Anda di halaman 1dari 7

BATIK BANTEN

“Beragkat dari kearifan lokal yang terbenam dalam-dalam ditengah puing-puing reruntuhan Keraton
Banten. Bak Intan terpendam, kini muncul ragam hias artefak terwengkal dalam fenomena menarik
untuk bekal karya cipta anak cucu di tanah Banten. Ragam hias benda kuna itulah yang menjadikan
inspirasi pada berbagai Artefak Terwengkal direkonstruksi pada arkeolog, telah di transformasi ke
media kain katun dan sutra yang disebut Batik Banten, sebuah rekonstruksi sejarah pesonanya kain
batik yang dapat bercerita tentang budaya Banten bermakna intelektual”

“THESE CLOTHES TELL STORIES”

Siang yang sangat terik. Setelah selesai melakukan sesi foto di studio untuk kepentingan
kelas, kami bertiga buru-buru pergi ke tempat industri Batik Banten. Anggota kelompok kami masih
kurang dua orang lagi, yang satu telat dan yang satunya lagi tidak bisa ikut karena habis kecelakaan.
Jadi kami bertiga pun duluan pergi ke tempatnya. Kami sangat buru-buru sekali karena sebelumnya
sudah membuat janji akan datang jam 1 dan ini sudah lewat. Untungnya saja tempat Batik Banten
cukup dekat dari studio tempat kami melakukan pemotretan tadi. Lokasi Batik Banten berada di
daerah Cipocok dekat dengan Kebun Kubil. Setelah panas-panasan akhirnya kami pun sampai di
Industri Batik Banten. Aku dan Mini masuk ke dalam galeri, sedangkan Ilham diluar men setting
kamera terlebih dahulu. Di dalam galeri aku bertemu dengan penjaga galeri disitu. Ternyata pemilik
Batik Banten yaitu Pak Uke sedang tidak ada disitu, penjaga itu bilang kalau Pak Uke berada di
tempat Batik Banten yang satunya lagi tak jauh dari sini. Aku memutuskan untuk mengambil gambar
di dalam galeri dulu, terdapat banyak ragam kain batik, baju, tas, sandal dan lain lain. Setelah selesai
mengambil gambar, kami pun keluar dan menunggu anggota kami datang yaitu Bara. Setelah 5 menit
ia pun datang dan kami pergi ke tempat Batik Banten yang kedua. Kami belum pernah ke tempat itu
sebelumnya, kami putuskan untuk berjalan kaki saja, dan bertanya ke Ibu penjaga warung didekat
situ sambil membeli minuman.

Setelah diberitahu kami melanjutkan berjalan kaki, kami tak menyangka ternyata cukup jauh
jaraknya, ditambah panas matahari yang terik. Tapi kami semua tetap semangat melanjutkan.
Akhirnya kami sampai di tempat Batik Banten yang kedua. Tempatnya lebih besar dari pada yang
pertama. Dari bangunan kelihatan seperti bangunan baru. Karena terlihat sepi kami pun masuk
kedalam, ternyata benar saja bangunan ini masih dalam tahap penyelesaian namun bagian depan
bangunan ini sudah rapih, hanya tinggal bagian belakangnya saja yang masih di bangun. Kami pun
bertemu kuli yang berada disana bertanya dimana Pak Uke. Akhirnya kami bertemu dengan beliau.
Beliau sedang memantau pembangunan gedung bagian belakang Batik Banten. Setelah berbincang-
bincang sedikit kami semua pun masuk kedalam gedung bagian depan untuk melakukan wawancara.
Setelah men setting ruangan dan kamera, kami memulai sesi wawancaranya. Tentunya saya sebagai
pembawa acaranya melontarkan beberapa pertanyaan kepada beliau. Ilham dan Bara mengambil
gambar saya dengan beliau dan mini mencatat apa saja yang penting dalam wawancara. Saya
bertanya tentang bagaimana sejarah Batik Banten. Beliau menjawabnya dengan panjang dan rinci.

