Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Toraja tak hanya memiliki ritual budaya dan pemandangan alam yang luar biasa
indahnya tetapi juga memiliki sejumlah kekayaan seni rupa. Diantara yaitu Batik dan ukiran.
Kita bisa menjumpai beragam ukiran/seni batik dan pahat ini di rumah adat Toraja (Tongkonan)
atau juga beberapa hiasan dinding. Di perkiran ada 2 jenis batik dan 67 jenis ukiran Toraja.
Setiap batik dan ukiran ini mempunyai motif dan makna tersendiri.
Namun dalam pembuatan kliping ini hanya beberapa saja yang dapat ditampilkan
berhubung karena kurangnya bahan, materi dan informasi yang didapatkan oleh penyusun.

1. Batik Ma`a dan Sarita

Batik Maa dan Sarita adalah Kain Sakral yang hanya dikenakan oleh Pemuka Adat
(Parengnge) dan Pemuka Agama ( Patutungan Bia & Tominaa ). Para pemuka adat dan
pemuka agama mengenakan kain ini pada upacara tertentu, seperti Mangrara Banua (syukuran
rumah).
Bentuknya : Berbentuk kain berukuran 2,25 m x 60 cm. Motif Kerbau yang beriringan
dan motif bintang yang digambarkan dalam bentuk salib, adalah dua motif yang paling
sering tampak pada motif kain ini. Warna khas Ma'a & sarita ( Batik Toraja ) adalah
hitam, merah, putih dan kuning. Untuk warna kombinasi setelah kain dicap, kemudian di
celup dengan pewarna dan selanjutnya beberapa garis motif ditutup dengan warna yang
berbeda.
Tehnik Pembuatannya : Bahan yang digunakan dalam pembuatan batik ini ada tiga
macam, yaitu katun, sutera super dan sutera ATBM. Pembuatan kain sarita masih
mengandalkan bahan-bahan dari alam. Motif yang terukir dalam kain dibuat dari malam
yang berasal dari sarang lebah, kemudian pelepasan malam menggunakan daun pohon
ridisan. Sedangkan pewarnaannya menggunakan lumpur dari daun bilante dan lumpur.

Kadang-kadang mereka juga membuatnya dari bubur beras, seperti pada proses
pembuatan Kain Simbut di Baduy. Sekarang ini untuk keperluan ritual adat, sebagian
besar masyarakat Toraja menggunakan Ma`a dan Sarita yang dibuat dengan
menggunakan teknik sablon atau stensil.
Fungsinya : Kain Sarita dan Maa memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat Toraja, baik dari segi filosofi, sistem sosial, maupun budaya.
-

Filosofi
Motif dalam kain tradisional Sarita dan Maa menunjukkan falsafah hidup
masyarakat Toraja.

Sistem Sosial
Kain tradisional merupakan salah satu indikator hubungan kekerabatan dan struktur
sosial masyarakatnya.

Budaya
Digunakan dalam berbagai ritual adat, seperti
kehidupan/syukuran) dan Rambu Solo (ritual kematian).

Rambu

Tuka

(ritual

Makna Filosofinya :
- Sebagai batik asli Toraja, Kain Sarita mengandung nilai-nilai dan falsafah hidup
masyarakat Toraja. Selain itu, kain ini juga simbol yang menunjukkan status sosial
masyarakat, yang mana hal ini terlihat dalam berbagai ritual adat, yaitu Rambu Tuka
(ritual kehidupan / syukur) dan Rambu Solo (ritual kematian).
- Corak-corak yang terdapat pada kain ini menunjukkan tingkat sosial dan kekayaan si
pemilik kain

2. Ukiran Pa'tedong

Dari 67 jenis ukiran Toraja, ukiran inilah yang paling sering digunakan. Ukiran ini biasa
terlihat di dinding kantor pemerintahan,digunakan sebagai hiasan dlm buku panduan MP3EI,
dan pada bungkus kopi bubuk. Pa tedong berasal dari kata Tedong yang dalam bahasa Toraja
berarti kerbau. Di Toraja, kerbau adalah binatang peliharaan yang utama dan sangat disayangi.
Bentuknya : Ukiran ini menyerupai bagian muka seekor kerbau
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai emas kawin, hewan pengolah sawah,
alat transaksi dalam jual beli masyarakat Toraja, korban persembahan kepada dewa atau
leluhur dan lain lain.
Makna Filosofinya :
- Lambang kesejahteraan bagi masyarakat Toraja

Lambang kemakmuran dan lambang kehidupan orang Toraja dimana rumpun keluarga
diharapkan dapat menternakkan kerbau.

