Anda di halaman 1dari 4

Kerajinan Tekstil Tradisional Indonesia

Karya kerajinan tekstil tradisional Indonesia, secara fungsi dapat dibagi sebagai berikut.

1. Sebagai pemenuhan kebutuhan sandang yang melindungi tubuh, seperti kain panjang,
sarung dan baju daerah
2. Sebagain alat bantu atau alat rumah tangga, seperti kain gendongan bayi dan untuk
membawa barang
3. Sebagai alat ritual (busana khusus ritual tradisi tertentu), contohnya,

 Kain tenun Ulos


 Kain pembungkus kafan batik motif doa
 Kain ikat celup Indonesia Timur (penutup jenazah)
 Kain Tapis untuk pernikahan masyarakat daerah Lampung
 Kain Cepuk untuk ritual adat di Pulau Nusa Penida
 Kain Songket untuk pernikahan dan khitanan
 Kain Poleng dari Bali untuk acara ruwatan (penyucian)

Makna Simbolik Motif Batik Tradisional

1. Motif Sawat

Sawat Berarti Melempar. dahulu kala orang jawa percaya dengan para dewa sebagai kekuatan yang
mengendalikan alam semesta. Salah satu dewa tersebut adalah Batara Indra. Dewa ini mempunyai
senjata yang disebut wajra atau bajra, yang berarti kilat.senjata pusaka tersebut digunakan untuk
melempar. Senjata pusaka Wjra ini diwujudkan ke dalam motif batik berupa sebelah sayap dengan
harapan agar si pemakai akan selalu mendapatkan pelindungan dalam kehidupannya.
2. Motif Gurda

Gurda berasal dari kata Garuda. Dalam pandangan masyarakat jawa, Burung Garuda mempunyai
kedudukan yang sangat penting. bentuk motif Gurda ini terdiri dari 2 buah sayap dan di tengah-
tengahnya terdapat ekor dan badan.Motif gurda ini juga tidak lepas dari kepercayaan masalalu.
garuda merupakan tunggangan Batara wisnu. oleh masyarakat jawa, garuda selain sebagai simbol
kehidupan juga sebagai simbol kejantanan.
3. Motif Meru
Kata Meru berasal dari gunung Mahameru. gunung ini dianggap sebagai tempat tinggal bagi Tri
Murti, yaitu Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Brahma dan Sang Hyang Siwa. Tri murti
dilambangkan sebagai sumber dari segala kehidupan, sumber kemakmuran dan segala
kebahagiaan hidup di dunia. meru digunakan sebagai kain motif batik agar si pemakai selalu
mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan.
4. Motif Semen
Kata semen berarti semi atau tunas. Motif ini masih berhubungan dengan motif meru. konon
dipuncak gunung mahameru terdapat tunas atau tumbuhan yang selalu bersemi. diantara
pepohonan tersebut terdapat pohon-pohon yanbg dianggap keramat, yaitu pohon sandilata, pohon
jambuwreksa, pohon acwata. pohon-pohon tersebut dianggap sebagai simbol kehidupan manusia
di dunia.ketika dijadikan motif batik diharapkan agar si pemakai selalu dapat berhubungan dengan
sang maha pencipta.
5. Motif Bango-Tulak
Motif ini terdiri dari dua warna hitam dan putih. dalam sejarah batik motif ini dianggap sebagai
motif tertua. nama bango-tulak berasal dari nama burung, yaitu burung tulak. burung ini berwarna
hitam dan putih. burung ini dianggap sebagai lambang umur panjang. warna hitam artinya lambang
kekal, sedang warna putih artinya lambang hidup. jadi hitam putih melambangkan hidup kekal.
6. Motif Sindur
Sindur merupakan motif batik dengan dominasi warna merah dan putih. warna merah terdapat
pada bagian tengah, dan putih pada bagian pinggir, membentuk gelombang. kedua warna tersebut
melambangkan asal mula kehidupan. warna putih mengandung arti hidup sedang merah artinya
suci.oleh karena itu motif ini sering dipakai dalam upacara pernikahan. pemakaian sindur
dimaksudkan mempertemukan laki-laki dan perempuan sebagai cikal bakal kelahiran hidup di
dunia.
7. Motif Gadhung Mlathi
Motif Gadhung Mlathi merupakan kombinasi dari warna hijau dan putih. warna putih terletak di
tengah dan hijau di bagian pinggir. motif ini sering pula dipergunakan oleh pengantin pria maupun
wanita. namun sekarang motif batik ini jarang dipakai lagi pada kain jarin, melainkan hanya
kemben bagi perempuan dan ikat kepala bagi pria.

cara pakainya:

1. masukkin kainnya ke alat, lalu di-pas-in letaknya dibagian depan.

