Anda di halaman 1dari 10

KASUS BANK PANIN

Januari 11, 2014

Opini Kasus Pelanggaran Hukum yang Diawali dengan


Pelanggaran Etika di Tahun 2013

Perkembangan perbankan di Indonesia dari tahun ke tahun telah semakin pesat. Hal
ini juga ditunjukkan dengan perkembangan berbagai jenis usaha perbankan seiriing dengan perkembangan
teknologi informasi. Inovasi perbankan berbasis teknologi informasi di industri perbankan ini memberikan
dampak efisiensi dan efektifitas yang luar biasa. Sebagai contohnya munculnya produk-produk electronic
banking seperti anjungan tunai mandiri, kartu kredit, kartu debit, internet banking, sms/mobile banking, phone
banking, dan lain-lain, telah mendorong layanan perbankan menjadi relatif tidak terbatas, baik dari sisi waktu
maupun dari sisi jangkauan geografis. Hal ini pada gilirannya telah meningkatkan volume dan nilai nominasi
transaksi keuangan.
Dalam tataran lokal, perbankan Indonesia mengalami ujian dengan munculnya berbagai kasus tindak pidana
kejahatan di bidang perbankan belakangan ini. Bank sebagai lembaga kepercayaan, dalam menjalankan
kegiatan usahanya harus memperhatikan ketentuan maupun prinsip-prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko
terkait penyelenggaraan kegiatan usahanya.

Bank sebagai pusat perputaran keuangan, yang berasal dari dunia usaha maupun kegiatan publik, perbankan
sangat rentan terhadap upaya penyalahgunaan kewenangan yang ada padanya. Koruptor menggunakan
perbankan sebagai salah satu saluran pemanfaatan uang hasil korupsi. Kewaspadaan perbankan atas tindak
pidana pencucian ataupun pencurian uang.

Untuk mempermudah urusan, transaksi yang terkait tindak pidana korupsi masih banyak dilakukan melalui
sistem perbankan. Modus operandi tindak pidana perbankan memang beragam. Bila bidang perizinan bank
(scret of banker’s), bidang jasa, tindak pidana dengan sarana komputer, penyalahgunan dana nasabah
(misappropriation of public funds), dan penggelapan dana nasabah (embezzlement of public funds) (hal. 12-
15). Sedang modus operandi tindak pidana  di bidang jasa, diklasifikasikan lagi menjadi dua kategori: tindak
pidana yang berkaitan dengan perkreditan dan tindak pidana yang berkaitan dengan warkat bank.

Implikasi negatif Kejahatan perbankan dapat menyebabkan bank mengalami kegagalan atau yang dinamakan
bank gagal. Secara cepat tanggap Otoritas Jasa Keuangan akhir-akhir ini sedang melakukan perhatian khusus
untuk menetapkan bank yang masuk kategori systematically importan bank (SIB) atau Bank yang berdampak
sistemik pada industri perbankan. Menurut pejabat OJK menyebutkan hasil sementara ini untuk di Indonesia
belum ada bank masuk kriteria SIB global. Penetapan nantinya adalah untuk SIB domestik.

Jika melihat industri perbankan terakhir kemungkinan besar bank seperti BRI, Mandiri, BCA, BNI, CIMB
Niaga, Danamon, Panin, Permata, BII, dan BTN masuk dalam radar OJK. Sejumlah bank tersebut diketahui
memiliki aset cukup besar dibandingkan bank umum lainnya.hal ini berdasarkan empat kriteria pengawasan
SIB domestik yakni ukuran bank, interkoneksi, kompleksitas dan subtitutability.
Apa perhatian pengawasan terhadap perbankan yang paling penting? Ya, jelas saja harus memahami dengan
baik tindak pidana bank. Ada pepatah mengatakan apablia kita ingin membongkar sebuah kasus atau
mencegahnya berarti kita harus tahu lebih dulu bentuk kejahatan tersebut. Supaya dalam bertindak kita lebih
cepat, tepat, tangkap pelaku kejahatannya, dan tidak salah sasaran (jelas).

