Anda di halaman 1dari 4

Miss World Malaysia 2021 Dianggap Mengklaim Batik, Mengapa Batik Jadi

Warisan Dunia Asli Indonesia?


Kompas.com - 22/10/2021, 16:01 WIB BAGIKAN: Komentar Lihat Foto Tangkapan layar akun media
sosial Instagram @lavanyasivaji, Miss World Malaysia 2021 mengklaim batik. Lavanya Sivaji di-bully
netizen Indonesia karena dianggap mengklaim batik dan tidak menghargai asal usul batik.(Tangkapan
layar akun media sosial Instagram @lavanyasivaji.) Penulis Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas |
Editor Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas KOMPAS.com - Klaim batik yang disebut
diungkapkan oleh Miss World Malaysia 2021, Lavanya Sivaji membuat masyarakat Indonesia geram.
Padahal UNESCO telah menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. Menurut
antropolog dan pemerhati batik Indonesia Notty J Mahdi, banyak yang belum memahami alasan
mengapa batik menjadi warisan budaya dunia asli Indonesia. "Murid-murid saya dari berbagai negara
juga sering bilang ada batik dari sana dan sini. Tetapi saya jelaskan tentang teknik mewarnai dengan
perintang malam menggunakan canting, dan mereka baru bilang 'oo, understand ' (mengerti)," ungkap
Notty saat dihubungi Kompas.com, Kamis (21/10/2021). Hal ini pun juga tampaknya tidak dipahami
oleh Miss World Malaysia 2021, Lavanya Sivaji. Dalam keterangan foto yang diunggahnya Lavanya
menuliskan ungkapan rasa terimakasihnya atas pakaian yang indah yang dikenakannya dalam malam
final. Selain itu, seperti diberitakan Kompas.com, dia juga mengungkapkan rasa bangga mewakili
negaranya dan bersyukur karena diajarkan untuk menghargai keragaman budaya. Baca juga: Miss
World Malaysia 2021 Dianggap Mengklaim Batik, Dari Mana Asal Batik?   Namun, unggahannya
tersebut menjadi sasaran kemarahan warganet Indonesia, sebab, ucapan Miss World Malaysia, Lavanya
Sivaji dianggap sama seperti mengklaim batik sebagai milik negaranya, Malaysia. Terkait asal usul
batik, Notty menjelaskan bahwa sejarah batik menurutnya adalah hasil percampuran berbagai budaya
asing yang datang ke Indonesia dengan budaya asli Indonesia. "Kalau Miss World Malaysia 2021
mengatakan batik juga ditemukan di luar Indonesia, itu memang betul," kata Notty. Sebab, di China
juga ditemukan kain-kain batik dengan motif sederhana yang dikerjakan dengan kuas khusus dengan
alat kerok sebagai alat-alat yang ada dalam kuburan salah satu dinasti di China. Bahkan, India dan
Srilanka juga masih memproduksi batik-batik dengan teknik cap. Namun, inilah yang membedakan
batik Indonesia dengan batik-batik dari negara lain, sebab, kata Notty, batik di Indonesia menggunakan
malam sebagai perintang warna dan menggunakan alat canting untuk membatiknya. Batik telah
dinobatkan sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia yang ditetapkan Organisasi Pendidikan,
Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Miss World Malaysia 2021 Dianggap
Mengklaim Batik, Mengapa Batik Jadi Warisan Dunia Asli Indonesia?", Klik untuk
baca: https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/22/160100923/miss-world-malaysia-2021-
dianggap-mengklaim-batik-mengapa-batik-jadi?page=all.
Penulis : Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas
Editor : Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas
Batik dengan Empat Motif Khas Jombang, Dari Candi Rimbi hingga
Sumberbeji
3 October 2022 08:04 AM

X
Salah satu motif batik Khas Jombang yang dikembangkan Nunuk di rumah produksinya.

JOMBANG – Bertepatan dengan peringatan Hari Batik 2 Oktober, ada perajin batik di Jombang yang
getol mengenalkan potensi budaya khas Jombang. Nunuk Rachmawati, 55, perajin batik asal Dusun
Jambu Desa Jabon Kecamatan Jombang mengekspresikan potensi budaya Jombang lewat motif batik
tulis.

