Nim: 18.83.0294
A.Latar belakang
Eddy Tansil adalah legenda kasus pembobolan bank di Indonesia. PT
Golden Key Group (GKG), perusahaannya yang bergerak di bidang petrokimia,
jadi pintu masuk membobol Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) Rp1,3
triliun. Perusahaan itu mengajukan kredit dan disetujui untuk membangun tiga
pabrik yang proyeknya tak pernah terealisasi alias fiktif.
Saat itu, Eddy Tansil mampu membobol bank karena campur tangan
kekuasaan.“Kredit yang mulai diberikan pada 1991 dengan cara ilegal itu pada
1994 telah membengkak sampai Rp1,3 triliun. Dalam memperoleh kredit ini, Eddy
Tansil sempat memanfaatkan katebeletje atau surat sakti yang ditulis Sudomo,”
tulis Kees Bertens dalam buku Pengantar Etika Bisnis (2000:220).
Setelah era Eddy Tansil, aksi pembobolan bank silih berganti mewarnai kasus
kejahatan perbankan di Indonesia. Kasus yang masih hangat adalah pembobolan
kredit Bank Mandiri cabang Bandung. Kasus yang dinyatakan sebagai kerugian
negara atas pemberian fasilitas kredit oleh Bank Mandiri kepada PT Tirta Amarta
Bottling Company (TAB) total nilainya mencapai Rp1,83 triliun.
Kasus kejahatan perbankan memang terjadi dengan berbagai modus. Pada 2013
anak usaha Bank Mandiri yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM) cabang
Bogor terjerat kasus penyaluran kredit fiktif senilai Rp102 miliar. Kejahatan ini
diketahui merupakan bagian dari sindikat perbankan.
Empat orang tersangka ditetapkan dalam kasus ini, tiga orang merupakan
karyawan BSM. Modus yang digunakan tersangka adalah dengan memalsukan
identitas 197 nasabah fiktif baik melalui identitas nasabah maupun melalui
persyaratan administrasi lainnya. Kasus ini bermula dari laporan yang diajukan
BSM Pusat kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik
Indonesia yang kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Kasus lainnya adalah penawaran bilyet deposito palsu oleh oknum karyawan
berstatus Kepala Kantor Kas PT Bank Tabungan Negara (BTN). Total kerugian
dana nasabah akibat bilyet deposito palsu mencapai Rp256 miliar, yang dilakukan
di dua kantor kas.
“Oknum menawarkan produk deposito dengan tingkat bunga jauh di atas yang
ditawarkan BTN. Sindikat ini juga memalsukan spesimen tanda tangan dan data
nasabah,” ucap Maryono, Direktur Utama BTN seperti dilansir dari Antara.
Kejahatan kerah putih lain berupa kasus dugaan korupsi pencairan deposito juga
terjadi di Bank Permata. Salah satu tersangka adalah mantan Kepala Cabang Bank
Permata Kenari Jakarta Pusat, yang bekerja sama dengan Direktur Keuangan
sebuah perusahaan yaitu PT Bali Tour Development Corporation (BTDC).
Kedua tersangka tersebut diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan
melakukan pencairan dana deposito berjangka serta pemanfaatan bunga deposito
milik perusahaan, yang sebesar Rp6 miliar. Terdapat dugaan, pencairan serta
pemanfaatan bunga deposito tanpa menggunakan bilyet giro yang asli.
Aplikasi pencairan bilyet giro tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang,
serta pencairan dilakukan tanpa proses konfirmasi kepada PT BTDC sebagai
pemilik dana. Kasus serupa juga sempat terjadi di Bank Mega yang melibatkan PT
Elnusa.
Dana deposito berjangka dalam bentuk deposito on call milik PT Elnusa senilai
Rp111 miliar yang tersimpan di brankas Bank Mega Cabang Jababeka, Cikarang,
Bekasi, dinyatakan hilang secara sepihak oleh Bank Mega. Modus raibnya
sejumlah dana tersebut melalui pemalsuan bilyet depisito dan spesimen tanda
tangan pejabat Elnusa yang dilakukan oleh Kepala Cabang Bank Mega Jababeka.