Berawal dari keterlibatan dalam berbagai kajian pemanfaatan ragam hias khas daerah
pada rancang bangun gedung-gedung pemerintah dan pemerhati lingkungan pada penataan
kota budaya Banten yang telah berjaya dimasa lalu. Ditengah masanya pengkajian benda-
benda sejarah hasil ekskavasi (penggalian) para Arkeolog, menjadikan inspirasi untuk
mencapai tujuan pembangunan kota yang berbudaya, dalam rangka mengisi dimensi kekinian
guna pra perencanaan pembangunan Anjungan Banten di TMII dan rancang bangun RUMAH
ADAT khas Banten serta merevitalisasi pada penataan bangunan sejarah di Propinsi Banten.
Dengan rekonstruksi benda purbakala mengantarkan perhatian para tokoh masyarakat,
pemerintah daerah, bersama-sama arkeolog, Juni 2002 telah mengadakan pengkajian ragam
hias selama enam bulan berhasil menemukenali ragam hias khas Banten menjadi 75 motif
berikut dikukuhkan oleh pemerintah propinsi melalui Surat Keputusan Gubernur Banten
nomor : 420/SK-RH/III/2003 tanggal 12 Maret 2003.
Tahun 1976, ketika Pusat Penelitian Arkeologi mengadakan penelitian dan ekskavasi
di Situs Keraton Surosowan yang merupakan Situs Keraton Kesultanan Banten, ditemukan
sejumlah gerabah dan keramik lokal yang berpola hias. Penelitian dan pengamatan yang
dilakukan dalam mengungkap keberadaan gerabah dan keramik memperlihatkan adanya pola
hias yang dikerjakan dengan beberapa teknik dekorasi. Teknik dekorasi yang diterapkan pada
gerabah dan keramik lokal Banten ini antara lain teknik gores, teknik pukul (tatap berukir),
teknik tekan (cap dan bukan cap), teknik cubit, dan teknik tempel (dengan cetakan dan tidak
dengan cetakan). Lalu pola hias yang ditemukan dari rekonstruksi gerabah dan keramik lokal
Banten ini berjumlah 75 pola hias yang merupakan pola hias tunggal dan pola hias gabungan
(Hasan Muarif Ambary, dalam artikel Pakaian Tradisional di Daerah Banten).
Peranan gerabah dan keramik lokal Banten ini sangatlah penting bagi masyarakat kala
itu. Kegunaannyalah yang menjadikan gerabah dan keramik ini sangat berguna bagi
kehidupan keseharian masyarakat Banten sekitar abad ke-18 dan ke-19 M. Sebagai barang
kegiatan rumah tangga dan kegiatan industri seperti pembuatan alat logam perunggu dan besi.
Dari ke-75 motif hias yang terdapat dalam temuan gerabah dan keramik hasil penelitian
arkeologis di situs Keraton Surosowan inilah, Ir. Uke Kurniawan seorang “Wong Banten”
yang perduli terhadap kebudayaan daerahnya mengangkat motif-motif tersebut menjadi motif
batik khas Banten dan “menghidupkan” kembali tradisi membatik di daerah Banten yang
telah hilang selama lebih dari 200 tahun. Selain motif dan corak Batik Banten yang
