Tradisi meracik dan meminum obat-obatan herbal di Indonesia sudah dikenal sejak
dulu. Obat-obatan herbal ini dikenal dengan sebutan Jamu, berasal dari bahasa jawa
kuno yaitu Djampi dan Oesodo. Djampi adalah bahasa Jawa Kuno yang berarti
penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa doa dan ajian-ajian
dan Oesodo berarti kesehatan. Jamu adalah produk ramuan tunggal atau campuran
dari bahan alam yang digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan, kebugaran dan kecantikan.
Pada awal abad ke 16, pendistribusian jamu mulai dikenal dengan jamu gendong.
Istilah ini dikenal karena jamu yang telah diracik dibawa dengan menggunakan
keranjang yang diikat dengan lurik dan digendong. Jamu gendong dikenal juga
sebagai The Walking Pharmacies oleh para penjajah. Seiring berjalananya waktu,
perkembangan teknologi semakin canggih dan memberikan perubahan yang pesat
pada setiap ranah kehidupan. Terutama pada dunia industri, kesehatan dan juga
pendidikan. Dalam mengatasi kesehatan, masyarakat saat ini cenderung
mengonsumsi obat-obatan instan yang diberikan oleh dokter. Teknologi memang
Pekerjaan jamu gendong hadir pada abad ke-16 masehi. Jamu gendong merupakan
istilah untuk cara pendistribusian jamu dengan cara digendong menggunakan lurik.
Awalnya, pekerjaan ini dilakukan oleh laki-laki namun tenaga mereka lebih
dibutuhkan untuk mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan pertanian. Sehingga,
pekerjaan ini dilanjutkan oleh perempuan sebagai lahan penghasilan untuk
mencukupi kebutuhannya. Biasanya penjual jamu gendong berpenampilan sederhana
dengan mengenakan kutu baru, rok batik yang dililit dan sanggul. Kemudian jamu-
jamu yang berada di dalam botol disimpan ke dalam keranjang anyam dan diikat
dengan lurik lalu digendong.
Jamu-jamu yang dibawa adalah ramuan yang diracik oleh tabib/dukun untuk
pelanggannya yang dititipkan melalui penjual jamu gendong. Lambat laun
tabib/dukun mengajarkan cara meracik obat-obatan herbal tersebut kepada penjual
jamu. Sehingga penjual jamu dapat meracik sendiri, khususnya obat-obatan yang
umum diminum setiap hari seperti kunyit asam dan beras kencur.
3.1.3 Lurik
Lurik merupakan nama kain, kata lurik sendiri berasal dari bahasa Jawa, lorek yang
berarti garis-garis, yang merupakan lambang kesederhanaan. Sederhana dalam
penampilan maupun dalam pembuatan namun sarat dengan makna (Djoemena, Nian
S., 2000). Selain berfungsi untuk menutup dan melindungi tubuh, lurik juga memiliki
fungsi sebagai status simbol dan fungsi ritual keagamaan. Motif lurik yang dipakai
oleh golongan bangsawan berbeda dengan yang digunakan oleh rakyat biasa, begitu
pula lurik yang dipakai dalam upacara adat disesuaikan dengan waktu serta
tujuannya. Motif lurik tradisional memiliki makna yang mengandung petuah, cita-
cita, serta harapan kepada pemakainya.
Lurik menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997) adalah suatu kain hasil
tenunan benang yang berasal dari daerah Jawa Tengah dengan motif dasar garis-garis
atau kotak-kotak dengan warna-warna suram yang pada umumnya diselingi aneka
warna benang. Kata lurik berasal dari akar kata rik yang artinya garis atau parit yang
dimaknai sebagai pagar atau pelindung bagi pemakainya. Menurut Kamus Besar
Anyaman adalah karya seni yang terbuat dari lembaran-lembaran dengan cara
ditindih atau menyilang. Lembaran-lembaran yang diatur tersebut dapat berupa
bambu, daun pandan, kertas, rotan atau kulit binatang. Masyarakat di pedesaan
masih banyak yang melakukan pekerjaan menganyam. Mereka membuat hiasan
dinding, alat dapur, tikar, dinding anyaman bambu dan peralatan rumah tangga
untuk dipakai sendiri atau untuk dijual, seperti bakul atau keranjang.
Pemilihan bahan untuk berkarya kerajinan anyaman perlu diperhatikan, baik dari
fungsi dan keindahan benda yang akan dibuat. Dalam memilih bahan, pengrajin
harus menghindari pemilihan bahan yang tidak tepat karena dapat menyebabkan
kerusakan. Contohnya, dalam membuat keranjang dan bakul dipilih bahan bambu,
karena selain kuat bambu juga mudah untuk dibentuk. Bambu bersifat lunak, mudah
dihaluskan dengan pisau atau ampelas. Oleh karena itu, keranjang dan bakul bambu
aman digunakan, kuat dan indah.
Menurut Barry Render dan Jay Heizer (2001): Peramalan (forecasting) adalah seni
dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa masa depan dengan pengambilan data
historis dan memproyeksikannya ke masa depan dengan menggunakan beebrapa
bentuk model matematis.
