Anda di halaman 1dari 5

8 Kasus Pembobolan Bank di Indonesia dan 3 Cara

Mengatasi Pembobolan

1. DUNIA perbankan nasional kembali diguncang oleh kasus pembobolan oleh orang
dalam, sebagaimana dilakukan Melinda Dee melalui tempat kerjanya, Citibank Jakarta,
dan Farah Anissa Yustisia di Bank Mandiri Cabang RSUP Dokter Kariadi Semarang.
Padahal belum lama berselang, publik dikejutkan oleh kasus pembobolan ATM Bank
Central Asia (BCA).
Modus membobol Citibank ini sederhana, hanya manipulasi data dan mengalihkan dana nasabah
ke rekening tersangka. Tersangka menggunakan trik menyulap blangko investasi kosong yang
ditandatangani nasabah untuk pencairan dana. Tingkat kepercayaan tinggi dari nasabah kepada
tersangka yang telah bekerja selama 20 tahun di Citibank membuat pelaku dengan mudah
mengeruk uang dalam jumlah besar.

Kenyataan ini makin mengiris tipis kepercayaan masyarakat pada dunia perbankan. Bagaimana
tidak, selama ini kita sering dibuai promosi perbankan mengenai kehebatan dan keandalan
teknologi. Begitu pula sistem dan standar prosedur yang sudah relatif lebih baik dari sisi
keamanannya.
Namun, seiring dengan hal itu kita juga disodori banyaknya kasus penipuan dan pembobolan
(fraud) yang dilakukan oleh oknum internal perbankan itu sendiri. Menurut saya, ada tiga hal
mendasar yang menyebabkan kasus pembobolan bank di Indonesia kian hari kian
mengkhawatirkan.
Pertama; rusaknya fungsi hukum sebagai rambu-rambu kejahatan.
Selama ini tidak ada hukuman berat terhadap pelaku pembobol bank sehingga kemudian beredar
pemeo di kalangan pembobol bank, Kalau membobol bank jangan tanggung-tanggung. Yang

besar sekalian. Setelah itu cukup keluar beberapa miliar rupiah untuk oknum penegak hukum
maka semuanya akan beres.
Kedua; lemahnya sistem pengawasan Bank Indonesia (BI) mengingat keterbatasan SDM
sehingga mereka mengalami kesulitan mengawasi kantor-kantor cabang terutama di daerahdaerah, meskipun di daerah itu terdapat kantor perwakilan BI. Dalam hal ini, bank sentral itu
mestinya bisa menggunakan instrumen forum bankir di daerah untuk memperbaiki kontrol
internal bank.
Ketiga; lemahnya koordinasi BI pusat dan daerah. Fungsi monitoring BI hanya mengandalkan
laporan bank itu. Akses BI ke informasi bank sangat terbatas sehingga jika terjadi pembobolan,
sudah terlambat bagi BI untuk melakukan sesuatu. Kondisi inilah yang perlu dibenahi, artinya ke
depan BI tidak boleh hanya mengandalkan laporan dari bank, namun harus proaktif menggali
informasi di luar laporan bank.
Fenomena kasus pembobolan bank di Tanah Air dewasa ini, jika dibiarkan terus berlanjut tanpa
ada tindakan konkret preventif untuk menanganinya akan membuat masyarakat kehilangan
kepercayaan pada dunia perbankan. Padahal perbankan adalah lembaga urat nadi perekonomian.

8 Kasus Pembobolan
Kasus pembobolan bank sudah mencemaskan. Aksi yang dilakukan Malinda Dee, yang menjebol
dana nasabah Citibank, hanya satu dari sekian kasus pembobolan rekening nasabah yang terjadi
dalam beberapa bulan belakangan.
Hampir semua kasus itu melibatkan orang dalam bank. Orang-orang yang amat dipercaya
nasabah mengamankan uang.
Itu sebabnya Bareskrim Mabes Polri dan Bank Indonesia menggelar rapat, Senin 4 April 2011.
Bank Indonesia adalah otoritas yang mengawasi operasi perbankan di negeri ini, dan Bareskrim
adalah lembaga yang bertugas mengusut setiap tindakan kriminal seperti pembobolan bank itu.
Dalam rapat yang digelar di Mabes Polri itu, kedua lembaga ini membahas delapan kasus
pembobolan yang terjadi belakangan ini. Kasus-kasus itu terjadi antara akhir 2010 hingga Maret
2011. Sedang ditangani oleh Bareskrim. Sejumlah tersangka sudah ditetapkan.
Direktur II Tindak Pidana Ekonomi khusus Bareskrim Polri, Bigjen Pol Arief Sulistyo
mengatakan bahwa polisi sudah menetapkan 24 tersangka dalam delapan kasus itu. Dari
tersangka sebanyak itu, 13 diantaranya adalah pegawai bank, termasuk mantan Manajer Citibank
Inong Melinda alias Malinda Dee.
Delapan perkara itu adalah :
Pertama, pembobolan kantor kas BRI Tamini Square sebesar Rp 29 miliar, melibatkan
supervisor bank berinisial AM dan 4 tersangka lain. Modusnya membuka rekening atas nama
tersangka lain, kemudian mentransfer uang ke dalam rekening yang kemudian ditukar dalam

