Anda di halaman 1dari 4

Nama : Alif Abbiansyah Panggabean

kelas : VII

1. Kain Sutra Bugis

Kokon atau ulat sutra adalah bahan baku untuk pembuatan benangnya, sehingga
tercipta kain tenun khas Bugis. Sarung sutra dulunya hanya dikenakan untuk padanan baju
bodo yang merupakan pakaian tradisional masyarakat Sulawesi Selatan. Keunikannya terlihat
pada motif kotak-kotak yang berlainan. Perbedaan ukuran kotanya juga memiliki arti berbeda
pula.

Sebenarnya motif kotak tersebut sebagai penanda pemakainya masih lajang atau
sudah menikah. Motif Ballo Renni ditandai dengan kotak kecil berwarna cerah. Wanita lajang
biasanya yang mengenakannya. Sedangkan motif Balo Lobang yang memiliki ukuran lebih
besar berwarna merah keemasan atau merah terang. Motif tersebut diperuntukkan bagi pria
Bugis yang masih lajang. Masih banyak juga motif khas kain Bugis ini, yang disertai dengan
keistimewaan masing-masing.

2. Kain Tenun Dayak

Menenun adalah aktivitas para wanita Dayak saat waktu luang, biasanya dilakukan
sesudah beraktivitas di ladang. Gedok adalah nama alat untuk pembuatan tenun khas Dayak.
Proses pembuatannya relatif lama, karena setidaknya memerlukan waktu hingga tiga bulan.
Untuk cara pewarnaannya masih mengaplikasikan bahan pewarna alami.

Motif flora dan fauna yang terdapat di kawasan sekitarnya merupakan motif yang
ditonjolkan pada kain tenunnya. Sehingga sangat terlihat ciri khas dari Pulau Kalimantan.
Sejumlah tenun dayak yang dihasilkan, seperti Sungket bermotif garis tegas dan besar, Sidan
berwarna cerah dan terang, dan Kebat bermotif alam atau asimetris. Ketiga motif kain
tersebut biasanya dikenakan oleh Suku Dayak Iban yang berada di Kalimantan Barat.

3. Kain Besurek

Bengkulu adalah daerah yang menghasilkan kain tradisional ini. arti dari Besurek
adalah bertuliskan atau bersurat. Penamaan kain tersebut disebabkan motifnya menampilkan
kaligrafi atau huruf arab gundul. Oleh karena motif tersebut sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan Islam.

Motif tersebut yang membedakan kain besurek dengan kain batik Jawa. Tetapi kalau
diperhatikan dari teknik pembuatannya sama dengan kain batik Jawa. Sedangkan untuk
pewarnaannya lebih mengandalkan warna yang beragam dan lebih cerah.
4. Kain Tapis

Kain tradisional ini berasal dari Lampung. Peralatan tradisional masih digunakan
sebagai sarana menyulam kain tapis. Para gadis di Lampung menyulam kain ini di rumahnya
masing-masing. Waktu pengerjaannya biasanya memerlukan beberapa bulan lamanya. Hasil
kainnya biasanya mencerminkan kepribadian dari pembuatnya.

Kain tapis tersusun dari kain berwarna gelap. Warna gelap tersebut dihasilkan dari
bahan pewarna alami. Kemudian setelah proses itu barulah diterapkan proses penyulaman
dengan benang emas. Pada umumnya tapis tampil dengan motif flora, fauna, piramida dan zig
zag.

5. Kain Sasirangan
Kain tradisional ini dibuat oleh suku Banjar yang bermukim di Provinsi Kalimantan
Selatan. Sirang adalah asal muasal kata Sasirangan. Arti dari kata tersebut adalah dijahit
dengan tangan dan dijelujurkan benangnya. Bahan dasar berupa kain katun atau mori,
selanjutnya digambari aneka motif khas. Kemudian disirang atau dijelujur sesuai motif yang
telah dibuatnya.

Keunikan dari kain tradisional ini terlihat pada coraknya yang menampilkan khas
alam dan budaya Kalimantan. Sedikitnya terdapat 30 motif sasirangan yang sangat digemari
oleh warga setempat dan wisatawan. Beberapa diantaranya adalah motif daun taruju, kulat ka
rikit, naga balimbur, bayam raja dan sebagainya. Kampung Sasirangan di Kecamatan
Banjarmasin Tengah merupakan sentra pembuatan kain khas tersebut.

Anda mungkin juga menyukai