Anda di halaman 1dari 4

Jejak Sejarah Kain Tapis Lampung*

Ornamen motif jung pada bidang sebuah tapis kuno Lampung koleksi Ny. Lee, PT SGC. (Foto:
Oyos Saroso HN)

Oyos Saroso HN

Jejak sejarah tapis Lampung berkembang seiring dengan pertumbuhan perkembangan


kebudayaan Lampung. Meskipun hingga kini belum ada penelitian yang menyimpulkan tahun
pasti dimulainya kerajaan tapis Lampung, kalau dilihat dari berbagai motif kain tapis yang ada,
sejarah tapis sudah ada sejak zaman Hindu atau sekitar abad ke 12-13. Bahkan, diyakini sejak
zaman prasejarah.

Pada awalnya orang mengenal cara menenun, bahan-bahan yang digunakan adalah benang
kapas. Proses selanjutnya, mereka mengenal pencelupan warna dengan menggunakan zat
pewarna dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat disekitarnya.

Perkembangan selanjutnya, tenunan yang sederhana tadi telah ditambah hiasan-hiasan yang
tertera pada hasil tenunan suku Lampung. Ragam hias ini terdaapt pula pada permukaan Nekara
Perunggu dengan motif spiral, meander, garis lurus, tumpal, lingkaran dan lain-lain. Selain itu,
dalam kain tapis Lampung juga kita jumpai ragam hias yang berupa binatang dan tumbuh-
tumbuhan.

Dalam proses perkembangannya ragam hias ini, membawa pengaruh pada nilai-nilai serta
perubahan makna dari ragam hias tertentu yang dibuat. Hal ini juga dapat dilihat dari unsur-
unsur baru dalam ragam hias yang timbul dalam periode Hindu Indonesia, yaitu menggunakan
unsur-unsur flora dan fauna Indonesia yang dihubungkan dengan kepercayaan Hindu. Demikian
juga dengan pengaruh Budha. Islam yang kemudian datang sesudah abad 15 juga memperkaya
unsur-unsur ragam hias tapis Lampung.

Unsur-unsur baru tersebut memperkaya ragam hias, akan tetapi unsur-unsur yang lebih dahulu
ada tidak dihilangkan. Misalnya motif segi tiga tumpal yang sudah dikenal sejak periode
prasejarah tetap terdapat pada ragam hias Hindu yang melambangkan Dewi sri, dewi padi dan
dewi kemakmuran. Bentuk tumpal merupakan bentuk sederhana dari pucuk rebung (anak
pohon bambu muda) yang melambangkan berbagai segi kekuatan yang tumbuh dari
dalam, dan ada juga yang menyatakan bentuk segi tiga abstrak dari bentuk orang.

Bentuk spiral dan meander mempunyai arti sebagai perlambangan pemujaan matahari dan alam.
Bentuk ragam hias pohon hayat merupakan kepercayaan yang universal, sesuai kepercayaan
yang terdapat dalam agama Hindu, Budha, Kristen maupun Islam, dimana pohon hayat ini
melambangkan kesatuan dan keesaan Tuhan yang menciptakan alam semesta.

Dalam masa tertentu kegiatan membuat tapis mengalami kemunduran, ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain adanya pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat sebagai akibat
perkembangan teknologi, bukan hanya sebagai perlengkapan upacara adat, akan tetapi kain tapis
banyak pula diproduksi sebagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Pengertian Tapis

Kain tapis adalah pakaian wanita suku Lampung berbentuk kain sarung yang terbuat dari
tenunan benang kapas dengan motif atau hiasan yang disulam (dicucuk) dengan benang emas,
benag sugi, atau benang perak.
Kain tapis kuno dengan motif binatang, koleksi Ny. Lee, SGC. (Foto Oyos HN)
Kreativitas para seniman tapis tradisional Lampung itu kemudian menghasilkan aneka motif
dengan keindahan ragam hias yang memiliki nilai keindahan tiada tara. Alam, flora, dan fauna
merupakan motif yang selalu digali oleh para pencipta tapis tradisional Lampung sehingga satu
nama tapis bisa berwujud dalam aneka motif. Tapis Cucuk Andak, misalnya, bisa terdiri atas
berbagai motif. Masing-masing memiliki keunikan dengan tingkat kerumitan pembuatan yang
cukup tinggi.

Bagian kain tenun yang disulam biasanya hanya pada bagian pinggang ke bawah. Sementara
sekitar 20 cm bagian atas tidak disulam karena biasanya tertutup oleh baju. Biasanya bagian ini
dipakai untuk tempat mengikat pinggang sehingga kain tapis tidak melorot ketika dikenakan..
Sejak zaman dulu, tapis tidak pernah lepas dari wanita Lampung. Selain para pemakainya adalah
wanita, kain tradisional khas Lampung itu juga dibuat oleh para wanita, baik para ibu rumah
tangga maupun para gadis. Awalnya, kain tapis dibuat para ibu rumah tangga dan para gadis
untuk mengisi waktu luang. Dengan tekun mereka menyelesaikan satu kain tapis hingga berhari-
hari, bahkan sampai hitungan bulan. Pada mulanya mereka membuat kain tapis untuk
kepentingan adat istiadat yang dianggap sakral.

Kain tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional Lampung dalam menyelaraskan
hidupnya baik terhadap lingkungannya maupun pencipta alam semesta. Karena itu munculnya
kain tapis ini ditempuh melalui berbagai tahapan-tahapan waktu yang mengarah kepada
kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan
perkembangan kebudayaan masyarakat.

Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang Lampung telah menenun kain Brokat yang
disebut kain Nampan dan kain Pelepai sejak abad II masehi. Motif kain ini ialah kait dan konci
(key and rhimboid shape), pohon hayat dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah
meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun
kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang yang disebut kain Tapis Jung Sarat, jika
disulam dengan benang sutera putih disebut kain Tapis Inuh.

* Bagian dari buku "Tapis Lampung: Keindahan Tiada Akhir"

Anda mungkin juga menyukai