bentuk dolar.
Kedua, pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank BII pada 31 Januari
2011. Tersangka merupakan account officer BII di kantor cabang Pangeran Jayakarta. Total
kerugian Rp3,6 miliar.
Ketiga, pencairan deposito dan nasabah tanpa sepengetahuan pemiliknya di Bank Mandiri.
Modusnya memalsukan tanda tangan di slip penarikan, kemudian ditransfer ke rekening
tersangka. Kasus yang dilaporkan 1 Februari 2011 dengan nilai kerugian Rp18 miliar. Polisi
menetapkan lima tersangka, Salah satunya costumer service.
Keempat, terjadi di Bank BNI, dengan modus mengirimkan berita telex palsu. Isinya berupa
perintah untuk memindahkan slip surat keputusan membuka rekening peminjaman modal kerja.
Perkara ini melibatkan wakil pimpinan BNI di sebuah cabang Depok. Namun kasus ini berhasil
dicegah karena sistem bank berhasil menghentikan transaksi itu.
Kelima, pencairan deposito milik nasabah oleh pengurus bank tanpa sepengetahuan pemiliknya
di BPR Pundi Artha Sejahtera. Pada saat jatuh tempo deposito itu tidak bisa dibayarkan. Kasus
ini melibatkan Direktur Utama BPR, dua komisaris, komisaris utama, dan marketing.
Keenam, terjadi pada Bank Danamon, dengan modus menarik uang kas berulang-ulang dari
kantor cabang pembantu Menara Bank Danamon. Tersangka merupakan mantan teller Bank
Danamon. Kasus yang dilaporkan 9 Maret 2011, dengan nilai kerugian Rp1,9 miliar dan US$110
ribu.
Ketujuh, terjadi Panin Bank dengan modus penggelapan dana nasabah yang dilakukan Kepala
Operasi Panin Bank. Kejahatan ini dilakukan Kepala Operasional Panin Bank Cabang Metro
Sunter, MAW, dengan kerugian Rp2,5 miliar.
Kedelapan, pembobolan yang dilakukan mantan relationship manager Citigold Citibank, MD.
MD menarik dana nasabah tanpa sepengetahuan pemilik melalui slip penarikan kosong yang
sudah ditandatangani nasabah. Nilai kerugian sebesar Rp4,5 miliar.

Proses Internal Lemah


Mengapa begitu banyak bank yang dijebol. Salah satu jawabannya adalah karena lemahnya
proses internal perbankan. Itu sebabnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah,
mendesak agar bank bertanggungjawab atas kasus pembobolan. Sebab, Dalam beberapa kasus
terjadi karena kelemahan proses internal perbankan ujarnya.
Kelemahan internal bank itu antara lain. Pertama, pengawasan dan supervisi atasan tidak
optimal. Supervisi yang tidak optimal itu diperparah kolusi antar oknum pegawai bank. Kedua,
kebiasaan nasabah yang mudah percaya pada pegawai bank. Kepercayaan itu dimanfaatkan oleh
oknum pegawai bank.
Karena lemahnya supervisi dan pengawasan, maka bank-bank itu harus diberi peringatan. Jika

tidak memperbaiki diri patut diberi sanksi.


Kepala Biro Humas Bank Indonesia, Difi A Johansyah, menegaskan bahwa sanksi yang
dikenakan kepada bank itu berjenjang. Dimulai dari peringatan tertulis. Peringatan itu sekaligus
pembinaan untuk memperbaiki mekanisme kontrol internal. Jika hal itu tidak cukup, maka Bank
Indonesia akan melakukan fit and proper test ulang terhadap manajemen, khususnya Direktur
Kepatuhan.
Bank Indonesia juga akan mendesak sejumlah bank agar memperketat pengawasan internal.
Sebab pengawasan yang ketat bisa meminimalisir oknum yang nakal. Manajemen bank memang
sejatinya harus menerapkan kontrol yang ketat terhadap setiap transaksi.
Pengawasan super ketat itu, kata Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sofyan Basir,
bisa mencegah ulah pegawai bank yang nakal. Hanya saja pengawasan super ketat itu
memerlukan biaya yang mahal. Tapi, kata Sofyan, Dengan biaya lebih ini diharapkan dapat
mencegah terjadinya fraud ujarnya.
Repotnya, lanjut Sofyan, jumlah cabang bank dan jumlah karyawannya banyakk sekali. BRI,
misalnya, memiliki 7000 kantor dengan jumlah karyawan 75 ribu orang. Tidak mungkin
semuanya sempurna, termasuk SDM. Namun, kami melakukan pengawasan untuk
meminimalkan penyelewengan.
Sejumlah cara yang dilakukan BRI adalah melakukan audit, sistem kendali, teknologi
pengawasan pasif, atau inspeksi saat terjadi perubahan angka pada pos tertentu. Dengan cara ini
karyawan selalu hati-hati.

3 Cara Pencegahan Pembobolan


Untuk mencegah agar tidak terjadi lagi kasus pembobolan bank, setidaknya ada tiga hal yang
bisa dilakukan oleh pemerintah (dalam hal ini BI).
Pertama; memperkuat penegakan hukum. Cara ini memang klise, namun untuk mewujudkan
law enforcement, salah satu prasyarat utamanya adalah membersihkan aparat penegak hukum.
Jika jaksa, polisi, ataupun hakim masih kotor, maka penegakan hukum sulit diwujudkan.
Kedua; memperbaiki dua kelemahan mendasar BI: pengawasan dan koordinasi. Dua hal ini
harus terus-menerus diperbaiki karena selama ini dijadikan jalan bagi pembobol bank untuk
beraksi. Sistem perbankan sebenarnya cukup kuat untuk mencegah pembobolan oleh orang
dalam tapi faktanya tidak bisa menjamin 100%.
Ketiga; memperketat proses perekrutan SDM perbankan sehingga yang diterima benar-benar
yang mempunyai kredibilitas tinggi. Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun lebih
penting dari itu attitude, yang menyangkut kejujuran dan komitmen tinggi pada profesi bankir.
Semuanya harus dipenuhi guna menjaga keberlangsungan bisnis perbankan mengingat
keterkaitannya dengan kepercayaan nasabah dan dunia usaha. - 1titik.com ; suaramerdeka.com
-

Anda mungkin juga menyukai