Mari kita mengingat kembali kebelakang, sejak 30 tahun silam (1983-2013) data statistik kriminal tindak
pidana perbankan Mabes Polri menunjukkan crime total sebanyak 2500 lebih kasus. Itu pun tidak pasti. Lihat
saja tingkat kejahatan maupun fraud (pembobolan) di Industri perbankan RI hingga Mei 2012 tercatat 1.009
kasus fraud yang dilaporkan dengan kerugian hingga milyar dolar. Namun angka tersebut rendah dibandingkan
dengan industri perbankan di negara lain.

Berita ini dikutip dari sorotnews.com yang memuat suatu kabar bahwa Deputi Gubernur
Indonesia (BI), Ronald Waas, mengungkapkan, posisi Indonesia kedua terendah dibandingkan
dengan negara Asia Pasifik sedangkan data Visa peringkat fraud Indonesia berada pada posisi
ketiga terendah di Asia Tenggara, jauh dibawah Singapura dan Malaysia. Apakah ini merupakan
kabar baik atau buruk? Yang jelas semua instansi terkait tidak boleh lengah dalam melakukan
pengawasan terhadap tindak kejahatan di bidang industri perbankan, ini dilakukan demi
mencegah terjadinya bank gagal.

Berlainan dengan hasil Survey Indonesia Banking Survey Report 2012 yang diselenggarakan oleh
PricewaterhouseCoopers Indonesia (PWC) yang mengungkapkan angka kejahatan perbankan bakal menurun
tahun ini. Kalangan perbankan Indonesia memprediksi 39%. Jumlah kalangan perbankan yang meyakini hal
tersebut meningkat daripada tahun lalu yaitu 27%, dan 22% pada tahun 2010.

Menurut kalangan perbankan, pembobolan pada bank mereka kemungkinan besar terjadi akibat kolusi antara
karyawan dan nasabah (29%), serta pemalsuan identitas, seperti menggunakan dokumen palsu (19%). Hal itu
bertolak belakang dengan kejahatan yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat, yang lebih baik
menitikberatkan kepada kecanggihan teknologi dalam upaya pembobolan bank.
Menurut Ashley Wood, technical advisor PWC, hal itu tidak mengherankan karena perbankan
Indonesia belum sepenuhnya bergantung kepada internet banking. Semakin sedikit penggunaan
internet banking, semakin rendah pula risiko pembobolan bank dengan teknologi canggih.
Berbeda dengan negara maju, yang sudah maju internet banking-nya, maka kejahatan perbankan
dengan teknologi justru lebih marak ketimbang kolusi antar-manusa.

Selain dua penyebab utama terjadinya kejahatan perbankan di Indonesia, kalangan perbankan juga menyoroti
kejahatan lewat transfer dana, penyalahgunaan e-banking, seperti kartu kredit, kartu debet dan sebagainya,
internet banking dan penipuan ATM, serta suap dan korupsi.

Hal tersebut membuat angka penerapan fraud risk management atau manajemen pengendalian risiko kejahatan
perbankan di bank-bank Indonesia meningkat cukup signifikan, dari hanya 57 persen bank yang menerapkan
pada 2010, menjadi 69 persen pada 2011, dan tahun ini mencapai 78 persen. Wah, rupanya perbankan
Indonesia memang sedang berupaya menekan terus tingkat kejahatan.

Gambar hasil survey fraud risk 2013.

Temuan Konkrit tindak pidana pembobolan bank yang masih segar dalam ingatan kita adalah kasus
pembobolan Rp. 30 milyar. Di Bank Panin. Berikut berita lengkapnya saya kutip dari
laman akuntansionline.com:
Ketua Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa dan Asuransi FSP NIBA,Lilik
Martono mengadukan nasib Yus Rusyana kepada Komisi XI DPR, dengan harapan bisa
mengembalikan haknya sebagai auditor internal PT Bank Panin Tbk. “Kami meminta
mengembalikan hak saudara Yus Rusyana sebagai auditor yang di PHK dari PT Bank Panin
Tbk,”ujar Lili usai diterima Komisi XI yang dipimpin Zulkieflimansyah di Gedung DPR, Kamis
(31/01/2013).