3. Ukiran Pa'kapu' Baka

Pakapu Baka berasal dari dua suku kata yaitu kapu dan baka yang artinya penutup bakul.
Sedangkan bakul itu sendiri adalah tempat untuk menaruh hasil panen seperti kopi, sayursayuran dan lain-lain.
Bentuknya : Ukiran ini menyerupai Penutup Bakul
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Sebagai tempat menyimpan harta
Makna Filosofinya : Sebagai tanda harapan agar keluarga senantiasa hidup rukun, damai
sejahtera, bersatu padu bagaikan harta benda yang tersimpan dengan aman dalam sebuah
bakul.

4. Ukiran Pa'sala`bi' Dibungai

Pa`Sala`bi` berasal dari kata sala`bi` yang berarti pagar atau penghalang.
Bentuknya : Ukiran ini menyerupai pagar
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : untuk melindungi keluarga dari hal hal negatif seperti niat jahat seseorang
ataukah penyakit
Makna Filosofinya : Diharapkan agar manusia bisa menjaga diri atau mencari
pengetahuan untuk bisa mempertahankan diri dalam mengaruhi kehidupan yang begitu
banyak cobaan.

5. Ukiran Pa'dadu

Pa`dadu berasal dari kata dadu yaitu sejenis judi yang digemari oleh hampir sebagian
masyarakat.
Bentuknya : Ukiran ini menyerupai Dadu
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Tanda Peringatan
Makna Filosofinya : Sebagai peringatan kepada anak cucu agar jangan bermain dadu
atau judi karena permainan ini sangat berbahaya.

5. Ukiran Pa'lamban Lalan

Pa`lamban Lalan terdiri dari dua suku kata yaitu Lamban yang artinya menyeberangi dan Lalan
yang berarti jalanan. Makna yang terkandung dalam ukiran ini yaitu sebagai nasehat agar kita
jangan mencampuri perkara atau urusan orang lain bila kita tak diharapkan untuk membelanya
ataukah masalah tersebut tak ada sangkut pautnya dengan kita sendiri.
Bentuknya : Ukiran ini menyerupai tangga
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Tanda Peringatan atau Nasehat
Makna Filosofinya : Sebagai nasehat agar kita jangan mencampuri perkara atau urusan
orang lain bila kita tak diharapkan untuk membelanya ataukah masalah tersebut tak ada
sangkut pautnya dengan kita sendiri
6.

Pa`Bare Allo

Barre = Terbit / Bulat, Allo = Matahari, Pa' barre Allo, Berasal dari Bahasa Toraja,
yaitu Barre: Bulatan atau Bundaran dan Allo: Matahari. PaBarre Allo berarti ukiran yang
menyerupai matahari yang bersinar terang, memberi kehidupan kepada seluruh mahluk
penghuni alam semesta.
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai bulatan matahari
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : diletakkan pada bagian rumah adat yang berbentuk segitiga dan mencuat
condong keatas yang dalam bahasa Toraja disebut Para Longa, dan di letakkan di bagian
belakang dan depan Rumah adat. Ukiran ini biasa diletakkan diatas ukiran PaManuk
Londong.
Makna Filosofinya : Percaya bahwa sumber kehidupan dan segala sesuatu yang ada di
dunia ini berasal dari Puang Matua (Tuhan Yang Maha Esa), selain itu pemilik tongkonan
mempunyai kedudukan yang tertinggi dan mulia.

Pa`Ulu`Karua

7.

Berasal dari dua kata (Toraja) yaitu Ulu: Kepala, dan Karua: Delapan. Menurut mitos, Toraja
dahulu kala ada delapan orang Toraja yang masing-masing menurunkan ilmu pengetahuan
menyangkut kehidupan ini. Kehidupan orang ini diciptakan oleh Puang Anggemaritik (Puang
Matua atau Tuhan) dalam sebuah puputan kembar ajaib dan masing-masing di karunia Ilmu
pengetahuan yang berbeda-beda.
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai delapan kepala orang Toraja
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Sebagai Lambang Ilmu Pengetahuan
Makna Filosofinya : orang Toraja mengharapkan dalam rumpun keluarga mereka, muncul
orang yang memiliki ilmu yang tinggi dan berguna untuk kepentingan masyarakat. .
8.