arsitektural pada ragam hias tersebut diatas, warna pada batik Banten pun berbeda dengan
batik-batik lainnya di Indonesia, warna pada Batik Banten cenderung abu-abu soft,
menunjukan, sifat dan karakter masyarakat Banten dengan berpenampilan yang selalu ingin
sederhana. Nama motif Batik Banten diambil dari nama toponim desa-desa kuna, nama gelar
bangsawan /sultan dan nama tataruang istana kerajaan Banten. Pada corakpun identik dengan
cerita sejarah yang mengandung filosofi (penuh arti) pada motifnya dengan bermakna
intelektual bagi pemakai bahan dan busana Batik Banten : These Clothes Tell Stories.
Sejak dipatenkan tahun 2003, Batik Banten telah mengalami proses panjang hingga
akhirnya diakui di seluruh Dunia. Batik banten memiliki 75 motif, 12 motif pertama yang
sudah dipatenkan, banten merupakan provinsi yang pertama kali mematenkan batik, dengan
tujuan agar kekayaan budaya indonesia di banten ini tidak mudah dicuri Batik Banten
dipatenkan setelah ada kajian di Malaysia dan Singapura yang diikuti 62 Negara di dunia.
Batik Banten mendapatkan predikat terbaik se-dunia. Setelah ada himbauan pada 5 Juni
hari Batik sedunia, Banten menjadi Batik pertama yang punya hak paten di UNESCO. Saat
ini sudah ada 54 motif yang telah terdaftar dan telah mendapatkan legitimasi dari lembaga
hak intelektual tertinggi di indonesia. Ada sekitar 20 motif batik Banten yang diberi
penamaan berdasarkan filosofinya, antara lain yaitu motif Sebakingking, Srimanganti,
Pasulaman, Mandalikan, Kawangsan, Kapurban, Surosowan, Pejantren, Pamaranggen,
Pancaniti, Datulaya, Langenmaita, Wamilahan, Panjunan, Kaibonan, Memoloan, Kesatriaan,
Panembahan, Singayaksa dan motif Pasepen. Berbagai kajian pemanfaatan ragam hias
khas Banten telah ditransformasikan dan didesain ke dalam media kain katun dan sutra yang
disebut batik Banten . Batik ini kaya akan muatan filosofi yang mengandung arti dalam
setiap motif yang diambil dari toponim. Inilah tatanan aset yang menjadi ciri
khas batik Banten tersebut. Batik banten itu sudah masuk di kancah internasional , bukan
karena bentuk dan tatanananya saja, melainkan juga ciri khas yang dimiliki.
Batik Baten memiliki identitas tell story (motifnya bercerita) memilki khas tersendiri
ketimbang batik lain. Beberapa motifnya diadopsi dari benda-benda sejarah (artefak). Di
setiap motif terdapat warna abu-abu yang konon menjadi cermin Banten .
Semua batiknya mengandung muatan filosofi. Batik Banten memilki ciri yang khas dan
unik karena di samping setiap motifnya bercerita sejarah , juga berasal dari benda-benda
peninggalan seperti gerabah dan nama-nama penembahan kerajaan Banten seperti
Aryamandalika, Sabakingking, dan lain-lain.