Prediksi mengenai trend yang baru atau yang dikenal dengan fashion forecasting di
Indonesia dilakukan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang bekerja sama
dengan Indonesia Fashion Chamber merumuskan trend besar di dunia seni untuk
tahun 2019-2020, dikenal sebagai Indonesia Trend Forecasting. ITF berlaku di
semua sektor seni dari desain interior, produk, kriya, dan tentunya fashion.
Tema besar ITF tahun ini disebut Singularity atau dalam Bahasa Indonesia disebut
keganjilan teknologi. Singularity adalah sebuah hipotesis yang memprediksi bahwa
penemuan kecerdasan artifisial super akan memicu pelarian pertumbuhan teknologi
yang menghasilkan kecerdasan super, yang dapat jauh melampaui kecerdasan
manusia. Singularity terbagi ke dalam 4 subsector yaitu:
1. Exuberant/Keceriaan Optimisme
Kamus Merriam-Webster menggambarkan Exuberant sebagai “Sangat hidup,
senang dan bersemangat: dipenuhi oleh energi dan antusiasme”. Atau “Sangat
berkecukupan”. Keduanya merupakan hasil dari upaya panjang mencari
kemakmuran, identitas terpadu, penerimaan di masyarakat, dan kebahagiaan.
Dapat dilihat dalam Subkultur yang merupakan cerminan gaya hidup orang
muda Asia-Amerika, yang menikmati hasil jerih payah orangtua atau kakek-
neneknya; kaum imigran yang bekerja seumur hidupnya untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan. Subkultur ini menyebar dari Amerika Serikat
ke seluruh dunia, terutama negara-negara berbudaya Asia, termasuk musik
Asia Tap-Rap, yang membuat Rapper Indonesia “Rich Chigga” melejit dalam
bisnis hiburan internasional. Keburaman batas kultural terbentuk dari satu sisi
yang bergaya barat dan sisi lainnya yang berakar ketimuran, di mana nilai-nilai
budaya Asia seperti inklusivitas generasi muda dan tua merupakan bagian
3. Svarga/Keindahan Spiritual
Svarga adalah kata bahasa sanskerta yang berarti “Surga”, untuk
menggambarkan pendekatan antar manusia secara spiritual. Profesor Yuval
Noah Harari dalam bukunya yang mengundang kontroversi “Sapiens”
menyatakan bahwa dalam sejarahnya, Homo Sapiens berkembang ke arah
saling ketergantungan dalam bidang politik dan ekonomi. Sebagian orang
berpendapat bahwa kita adalah bagian dari komunitas dunia, yang membuat
kita wajib untuk bekerjasama untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Ini
merupakan faktor pendorong gerakan-gerakan kesadaran yang menyoroti
ketidakadilan pada ekonomi dunia, dengan mempercayai bahwa setiap individu
mampu membuat perubahan dengan memilih sebuah gaya hidup yang
memberikan dampak positif pada kemanusiaan. “Impact trip” merupakan cara
baru untuk menikmati liburan, seperti juga akomodasi Co-Living yang
merangkul aktivitas sosial yang unik bagi penduduk lokal, meningkatkan
Koleksi busana Ready to Wear yang berjudul ACARAKI ini akan menggunakan
trend Neo-Medieval sebagai acuan desain dengan sub-tema Galactic
Romantic/Romantisme Perang Bintang.
Target market yang dituju dalam koleksi busana ini sebagai berikut:
3.2.3.1 Segmenting
Segmenting atau Segmentasi adalah suatu cara strategi dalam memetakan pasar atau
menggolongkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang berdasarkan kemiripan
atau kesamaan akan suatu hal. Dalam segmentasi terdapat 3 (tiga) macam jenis
sebagai berikut:
a. Geographic Segmentation
Segmentasi berdasarkan geografi pada busana Ready to Wear berjudul
ACARAKI ini, ditujukan untuk orang-orang yang tinggal di daerah atau kota-
kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan.
b. Demographic Segementation
Segmentasi berdasarkan demografi pada busana Ready to Wear yang berjudul
ACARAKI ini, ditujukan untuk wanita berusia 20-35 tahun. Wanita yang
berstatus sosial menengah ke atas dengan pekerjaan yang berkaitan dengan
influencer seperti public figure, model dan blogger
c. Psychographic Segementation
Segmentasi berdasarkan psikografi pada busana Ready to Wear yang berjudul
ACARAKI ini, ditujukan untuk wanita yang memiliki kepercayaan diri yang
tinggi dan mencintai adat jawa.
Targeting merupakan suatu kegiatan memilih salah satu kelompok yang telah
tersegmentasi untuk dijadikan sebagai suatu target agar kita mengenal lebih dalam
target yang dipilih. Koleksi busana Ready to Wear ini dirancang bagi masyarakat
perkotaan namun masih melakukan atau melestarikan budayanya serta bangga
terhadap budayanya, seperti meminum jamu.
3.2.3.3 Positioning
Koleksi busana Ready to Wear ini dirancang untuk dikenakan ke dalam acara yang
berkaitan dengan acara fashion, undangan pernikahan dan pergelaran kesenian.
Adapun public figure yang seduai dengan busana ini adalah Ayu Dewi