Dalam rapat dengar pendapat Komisi XI dengan pihak yang terkait dalam kasus PHK Yus
Rusyana, hadir Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Ronald Waas, Direktur Kepatuhan PT
Bank Panin, Antonius Ketut dan Ketua FSP NIBA, Lilik Martono.

Yus Rusyana, kata Lilik, diperlakukan tidak adil manajemen PT Bank Panin dengan di PHK
setelah yang bersangkutan melakukan audit invetstigasi ke Kantor Cabang Utama Banjarmasin,
Nopember 2009. Dari hasil audit investigasi itu, ditemukan indikasi fraud dalam proses
pemberian kredit sebesar Rp 30 miliar.

Pada awalnya, Direksi PT Bank Panin atas temuan tsb memberikan kuasa kepada staf direksi,
Lilik Martono untuk melaporkan rekayasa kredit yang terjadi di KCU Banjarmasin ke Polda
Kalimantan Selatan. Namun, pada 25 Oktober 2010 Direksi PT Bank Panin Tbk memerintahkan
kuasa direksi dan tim audit agar kembali ke Jakarta untuk menyerahkan laporan audit dan
proses pemeriksaan dihentikan.

Yus Rusyana yang seharusnya mendapat penghargaan karena berhasil menemukan indikasi
terjadinya fraud, justru setiba di Jakarta mendapat surat peringatan dari Kepala Biro
Pengawasan dan Pemeriksan Bank Panin. Malahan pada 28 April 2011 diminta mengundurkan
diri dari perusahaan dan sehari berikutnya di PHK. Padahal temuan Yus Rusyana tsb dikuatkan
hasil investigasi BI pada Desember 2010 terhadap PT Bank Panin KCU Banjarmasin, yang dari
sample audit terbukti adany afraud.

Sementara Direktur Kepatuhan PT. Bank Panin, Antonius Ketut menyatakan, pemecatan Yus
bukan karena temuannya, melainkan yang bersangkutan tidak masuk kerja 5 hari secara
berturut-turut tanpa keterangan yang jelas.

Kasus Yus sebenarnya sempat bergulir ke Pengadilan Hubungan Industri, namun permohonan
itu tidak dikabulkan dan banding. Kasus tsb juga diadukan ke Komisi III DPR, namun karena
merupakan kasus kejahatan perbankan dianjurkan&nbsp ke Komisi XI DPR.(Zis).

Dalam kasus PT Bank Panin Tbk, Sjam masih penasaran kebenaran fakta yang sebenarnya di lapangan,
sehingga perlu pendalaman dalam panitia kerja kejahatan perbankan. Ia berharap semua pihak tidak
mengambil kesimpulan yang tergesa- gesa, karena fakta yang dibeberkan di depan Komisi XI belum
menggambarkan telah  terjadi fraud. Pihak Bank Panin memberikan tanggapan bantahan terhadap pemberitaan
fraud. Kutipan lengkap ini saya dapat dari laman keuangan.kontan.co.id sebagai berikut:
JAKARTA. Bank Panin mengklaim bahwa tuduhan fraud penyelewengan kredit senilai Rp 30
miliar pada Kantor Cabang Umum (KCU) Banjarmasin, Kalimantan Selatan tidak benar.

“Masalah tuduhan tersebut tidak benar dan sudah dibantah,” jelas Wakil Direktur Bank Panin
Roosniati Salihin dalam pesan singkatnya kepadaKONTAN, Senin (4/2).

Corporate Secretary Bank Panin Jasman Ginting menambahkan bahwa sebenarnya


kasus fraud tersebut sudah diselesaikan belum lama ini. “Kira-kira 2012 lalu,” katanya.

Ia juga menyebut bahwa kesalahan kredit yang menyalahi prosedur sebenarnya tidak sampai Rp
30 miliar. “Cuma hampir Rp 7 miliar. Namun itu sudah diselesaikan,” ucap Jasman
kepada KONTAN, Senin, (4/1).