Pa`Talinga

Talinga Artinya telinga. Telinga adalah salah satu alat indra manusia yang berfungsi
untuk mendengar. Maknanya adalah
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai Telinga
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Sebagai Lambang Pendengaran
Makna Filosofinya : agar semua hal yang kita dengar, baik dan buruk dapat memberi
hikmah dan pelajaran dalam mengarungi kehidupan ini .

9.

Pa`Re`po Sangbua

Berasal dari dua kata (Toraja) yaitu : Repo : Menari lincah sambil melipat lutut membentuk
siku-siku, Sangbua : Tunggal. Ukiran ini berupa garis siku-siku serong yang berlapis-lapis
yang membentuk satu kesatuan. Bentuk ukiran ini biasanya pada
Ukiran ini
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai siku-siku
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Di letakkan pada lumbung disekeliling balok pelintang tumbuan dinding yang
dalam bahasa Toraja disebut Samborinding
Makna Filosofinya : melambangkan kebersamaan dan kegotong-royongan masyarakat
Toraja. Segala sesuatu jika dikerjakan bersama pasti menjadi lebih mudah, lancar dan
Ringan.
10. Pa` Manuk Londong

Pa`manuk Londong berasal dari dua suku kata manuk artinya ayam dan londong artinya jantan.
Biasanya terdapat pada bagian muka dan belakang rumah adat Toraja.
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai Ayam jantan
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Untuk Di letakkan diatas Pa`bare allo karena karena kokok ayam jantan
menandakan bahwa matahari telah terbit dan siap untuk beraktivitas.
Makna Filosofinya : melambangkan kepemimpinan yang arif dan bijaksana, dapat
dipercaya, dan selalu mengatakan yang benar yang dalam bahasa Toraja dikatakan
Manarrang Ussaka` Bongi Ungkarorai Malillin. Disamping itu memiliki makna adil
karena merupakan penyelesaian masalah dengan menggunakan ayam jantan, dimana dua
pihak yang bertikai diberi keluasan untuk memilih ayam jantannya sendiri yang kemudian
akan diadu dengan ayam jantan lainnya, dan ayam jantan yang menang dianggap dialah
pemenangnya.

11. Ukiran Pa'ara' Dena' I

Dalam mitos orang Toraja, burung Pipit dianggap sebagai hewan yang tidak jujur dan
sebagai hewan perusak tanaman padi.
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai bulu dada pada burung pipit
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Sebagai Lambang ketidak jujuran
Makna Filosofinya : Supaya manusia menempuh kehidupan dengan sikap dan pendirian
yang jujur

12.Ukiran Pa'kangkung

Pa`Kangkung berasal dari kata kangkung yaitu nama sebuah sayur-sayuran yang dapat tumbuh
dengan suburnya.
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai Pucuk daun kangkung
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Lambang Kemudahan Rejeki
Makna Filosofinya : Agar manusia membaktikan dirinya tidak hanya bagi diri sendiri
tetapi juga buat orang-orang disekitarnya. Diharapkan pula agar keluarga sehat dan
mudah rejeki seperti sayur kangkung yang tumbuh subur.

13. Ukiran Pa'barana' I

Ukiran ini berasal dari kata Barana` yang artinya pohon beringin.

Bentuknya : Ukiran yang menyerupai Pohon Beringin


Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Sebagai Lambang kesuburan
Makna Filosofinya : Agar keturunan dapat memperoleh rejeki dan berkembang seperti
halnya pohon beringi yang selalu tumbuh dengan lebatnya dan juga diharapkan nantinya
muncul keturunan yang bisa menjadi pemimpin dan melindungi rakyat umum.

