragam hias lainnya di Bali. Motif ini menceritakan dan
memberikan simbolisasi dengan keyakinan msyarakat bali. Ada
juga motif dekoratif atau campuran di Bali disebut Prembojn
merupakan penggabungan dari seluruh motif yang sudah ada
sebelumnya dan didesain sesuai keyakinan masyarakat Bali atau
cerita pewayangan.

3. KAIN SASIRANGAN

Kain tradisional ini dibuat oleh suku Banjar yang bermukim di


Provinsi Kalimantan Selatan. Sirang adalah asal muasal kata
Sasirangan. Arti dari kata tersebut adalah dijahit dengan tangan
dan dijelujurkan benangnya. Bahan dasar berupa kain katun atau
mori, selanjutnya digambari aneka motif khas. Kemudian disirang
atau dijelujur sesuai motif yang telah dibuatnya.
Keunikan dari kain tradisional ini terlihat pada coraknya yang
menampilkan khas alam dan budaya Kalimantan. Sedikitnya
terdapat 30 motif sasirangan yang sangat digemari oleh warga
setempat dan wisatawan. Beberapa diantaranya adalah motif daun
taruju, kulat ka rikit, naga balimbur, bayam raja dan sebagainya.
Kampung Sasirangan di Kecamatan Banjarmasin Tengah
merupakan sentra pembuatan kain khas tersebut.

4. KAIN SONGKET

Kain tradisional Indonesia ini dibuat oleh masyarakat


Minangkabau dan Melayu. Songket ini termasuk dalam jenis
tenunan brokat. Kain ini ditenun memakai tangan menggunakan
benang perak dan benang emas. Istilah sungkit adalah asal muasal
sebutan kain songket. Menurut bahasa Melayu, arti kata tersebut
adalah mengait. Penyebutannya sesuai dengan teknik
pembuatannya, yakni dengan cara dikaitkan serta mengambil
sejumput kain tenunnya.
Sesudah itu barulah menyelipkan benang emasnya. Songket
juga tampil dengan beragam motif tradisional yang menjadi ciri
khas budaya warga setempat. Sejumlah motif terpopuler adalah
barantai merah, barantai putiah, buah palo, dan saik kalamai.
Selain itu masih banyak lagi motif songket yang belum
dipatenkan secara resmi.

5. TENUN IKAT
Kain tradisional ini diproses dengan cara ditenun dari berbagai
helaian benang pakan. Sebelumnya benang ini diikat kemudian
diterapkan zat pewarna alami. Benang akan diikat menggunakan
tali berdasarkan coraknya sebelum ditenun. Cara ini untuk
memudahkan dalam pencelupan sebagian benang tersebut.
Biasanya bagian benang yang terikat tali tidak akan diwarnai.

Alat tenun tanpa mesin merupakan peralatan khusus yang


digunakan untuk menghasilkan tenun ikat. Sejumlah daerah di
Indonesia yang dikenal memproduksi kain khas ini adalah Timor,
Flores, Sumba, Sumbawa, Lombok, Bali, Jepara, Sintang dan
Toraja.

6. KAIN TAPIS
Kain tradisional ini berasal dari Lampung. Peralatan
tradisional masih digunakan sebagai sarana menyulam kain tapis.
Para gadis di Lampung menyulam kain ini di rumahnya masing-
masing. Waktu pengerjaannya biasanya memerlukan beberapa
bulan lamanya. Hasil kainnya biasanya mencerminkan
kepribadian dari pembuatnya.

Kain tapis tersusun dari kain berwarna gelap. Warna gelap


tersebut dihasilkan dari bahan pewarna alami. Kemudian setelah
proses itu barulah diterapkan proses penyulaman dengan benang
emas. Pada umumnya tapis tampil dengan motif flora, fauna,
piramida dan zig zag.

7. KAIN SULAM USUS


Sulam usus adalah sulam yang berbahan baku kain satin
berbentuk usus ayam dengan motif yang khas. Sulam usus di rajut
dengan benang emas dan adapula yang di sertai dengan kaca dan
uang logam kuno. Bentuk motif dari sulam usus sendiri berasal
dari motif – motif natural yang proses pembuatannya
mengandalkan teknik sulam tangan. Sebagaimana kerajinan kain
tenun tapis, pada kerajinan kain sulam usus juga banyak di buat
oleh ibu – ibu atau remaja putri. Beberapa di antara mereka
memang menjadikan kerajinan kain tenun ini sebagai sumber
pemasukan utama dan beberapanya hanya menjadikan aktivitas
menenun hanya sebagai pengisi waktu luang.

Kerajinan sulam usus memang banyak di gunakan dan


diperkenalkan oleh masyarakat asli lampung. Fungsi awalnya
hanya sebagai kain penutup dada pada kostum pengantin
perempuan adat
lampung. Namun
seiring dengan
perkembangan
zaman, berkembang
pula kreasi
penggunaan kerajinan
sulam usus. Kini
sulam usus di
gunakan dalam
pembuatan baju,
kebaya, kemeja,
hiasan dinding, sarung bantal kursi, hingga kopiah
8. KAIN GRINGSING

Teknik dobel ikat diaplikasikan dalam proses pembuatan kain


gringsing.
Sehingga tercatat
sebagai satu-
satunya kain khas
asal Indonesia
yang mengusung
metode tersebut.
Semua proses
pembuatannya
dikerjakan secara
manual
menggunakan tenaga manusia. Setidaknya diperlukan waktu
selama 2-5 tahun untuk menghasilkan kain gringsing.

Kain tradisional ini dibuat oleh masyarakat Tenganan, Bali.


Istilah gringsing berasal dari bahasa Bali, yanki gring berarti sakit
dan sing berarti tidak. Sehingga makna kata gringsing layaknya
penolak bala dan bisa menyembuhkan penyakit.

Masyarakat setempat sangat percaya kalau asal muasal kain


ini berasal dari kekaguman Dewa Indra terhadap keindahan langit
saat malam hari. Karena itu Dewa Indra mengajari para wanita
agar bisa menguasai metode penenunan kain gringsing. Motif
kain ini menampilkan keindahan langit berupa matahari, bulan
dan hamparan bintang.

Anda mungkin juga menyukai