75 Ragam Hias Khas Banten Rekontruksi Arkeologi Nasional

Ada 3 perbedaan Batik Banten dengan Batik lain di Indonesia diantaranya adalah:
1. Motif Batiknya, pola dasar ragam hias berasal dari benda sejarah purbakala yang
disebut Artefak Terwengkal hasil ekskavasi Arkeolog tahun 1976 di Banten.
2. Warnanya, apapun warnanya batik banten cenderung warna abu-abu soff menunjukan
karakter wong Banten , ciri-ciri dari sifat warna abu-abu soff antara lain : Cita-citanya,
idenya, kemauannya, dan tempramennya cenderung tinggi namun pembawaan selalu
sederhana serta kalem/ ayu atau cantik warna batiknya (pernyataan : Launching Batik Banten
deskripsi 7 Professor).
3. Filosofi (Artinya) Nama Motif dan motif batik saling berkaitan dengan sejarah Banten.
Nama motif berasal dari “Toponim desa-desa kuna, nama gelar bangsawan / sultan dan tata
nama ruang di Kesultanan Banten”.

Paduan warna Batik Banten dipengaruhi oleh air dan tanah; yang dalam proses
pencelupannya mereduksi warna-warna terang menjadi warna pastel akibat kandungan yang
ada di dalamnya. Warna-warna tersebut, konon, cocok betul menggambarkan karakter orang
Banten yang memiliki semangat dan cita-cita tinggi, ekspresif, tapi tetap rendah hati.
Masing-masing motif batik kemudian diberi nama-nama khusus, yang diambil dari nama
tempat, ruangan, maupun bangunan dari situs Banten Lama, serta nama gelar di masa
Kesultanan Banten. Dan, sampai sekarang, sudah lebih dari 50 ragam hias yang dituangkan
dalam bentuk kain batik, bahkan 12 diantaranya telah dipatenkan sejak tahun 2003.
Motif yang mengambil nama tempat, diantaranya, Pamaranggen (tempat tinggal pembuat
keris), Pancaniti (bangsal tempat Raja menyaksikan prajurit berlatih), Pasepen (tempat Raja
bermeditasi), Pajantren (tempat tinggal para penenun), Pasulaman (tempat tinggal pengrajin
sulaman), Datulaya (tempat tinggal pangeran), Srimanganti (tempat Raja bertatap muka
dengan rakyat), dan Surosowan (Ibukota Kesultanan Banten).
Sementara motif dari nama gelar, antara lain, Sabakingking (gelar dari Sultan
Maulana Hasanudin), Kawangsan (berhubungan dengan Pangeran Wangsa), Kapurban
(berhubungan dengan gelar Pangeran Purba), serta Mandalikan (berhubungan dengan
Pangeran Mandalika). Namun, yang menjadi ciri khas utama Batik Banten adalah motif
Datulaya, yang namanya diambil dari tempat tinggal pangeran. “Datu itu artinya pangeran,
laya tempat tinggal," jelas Uke. Motif Datulaya memiliki dasar belah ketupat berbentuk
bunga dan lingkaran dalam figura sulur-sulur daun. Warna yang digunakan adalah motif
dasar biru, dengan variasi motif pada figura sulur-sulur daun abu-abu di dasar kain kuning.
Setelah wawancara selesai kami pun pamit dan berterima kasih kepada beliau karena
beliau sudah menyempatkan waktunya. Kami berjalan kaki lagi kembali ke tempat Industri
Batik Banten. Sesampainya disana kami meminta izin untuk melihat dan mengambil gambar
proses pembuatan Batik Banten. Kami pun bertemu Pak Asep yang akan menjelaskan proses
proses membatik. Membuat batik dengan cara pengecapan, terlebih dahulu kain harus sudah
dirapihkan pada gawangan/rak kayu. Sebelum dilakukan pengecapan panaskan lilin malam
pada kompor dalam keadaan matang/panas dan disimpan canting besar atau canting booh
kedalam lilin malam yang berada di ender/ketel dalam keadaan panas, setelah canting dalam
keadaan panas, baru dilakukan pengecapan pada kain. Lilin malam harus dalam keadaan rata
tidak boleh menumpuk dipermukaan ender/ketel. Apabila tetap dilakukan pengecapan
akibatnya hasil cap pada kain akan berwarna hitam tidak akan tembus pada kain dan dalam
penulisan pewarnaan akan mudah melebar. Cara membatik pada Batik Banten sama seperti
batik pada umumnya. Pada proses pewarnaan saya diperbolehkan untuk mencobanya sedikit.
Saya mewarnai pola yang masih polos warnanya dengan hati-hati dan hasilnya cukup
lumayan untuk seorang pemula. Proses membatik ini bisa mencapai 2 hari lamanya. Pak
Asep mengatakan bahwa dalam proses pembuatan Batik Banten tak ada satupun yang
terbuang. Limbah lilin malam bisa dipakai lagi dengan cara mencampurkannya dengan lilin
putih dengan begitu lilin malam dapat dipakai lagi. Jadi sangat efisien karena tak ada bahan
baku yang terbuang.

Tak terasa hari mulai sore kami pun berterima kasih kepada Pak Asep yang
membimbing pada proses pembuatan batik. Kami pamit karena harus kembali ke kampus
karena ada jam mata kuliah lagi. Sungguh hari yang melelahkan namun menyenangkan,
karena begitu kami jadi tahu bagaimana Batik Banten itu ada.

Anda mungkin juga menyukai