2. setelah pas, tarik kain “sisa” melilit badan. nariknya juga agak diangkat. fungsinya ada dua. pertama,
supaya ada kain naik yang nanti berfungsi buat iketan. kedua, supaya kain ga balapan dibagian bawah.

3. ikat ujung dengan ujung. ikat sekali aja supaya ga “benjol”. sisa kain dililit2 aja. jangan takut ga rapi,
karena akan ketutupan kebaya.

4. selesai

Makna Simbolik Songket


a. Motif bunga mawar dalam desain kain songket memiliki arti perlambangan sebagai penawar
malapetaka. Jenis kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai
kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongannya. Motif bunga
mawar pada kain songket digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu
terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

b. Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai
lambang ucapan selamat datang kepada siapa saja. Kain songket yang mempunyai motif bunga
tanjung biasa digunakan oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.

c. Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan sopan santun, keanggungan dan
kesucian. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis
dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan
kesucian.

d. Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik sebab bambu merupakan pohon yang tidak
mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap
kain songket sebagai kepala kain atau tumpal kain tersebut. Penggunaan motif pucuk rebung
pada kain songket dimaksudkan agar si pemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan
baik dalam setiap langkah hidup.

Makna Simbolik Tenun


Simboliknya tersebut dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat bersangkutan sejak
dikenalnya kain tenun tradisional, baik dalam hubungan secara vertikal maupun horisontal, dan
selalu dikaitkan dengan pelaksanaan konsep sosio religi, seperti busana adat, upacara inisasi, alat
tukar menukar, hadiah dan lain-lainnya. Di Nusa Tenggara Barat, khususnya di Lombok, kain
kembang Komak memiliki simbol yaitu dibawa oleh gadis saat akan menikah untuk selimut tidur.

Umumnya waktu itu, masyarakat Sasak di Lombok, melangsungkan pernikahan pada musim
dingin, yaitu saat pohon komak (kara) berbuah (Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai
Budaya NTB, 1992 : 332).

Sedangkan untuk Bali, tepatnya di Desa Tenganan Pegeringsingan, Karangasem-Bali dikenal kain
tenun tradisional geringsing dengan proses teknik ikat ganda. Menurut kepercayaan masyarakat
setempat, kain yang memiliki beberapa bentuk corak itu, sebagai simbol untuk busana adat/religi
dan nilai magis guna penolak bahaya. Hal itu dapat disimak dari nama kainnya, yaitu geringsing.
Geringsing, asal kata gering (bahaya/malapetaka) dan sing (tidak), berarti tidak berbahaya. Jadi,
dengan mengenakan busana kain geringsing tersebut akan terhindar dari malapetaka.

Perlu diketahui, disamping proses pembuatan sangat lama hingga setahun lebih, juga pewarnanya
dari tumbuh-tumbuhan, serta harganya sampai jutaan rupiah.
Di Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur), tenun ikat (hinggi) sebagai simbol orang hidup. Contoh,
bila seorang istri akan melahirkan bayi tanpa didampingi suaminya, secara psikologis istri menjadi
resah mengakibatkan si anak sulit lahir. Oleh karena itu, kain selimut (tenun), bisa dianggap
mewakili sang suami, sehingga bayi akan cepat lahir (Purwadi, 1986 : 84)

Pada suku bangsa Dayak Benuaq di Kalimantan Timur, dulu kain tenun mempunyai kekuatan
magis. Misalnya, seorang (petani) memakai jaket(pakaian) motif burung sewaktu mengolah
ladang, akan mengakibatkan hasil produksi tanamannya mengikat (Ensiklopedi,1990 : 245)

Wanita dan Museum

Beberapa daerah di pedesaan maupun perkotaan di negara kita, kain tenun tradisional identik
dengan wanita (simbol wanita). Tradisi itu, biasanya mengalir secara turun-temurun dalam suatu
keluarga yang cenderung merupakan kerja sambilan diantara deru kesibukan suatu rumah tangga
sehari-hari.