Ia mengatakan bahwa ada jaminan yang bisa dijual dari kredit macet tersebut, sehingga
kerugian yang dialami tidak sampai Rp 300 juta.”

Kemudian kasus ini berkembang sangat cepat sehingga DPR tidak berhenti saja untuk
membongkar kejahatan perbankan secara keseluruhan. Berita terkait yang saya dapat dari
lamanhukumonline.com isi lengkapnya sebagai berikut:
Komisi XI DPR mengusulkan untuk membentuk panitia kerja (Panja) Tindak Pidana Kejahatan
Perbankan. Hal ini dilatarbelakangi maraknya kasus fraud yang terjadi di sektor perbankan.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi XI Melchias Marcus Mengkeng dalam Rapat Dengar
Pendapat Umum (RDPU) bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) di Komplek Senayan Jakarta,
Kamis (31/1).

“Saya mengusulkan membuka panja tindak pidana kejahatan perbankan, salah satu aktornya
adalah Bank Panin. Supaya kasus-kasus kejahatan perbankan bisa tuntas dan tidak hanya
didiamkan,” kata Mekeng di Gedung DPR Jakarta, Kamis (31/1).

Mekeng melanjutkan, alasan lain Komisi XI ingin membentuk Panja adalah adanya laporan dari
mantan karyawan Bank Panin, Lilik Martono, bahwa telah terjadi kejahatan perbankan di bank
tersebut.

Selain itu, lanjut Mekeng, masukan dan fakta mengenai banyaknya fraud bisa dipertimbangkan
untuk dimasukkan ke RUU Perbankan terutama mengenai aturan kejahatan perbankan. Hasil
pembahasan Panja juga bisa diserahkan kepada BI sebagai bahan masukan untuk membuat
Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai kejahatan perbankan.
“Ini untuk memperketat semua modus-modus kejahatan perbankan yang dilakukan bankir-
bankir. Mungkin saja BI juga tidak tahu modus-modus kejahatan yang selama ini dilakukan
bankir,” ujarnya.

Mekeng berharap praktik-praktik tindak pidana di perbankan bisa diketahui publik, mengingat
Indonesia tengah intensif membangun industri perbankan yang sehat.

Untuk diketahui, mantan karyawan Bank Panin Lilik Martono mengaku menemukan
penyelewengan dari hasil audit keuangan Bank Panin di Banjarmasin. Dalam kronologis
disebutkan, Deputi Direktur Direktorat Pengawas Bank 3 Riyanti A.Y. Sali mengirim
suratNo.13/17/DPB3/TPB 3-2/Rahasia kepada direksi Bank Panin agar melaporkan
permasalahan penyimpangan pemberian kredit debitor Jaya Setia Dau.
Sebelumnya, tim audit sudah melaporkan adanya tindak pidana perbankan ke Kepolisian Daerah
Kalimantan Selatan. Penyidikan pun dilakukan, namun kemudian dihentikan karena tersangka
rekayasa kredit, yakni Pemimpin Cabang Banjarmasin Herman Kusuma, mendadak meninggal
dunia.

Namun, lanjutnya, diharapkan bank sentral mau merealisasikan upaya penjaminan yang
dilontarkan kala pihaknya melaporkan penemuan tim audit ke BI, yang dilakukan dengan tidak
mengindahkan larangan dari direksi Bank Panin.

Deputi Gubernur BI, Ronald Waas mengatakan BI tidak memiliki kompetensi untuk
menyelesaikan persoalan yang sudah masuk ke ranah hukum dan sengketa internal. Namun,
kedua persoalan tersebut masuk sebagai temuan BI sebagai lembaga pengawas bank.

Lebih lanjut Ronald mengatakan, kasus di Bank Panin yang terindikasi tindak pidana sudah
ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Ia mengatakan, BI juga mempunyai kerjasama dengan
Polri dan Kejaksaan. Sehingga jika terdapat indikasi terjadi tindak pidana perbankan, maka
dipastikan akan ditindaklanjuti melalui forum tersebut.

