Anda di halaman 1dari 2

KEBUDAYAAN

TANGGUI, KERAJINAN KHAS BANJAR YANG MULAI PUDAR

Topi tanggui merupakan hasil kerajinan anyaman dari daun nipah berupa topi besar bundar
(caping) yang berfungsi untuk melindungi diri dari panas dan hujan. Pasaran tanggui mulai
ramai terutama saat musim panen padi. Biasanya topi tanggui ini di pakai pada acara walikota,
sekolah, nelayan dan dipakai petani ketika panen. Kalau di sekolah digunakan murid-murid
untuk menari, dan bisa juga dipakai masyarakat terutama nelayan untuk memancing. Tanggui
merupakan satu contoh kearifan lokal masyarakat Banjar yang saat ini mulai memudar yang
diakibatkan oleh adanya modernisasi. Modernisasi didalam kehidupan membawa perubahan,
baik itu perubahan kearah yang baik ataupun sebaliknya. Walau banyak jenis topi yang tersebar
di pasaran, akan tetapi tanggui produksi mereka tak kehilangan pasar. Setidaknya pesanan
ratusan tanggui harus mereka kerjakan setiap minggunya dan jika ada yang memesan maka
akan dibuatkan dengan kualitas terbaik.

Ibu Saimah merupakan warga Kuin Cerucuk sekaligus pengrajin topi tanggui dan sudah
melakoni pekerjaan ini lebih dari 30 tahun, ia mengatakan kalau pembeli tanggui banyak dari
luar kota Banjarmasin, mulai dari yang terdekat Nagara kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS),
Amuntai, Kapuas, Barabai, Kandangan, Jakarta hingga yang paling jauh berada diluar negeri
yaitu Korea Selatan. Tanggui masih banyak dipakai di kota-kota itu karena umumnya
masyarakat di sana banyak bekerja sebagai petani yang kesehariannya menggunakan tanggui
untuk menutup kepala.

Kampung Tanggui ini sudah ada sejak nenek moyang ibu Saimah, berada di Jalan Kuin
Cerucuk kelurahan Alalak Banjarmasin Utara, dekat Jembatan kuin yang baru. Tanggui
produksi masyarakat Kuin Cerucuk ini sudah terkenal. Alasannya karena kualitas yang
dimilikinya, kuat dan tahan lama, karena memiliki bahan baku dengan kualitas baik. Topi
tanggui memiliki 3 jenis ukuran, ukuran kecil, sedang dan besar. Harganya mulai dari Rp 10.000
untuk yang kecil, Rp 30.000 Tanggui besar serta Rp 20.000 ukuran sedang yang paling banyak
di produksi. Di masa pandemi kemarin kerajinan topi tanggui ini tetap berjalan seperti biasa.

Pengerjaan Tanggui bisa dimana saja, tidak ada batas waktu dan alat-alat yang digunakan
adalah seperti pisau atau parang untuk meraut ilatung, punggung untuk penjepit bingkai, panjar
digunakan untuk menusuk, kuda kuda, gung-gum, gunting, tali nelon di pakai dalam proses
pembuatan topi tanggui, sirat untuk jadi tali.
PERSPEKTIF

Keseharian yang dilakukan ibu Saimah di kampung ini cuman mengerjakan topi tanggui saja,
tidak ada lagi aktivitas lain selain mengerjakan topi tanggui. Pengolahan tanggui ini terbilang
tidak mudah dan hargai dengan harga yang murah, karena menurut beliau Itu tergantung
kepada tanggui yang dipesan. Proses pembuatan mahal jikalau ada orang yang memesan
tanggui untuk acara-acara tertentu atau untuk kegiatan disekolah dan dijual murah kalau
pengerjaan yang kasar dan proses pembuatannya juga berbeda, kalau yang murah itu proses
pengerjaanya bisa 1 hari saja, dan untuk pembuatan yang rapi dan bagus memerlukan proses
pengerjaaan yang lama.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------

Did You Know?

Ibu Saimah pernah berhenti sebagai pengrajin tanggui dan mencoba untuk berjualan kue dari
warung ke warung yang pada saat itu beliau harus mengurus anaknya yang masih kecil, namun
karena resiko berjualan lebih tinggi daripada mengerjakan tanggui, maka beliau kembali
menjadi pengrajin tanggui.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------

Ditengah modernisasi ini, generasi muda sekarang kurang tertarik mengerjakan tanggui.
Menurut beliau topi tanggui bisa dibilang murah, yang menyebabkan anak muda zaman
sekarang tidak tertarik untuk mengerjakan tanggui. “Kalau kami sudah terbiasa dan sekarang
tetap menetap di topi tanggui” kata beliau. topi tanggui di masa sekarang selalu laris minimal 1
kali seminggu pasti ada orang beli. Dibandingkan dengan zaman dulu sulit untuk mendapatkan
bahan baku untuk pembuatan tanggui sehingga proses pembuatan tanggui tertunda dan
membuat beliau tidak ada kerjaan.

Harapan dari ibu Saimah untuk Kampung tanggui kedepannya yaitu ”ada yang mau
meneruskan kerajinan tanggui, harga tanggui ini dinaikkan, dan modalnya dimurahkan“
tutupnya.

Anda mungkin juga menyukai