Bagi kaum Kartini, sebelum mereka memasuki gerbang rumah tangga, hendaknya sudah mampu
membuat kain tenun. Hal itu, dimaksudkan untuk bekal memasuki proses kehidupan berkeluarga.
Lewat belaian jemarinya yang lentik, lahirlah lembaran gulai berbagai macam motif seperti:
bunga, sulur, fauna, flora, geometris, identitas mereka sendiri dan lain-lainnya.

Tampaknya dilapangan, proses kreatifitas sosial tenun tradisional rambahannya tidak seperti
proses pendidikan kursus-kursus yang menjamur di masyarakat, seperti komputer, mengetik,
akuntasi, bahasa asing, menjarit dan lain-lainnya.

Meski gerakannya hanya dalam lokalitas tertentu (tidak banyak masyarakat terlibat dibandingkan
dengan kursus-kursus tadi), tetapi masih mampu bicara sebagai primadona khas bangsa Indonesia
melalui kreasi-kreasi dan fungsi sosial.

Wujud perkembangan perstektilan (kain tenun) itu, tidak terbatas untuk kualitas dan kuantitas saja.
Lebih dari itu, untuk melestarikan budaya bangsa, Museum berfungsi sebagai media penyimpan,
pemelihara, serta informasi ilmu pengetahuan. Di negara kita , Indonesia telah memiliki Museum
Tekstil di Jakarta yang berdiri tahun 1976. Di Museum, kita tahu banyak tentang tekstil.

Makna Simbolik Sarung


Masyarakat setempat biasa menyebut ulat sutera dengan "Kokon", benang yang dihasilkan ulat ini
sungguh cantik dan mengkilap. Dari sehelai benang ulat sutra tersebut lalu di tenun secara
tradisional sehinnga menghasilkan lembaran kain sutra yang indah.

Mulanya, Sarung Sutera Bugis hanya digunakan sebagai kain atau bawahan padanan dari Baju
Bodo, pakaian tradisional Sulawesi Selatan. Namun kini fungsinya berkembang, kain-kain
tersebut pun dibuat lebih modern dan estetika.

Memang sekilas tampilannya terlihat biasa, layaknya sebuah sarung yang dikenakan untuk sholat.
Namun jika dilihat lebih dekat, tiap motif menyimpan kegunaan dan makna simbolis. Sarung
Sutera Bugis bermotif kotak-kotak, namun jika diperhatikan lebih teliti, tidak semua sarung
memiliki kotak yang sama. Beda ukuran kotak mengandung arti yang berbeda.

Uniknya, dahulu sarung ini bisa melambangkan status seorang wanita Bugis, apakah ia sudah
menikah atau belum. Caranya dilihat dari motif sarung yang dikenakan. Sarung yang memiliki
motif kotak-kotak kecil dihasilkan dari paduan garis-garis vertikal dan horizontal serta berwarna
cerah, dinamakan motif Ballo Renni. Motif ini hanya dikenakan oleh wanita yang belum menikah.

Berbeda dengan Balo Lobang. Kain sarung ini memiliki garis yang cenderung tebal sehingga
menghasilkan kotak yang besar pula. Warnanya lebih terang, seperti merah terang ataupun merah
keemasan. Motif ini digunakan untuk pria Bugis yang belum menikah.

Sungguh menarik, selain dua motif diatas, masih ada lima motif Sarung Sutera lainnya.
Diantaranya adalah Bombang, Motif Cobo dan ada Moppang yang memiliki fungsi sangat unik,
yakni untuk hubungan suami istri karena ukurannya jauh lebih besar dari ukuran sarung biasa.
(Laras)

Anda mungkin juga menyukai