Selain itu, sambung Ronald, BI sudah meminta manajemen Bank Panin, dalam hal ini direksi,
untuk menyelesaikan secara internal. “Mereka (direksi) sudah tindaklanjuti. Bahwa ini tidak
sesuai dengan salah satu pihak ini keputusan internal mereka. Ada upaya (tim auditor) ke MA
juga, tapi kasasinya ditolak,” pungkasnya.

Berdasarkan kasus diatas, menurut saya ada lima permasalahan yang terjadi dalam tindak kejahatan yang
terjadi pada kantor Bank Panin Cabang Banjarmasin berupa penemuan rekayasa kredit senilai Rp. 30 miliar.
 Masalah temuan rekayasa kredit di perusahaan.

 Masalah sengketa internal antara pemberi kerja dan pegawaiannya.

 penyimpangan standar operasional prosedur (SOP).

 penyalahgunaan kewenangan pimpinan cabang terhadap SOP internal bank.

 Pada tahun 2010 telah terjadi penjualan jaminan atau agunan kredit atas nama debitur PT Masrur
Borneo. Jaminan itu dijual dengan surat kuasa palsu, dan notaris tidak dapat menunjukkan minuta akte
kuasa menjual.

Namun sangat disayangkan di tengah upaya pemerintah menyeruakan asas resiprokal, kejahatan perbankan
berkerah putih ini terjadi Pelaku (Herman Kusuma) memang telah meninggal dunia, tetapi karyawan-karyawan
dan pejabat bank Panin lainnya yang terindikasi terkait kasus rekayasa pemberian kredit masih menjabat.
Akankah tersangka lain akan tertangkap?

Pembentukan panja mengemuka sejak DPR menerima aduan dari Serikat Pekerja Niaga Bank Jasa dan
Asuransi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. Kasus Bank Panin, bisa menjadi pintu masuk untuk
melihat maraknya penyimpangan perbankan saat ini. Bank perlu pembenahan sistem, kontrol, operator, dan
pengawas secara periodik.

Menurut saya Kompetensi Internal Audit Perbankan hukumnya sangat wajib. Semoga kasus yang terjadi pada
Bank Panin dapat terselesaikan denganbaik dan kejahatan kerah putih pada bank lain secara keseluruhan tidak
terjadi lagi.

download Sumber fraud Bank Panin

ank Panin bantah fraud senilai Rp 30 miliar


Oleh Annisa Aninditya Wibawa - Senin, 04 Februari 2013 | 16:38 WIB

Telah dibaca sebanyak 7729 kali

Komentar
BERITA TERKAIT

 BI Tak mau turut campur dalam kasus Bank Panin


 DPR akan buat Panja bahas dugaan fraud di Panin
 Lapor fraud Panin Rp 30 M, serikat RDP dengan DPR

JAKARTA. Bank Panin mengklaim bahwa tuduhan  fraud penyelewengan kredit senilai Rp 30