14. Ukiran Ne' Limbongan

Menurut arti katanya Limbong berarti danau atau sumber air yang tidak pernah kering, yang
dapat memberi kehidupan dan kesegaran bagi manusia, flora dan fauna di lingkungan
sekitarnya.
Bentuknya : Ukiran yang menyerupai Empat penjuru mata angin
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.
Fungsinya : Sebagai Lambang kesuburan
Makna Filosofinya : Melambangkan bahwa orang Toraja bertekad memperoleh rezeki dari
empat penjuru mata angin ba Ukiran ini bermakna bahwa orang Toraja bertekad
memperoleh rexeki dari empat penjuru mata angin (utara, timur, barat, dan selatan)
bagaikan mata air yang bersatu dalam satu danau dan memberi kebahagiaan kepada
keturunannya kelak.

15. Ukiran Pa'tanduk Re'pe

Pa`tanduk Re`pe berasal dari dua suku kata yaitu Tanduk yang berarti tanduk dan Re`pe yang
berarti sebutan seekor kerbau,Ukiran ini ditempatkan di segala sisi rumah adat Toraja..
Bentuknya : Ukiran ini menyerupai Tanduk Kerbau
Tehnik Pembuatannya : Proses pengerjaannya dilakukan secara manual dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana dan umumnya dikerjakan oleh satu
orang atau orang tertentu saja mulai dari awal sampai selesai.

Fungsinya : Sebagai kenang-kenangan kepada kerbau dimana kerbau dipandang sebagai


simbol status sosial dalam masyarakat
Makna Filosofinya : Sebagai tanda perjuangan hidup agar dapat menemukan ketentraman
dalam hasil jerih payah dan juga dalam menemukan harta yang berharga seperti nilai
kerbau bagi masyarakat Toraja.

Semoga artikel ini mampu menambah pengetahuan anda tentang kebudayaan yang ada di
daerah asalku, Tana Toraja.

UKIRAN JEPARA
IGJEPARA.COM, Jepara- Secara makna, ukiran Jepara adalah bersifat penyesuaian
(akomodatif) untuk menjaga keterpaduan, keseimbangan dan keselarasan di dalam
lingkungan
hidup
masyarakat.
Hal diatas penting karena masyarakat Jawa menyukai keselarasan dalam hidup. Seni kerajinan
ukiran juga berfungsi sebagai manifestasi dari sebuah sikap yang menunjukkan kepribadiannya
sehingga
ukiran
di
daerah
pesisiran
sifatnya
lebih
terbuka.
Seperti diketahui bahwa orang Jawa yang religius dan mistis mengaitkan berbagai hal
kehidupan dengan Tuhan yang bersifat rohaniah, menghormati roh nek moyang, leluhur, serta
kepercayaan yang tidak tampak dalam orang Jawa, maka menggambarkan simbol-simbol.

Masuknya Islam sebagai agama yang struktural, memiliki ajaran-ajaran yang harus ditaati oleh
pemeluknya (ditentukan oleh aturan-aturan tuhan) yang mengatur secara pasti kehidupan
manusia, baik sebagai perorangan maupun sebagai anggota masyarakat. Maka Islam
mempunyai pola komposisi yang simetris, bentuk motif-motif dan penempatannya yang terukur
(geometris) dan arah gerak garis ukiran yang pasti, mencerminkan adanya keteraturan,
kepastian yang sejalan dengan landasan pola berfikir yang tumbuh didalam mesyarakatnya
(Syarif, 2003: 34). Perkembangan yang demikian mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
gaya
ukiran
Jepara.
Syarif (2003: 34) juga menambahkan bahwa cahaya merupakan simbol kehadiran Tuhan.
Identifikasi cahaya dengan prinsip spiritual yang sekaligus membentuk, mengatur, dan
membebaskan ini merupakan faktor yang menentukan karya seni Islam. Maka akan menjadi
logis, apabila ukiran-ukiran di Jepara sebagai sentra daerah Islam dengan bentuk garis
benangan-benangan dalam daun seperti berbentuk memancarkan garis cahaya yang menyebar
ke
segala
arah.
Berbeda dengan gaya ukiran Bali, ajaran Hindu menjadi dasar yang mendukung perkembangan
seni ukirnya, yang juga meneruskan tradisi Hindu Jawa. Pengolahan bentuk atau komposisinya
yang tidak memulai dari bentuk geometris, tetapi melihat dan menggambarkan keadaan
kehidupan nyata, sehingga gaya ukirannya naturalis serta komposisinya tidak simetris.

Anda mungkin juga menyukai