Anda di halaman 1dari 3

Nama Kelompok 3:

1. Mayang Anggraini
2. Indriani Dwi Putri
3. Arba’atin Nisa’ N. F. F.
4. Sheila Ananda Pratiwi

Sarung Samarinda

Kerajinan tenun
Sarung Samarinda pada
awalnya dibawa para perantau Bugis dari Sulawesi yang tinggal di pesisir Sungai
Mahakam, tepatnya di Kampung Pamanah, Gang Pertenunan, Samarinda Seberang.
Berada jauh dari tanah leluhur tidak membuat perempuan Bugis melupakan tradisinya.
Sambil menunggu suami-suami mereka pulang dari bekerja serta mengasuh anak-anak,
mereka memanfaatkan waktu dengan menenun sarung. Sarung bermotif kotak-kotak yang
mereka buat ternyata menarik perhatian orang-orang untuk membelinya.

Para pengrajin mengenal dua teknik dalam menenun Sarung Samarinda, yaitu
dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan dengan cara tradisional
yang disebut dengan walida. Pengrajin pendatang ini kabarnya sangat terampil dalam
bertenun kain. Pembuatan satu sarung dari bahan baku memerlukan waktu sekitar satu
pekan. Sedangkan proses menenunnya memerlukan waktu sekitar tiga hari.

Ciri khas Sarung Samarinda adalah bahan bakunya yang menggunakan sutera yang
khusus didatangkan dari Cina. Sebelum ditenun, bahan baku sutera masih harus
menjalani beberapa proses agar kuat saat dipintal. Proses pertama adalah merendam
bahan baku dalam air selama tiga hari. Setelah itu dimasak dalam campuran air dan
pewarna sampai mendidih selama sekitar dua jam. Lalu bahan baku dicuci hingga bersih
dan langsung dikanji. Setelah dikanji, diperas, dan dijemur hingga kering, barulah bahan
baku bisa dipintal menjadi benang tenun sutera. Untuk mendapatkan hasil yang baik,
pemintalan harus dilakukan sehalus mungkin.

Sehelai sarung yang dihasilkan pengrajin biasanya memiliki lebar 80 centimeter dan
panjang 2 meter. Dengan ukuran sarung sebesar itu pasti ada jahitan sambungan di bagian
tengahnya yang dibuat dengan menggunakan tangan. Sarung asli tidak pernah disambung
dengan menggunakan mesin jahit. Inilah salah satu cara untuk membedakan kain yang
asli dari yang palsu atau buatan mesin pabrik.

Perbedaan lainnya adalah kain yang asli atau yang dibuat dengan ATBM biasanya
terasa agak kasar tetapi sejuk saat dipakai. Kain palsu terasa halus namun saat dipakai
terasa panas. Sementara sarung asli yang dibuat dengan teknik walida juga halus
sekaligus terasa sejuk saat dipakai.

Kalau ingin lebih memastikan lagi mana sarung yang asli dan yang palsu, tariklah
satu benang sarung dan bakar. Jika benang yang dibakar berubah menjadi seperti karet,
berarti itu adalah sarung asli yang menggunakan benang sutera. Tapi kalau benang yang
dibakar berubah jadi abu, sarung tersebut pasti dibuat dari benang kapas murahan.
Pembeli memang harus berhati-hati saat membeli Sarung Samarinda karena sangat
banyak beredar sarung palsu.

Sekarang sudah ada belasan kampung penenun yang berada di gang-gang yang
berdekatan. Nama-nama kampungnya beragam, sesuai dengan kampung asal mereka di
Sulawesi. Ada Kampung Wajo, Senglang, Sidrap. Sementara itu sejumlah galeri, toko,
dan koperasi bermunculan menjual hasil kerajinan tenun Sarung Samarinda di sepanjang
jalan raya Samarinda.
Jika menyusuri gang-gang pertenunan, mesin pintal dan tenun akan terlihat di
halaman depan rumah penduduk. Sementara di samping dan emperan rumah, sarung yang
masih basah oleh kanji sedang dijemur. Penggunaan kanji berfungsi agar sarung tampak
baru dan awet.

Jika ingin memiliki Sarung Samarinda yang asli, sebaiknya membeli langsung atau
memesannya di beberapa tempat suvenir di Samarinda. Harga Sarung Samarinda berkisar
antar Rp 150.000 hingga Rp 250.000.

Corak Sarung Samarinda

Corak yang berwarna khas Sarung Samarinda yang sudah terkenal sejak dulu kala
melambangkan watak dan kepribadian masyarakat Samarinda yang berani dalam
membela kebenaran dan keadilan. Disamping itu hasil dari budaya, melambangkan
keuletan dan kegigihan (sehelai benang menjadi sehelai kain).

Adapun corak sarung samarinda diantaranya Corak Balo So’bi (motif Kalimantan
timur), Corak Siparapre, Corak balo hatta ungu, Corak Negara, Corak asepulu bolong dan
Corak taba hijau.

Corak Balo Hatta Ungu

Motif yang paling


terkenal adalah motif
belang Hatta (Balo’
Hatta), yaitu corak
kotak besar yang diapit
persegi panjang hitam
dan dilintasi garis
merah, biru dan hitam.
Dinamakan motif
belang Hatta sebagai penghargaan kepada wakil presiden RI 1 – Bung Hatta – sewaktu
berkunjung ke Samarinda Seberang dan memilih sarung dengan motif tersebut.

Anda mungkin juga menyukai