miliar pada Kantor Cabang Umum (KCU) Banjarmasin, Kalimantan Selatan tidak benar.
"Masalah tuduhan tersebut tidak benar dan sudah dibantah," jelas Wakil Direktur Bank Panin
Roosniati Salihin dalam pesan singkatnya kepada KONTAN, Senin (4/2).
Corporate Secretary Bank Panin Jasman Ginting menambahkan bahwa sebenarnya
kasus fraud tersebut sudah diselesaikan belum lama ini. "Kira-kira 2012 lalu," katanya.
Ia juga menyebut bahwa kesalahan kredit yang menyalahi prosedur sebenarnya tidak sampai Rp
30 miliar. "Cuma hampir Rp 7 miliar. Namun itu sudah diselesaikan," ucap Jasman
kepada  KONTAN, Senin, (4/1).
Ia mengatakan bahwa ada jaminan yang bisa dijual dari kredit macet tersebut, sehingga kerugian
yang dialami tidak sampai Rp 300 juta.
Keterangan berbeda
Bagaimana awalnya? Permasalahan ini berawal dari auditor Bank Panin yang menemukan
adanya penyelewengan kredit sebesar Rp 30 miliar di KCU Banjarmasin, Kalimantan Selatan,
awal 2010 lalu.
"Setelah melapor ke direksi, kemudian diputuskan untuk memproses indikasi  fraud tersebut ke
jalur hukum," ucap Yus Rusyana sebagai ketua tim audit.
Yus mengaku bahwa pihaknya diminta untuk mengubah laporan audit pada Juli 2010. Namun tim
menolak. Dan setelah itu, anggota tim audit tidak diberi pekerjaan yang jelas oleh Panin yang
kemudian berujung pada pemberhentian dari pekerjaannya.
Pada Desember 2010 pun BI sudah melakukan investigasi dan terbukti ada fraud di Bank Panin.
Deputi Direktur Direktorat Pengawas Bank 3 Riyanti A. Y. Sali mengirim surat
No.13/17/DPB3/TPB 3-2/Rahasia kepada direksi Bank Panin agar melaporkan permasalahan
penyimpangan pemberian kredit debitur Jaya Setia Dau.
Begitu kasus ini berlanjut, dikeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) karena
Kepala Cabang Bank Panin KCU Banjarmasin Herman Kusuma yang menjadi salah satu
tersangka meninggal akibat stroke.
"Sebelum meninggal kami lagi proses Berita Acara Persidangan (BAP) di Banjarmasin," ujar
Ketua Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi Lilik Martono.
Sebelumnya, Kamis, (31/1), dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Federasi Serikat
Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Bank
Indonesia (BI), dan Bank Panin, Direktur Kepatuhan Bank Panin Antonius Ketut mengatakan,
"Masalah ini sudah diserahkan ke polisi 2011 lalu."
Sayang, Bank Indonesia (BI) sebagai regulator perbankan enggan turut campur atas kasus ini.
Menurut BI, menjadi pekerjaan rumah Bank Panin untuk menyelesaikan kasus ini.

Kasus Internal Bank Panin Bukan Urusan BI


ANT
Dibaca: 3579 Tanggapan: 0



Bank Indonesia (BI) menyatakan kasus perselisihan internal antara direksi PT Pan Indonesia
(Panin) Bank dengan salah seorang mantan karyawannya, Yus Rusyana, kini bukan lagi menjadi
urusan BI.
"Masalah perselisihan intern di Bank Panin bukan BI gak tahu, BI tahu. Dalam pemeriksaan BI kasih
PR ke banknya untuk ditindaklanjuti," kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas usai Rapat Dengar
Pendapat Umum di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (31/1).
Ronald melanjutkan, permasalahan tersebut sudah ditindaklanjuti dan diselesaikan secara internal
oleh pihak Bank Panin. "Bahwa tindaklanjutnya tidak sesuai keinginan salah satu pihak, itu urusan
pemberi kerja dengan pegawainya," ujar Ronald.
Dalam RDPU di Komisi XI tersebut, selain Deputi Gubernur BI, turut diundang pula direksi Bank
Panin yang diwakili oleh Direktur Kepatuhan & Manajemen Risiko Pan Indonesia (Panin) Bank
Antonius Ketut Dwirianto, dan juga Ketua Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi
(SP NIBA) Lilik Martono.
Rapat tersebut membahas tentang SP NIBA yang mengadukan kasus pemecatan Yus Rusyana yang
merupakan ketua tim audit oleh jajaran direksi karena tidak berkenan terhadap hasil audit yang
dilakukannya di Bank Panin Banjarmasin, Kalsel.
Dalam rapat, sejumlah anggota Komisi XI menilai perlu dibentuknya panitia kerja (panja) untuk
mengetahui lebih jauh terkait kemungkinan adanya tindak pidana perbankan, tidak hanya untuk
kasus Bank Panin.
Sebelumnya, kasus ini sudah diadukan ke Komisi III DPR RI, kemudian selanjutnya diserahkan ke
komisi XI.

Anda mungkin juga menyukai