Nunuk belajar membatik dari sang ibu, yang juga perajin batik. Sejak tujuh tahun lalu, ia telah
menciptakan empat motif yang mengusung tema budaya khas Jombang. ’’Ada empat motif yang sudah
kami patenkan. Sekarang jalan motif kelima,’’ katanya kepada Jawa Pos Radar Jombang kemarin
(2/10).

Motif pertama pesona Jombang. Di motif ini, ia mengekspresikan beberapa potensi unggulan Jombang.
Seperti durian bido khas Wonosalam, manik-manik Gudo, cengkeh, kopi dan tembakau. Motif kedua,
batik besutan yang mengenalkan budaya besutan sebagai cikal bakal kesenian luduk.

Motif ketiga, Rimbi Puro Mojo yang mengenalkan pesona Candi Arimbi di Desa Pulosari, Bareng,
sebagai pintu gerbang Majapahit selatan. Keempat Nala Patma Dipa yang juga menggabungkan
beberapa unsur budaya khas Jombang.
’’Yang terakhir, kami membuat motif Tunggul Anggraini Bayangkari. Gabungan sejarah Majapahit
dengan motif khas Garuda Wishu di Sumberbeji. Serta ada benteng Polri sebagai garda terdepan
negara,’’ paparnya.

Nunuk membuatnya dalam batik cap dan tulis. Batik tulis disebutnya lebih mahal karena harus melalui
proses panjang mulai membuat pola, mencating hingga proses pewarnaan secara berulang kali. ’’Batik
tulis kami lebih menonjolkan seni. Butuh keuletan dan kesabaran dari pembatik,’’ jelasnya.

Untuk pemasaran, Nunuk tak hanya mengandalkan relasi atau kenalan. Dibantu anak-anaknya yang
juga pembatik, Nunuk mulai merintis pemasaran ke luar negeri, khususnya Thaliand. ’’Pemasaran kami
selama ini fokus di kota-kota se-Indonesia. Kami juga mulai merambah ke manca negara,’’ tandasnya.

Harga batik buatan Nunuk bervariasi. Batik cap ukuran 2 X 1,15 meter Rp 70 ribu – Rp 100 ribu. Batik
tulis dijual mulai Rp 300 ribu. ’’Yang paling mahal Rp 7 juta, batik tulis sutra,’’ ungkapnya.

NUNUK mempekerjakan masyarakat setempat untuk membatik. Juga mengajak beberapa difabel


bekerja di rumahnya. Meski sulit dan butuh keuletan dalam melatih difabel membatik, hasil karya
mereka tak kalah dengan pekerja lainnya.

Setiap kecap bibir Nunuk diperhatikan betul oleh sejumlah difabel yang membatik kemarin (2/10).
Secara perlahan, mereka membatik menirukan pola yang sudah dibuat. Paling mudah membuat motif
Pesona Jombang yang menggabungkan unsur keragaman Jombang.

’’Untuk melatih mereka butuh kesabaran ekstra dan harus telaten. Terutama pada tuna wicara atau tuna
rungu. Mereka saya minta memperhatikan mimik bibir saya agar mengerti apa yang saya ucapkan,’’
terangnya.
Para warga disabilitas yang bekerja dirumah Nunuk, awalnya peserta pelatihan yang difasilitasi
Disdagrin Jombang. Secara perlahan mereka bekerja sebagai freelance. ’’Mereka ada yang curhat, di
rumah banyak waktu luang. Akhirnya saya ajak kesini untuk freelance,’’ paparnya.

Hingga kini, ada delapan orang disabilitas yang bekerja di rumah Nunuk. Mereka tidak bekerja full
time, melainkan paruh waktu menyesuaikan waktu mereka. ’’Mereka juga saya bolehkan membawa
pekerjaanya pulang. Di rumah bisa disambi memasak, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya,’’
paparnya.

Setelah belajar di rumah Nunuk, para difabel kini menghasilkan beberapa produk. Menurutnya, asal
diarahkan dengan tepat, hasil batik buatan difabel bisa sama seperti yang kita inginkan. ’’Hasilnya
sama dengan pekerja normal. Karena pada intinya, mereka punya potensi masing-masing,’’
bebernya. (ang/jif/riz)

 Reporter: Anggi Fridianto

Anda mungkin juga menyukai