Enam orang menjadi tersangka dalam kasus ini termasuk Direktur Keuangan
Elnusa dan Kepala Cabang Bank Mega Jababeka. Kedua pihak ini diduga
mencairkan deposito tanpa sepengetahuan perusahaan. Dana deposito yang
dicairkan secara bertahap ini diduga digunakan untuk investasi saham berjangka.
Aksi kriminal pembobolan rekening nasabah juga dilakukan oleh oknum mantan
pegawai Bank CIMB Niaga cabang Jemursari, Surabaya yang sempat
menjabat Relationship Manager. Ini artinya pembobolan bank bisa terjadi tak
hanya terkait orang dalam bank yang masih aktif, tapi mantan karyawan bank pun
bisa melakukannya. Modus kejahatan dilakukan dengan membuat aplikasi
pengajuan rekening baru atas nama seorang nasabah lalu memindahkan dana
melalui e-banking.
“Sebagai seorang manajer, ia memiliki akses untuk melihat data pribadi nasabah.
Sementara, tanda tangan nasabah yang dibobol rekeningnya, dipalsukan,” ujar
Suparlan Hadiyanto, Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara Rina seperti
dilansir dari Kompas.
Kejahatan perbankan lainnya yang cukup fenomenal dan membuat gempar publik
adalah pembobolan rekening nasabah yang kemudian berkembang sebagai tindak
pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Inong Malinda, mantan
Relationship Manager Citibank di kantor cabang Citibank Landmark, Jakarta
Selatan.
Modus operandi yang dilakukan perempuan yang dikenal dengan nama Malinda
Dee ini adalah dengan memindahkan sejumlah dana milik nasabah tanpa seizin
pemilik dana, ke beberapa rekening yang dikuasai Malinda termasuk ke rekening
adik kandung, adik ipar serta suaminya.
Dalam berkas salinan putusan perkara, dijelaskan bahwa Malinda Dee melakukan
transfer dana dari rekening para nasabah Citigold Citibank Landmark dengan cara
meminta tandatangan nasabah dalam formulir transfer yang masih kosong atau
belum diisi.
Dalam praktiknya, kolom tandatangan dalam formulir transfer bahkan sering diisi
sendiri oleh Malinda Dee. Selanjutnya, tanpa persetujuan atau permintaan dari
nasabah, Malinda Dee mengisi seluruh formulir transfer secara lengkap termasuk
nama penerima, nomor rekening penerima, bank penerima, jumlah nominal uang
yang dipindahbukukan dan isi pesan.
Formulir transfer dana ini kemudian diproses tanpa kehadiran, tanda pengenal,
maupun tandatangan nasabah yang sesuai dalam sistem. Padahal dalam ketentuan
SOP, transfer dana harus dihadiri oleh nasabah dan menyertakan kelengkapan
lainnya. Aksi ini memang tidak mungkin dilakukan Malinda Dee tanpa adanya
kepercayaan maupun kedekatan dengan nasabah.
Cara konservatif berupa modus pemalsuan, penipuan dan penggelapan atas dana
nasabah, masih berpeluang terjadi di era digital ini. “Menarik untuk dicermati
adalah bahwa sebagian besar kejahatan perbankan selalu melibatkan oknum bank
yang bersangkutan, mulai dari teller sampai dengan top level di lembaga keuangan
tersebut,” lanjut Yenti.
B. Tujuan
Ada banyak kegiatan perbankan yang rentan terhadap tindak kejahatan. Dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 atau Undang-undang Perbankan, ada 13 jenis
tindak pidana perbankan.
Mulai dari pidana yang berkaitan dengan perizinan industri perbankan, tindak
pidana yang berkaitan dengan rahasia bank, tindak pidana yang berkaitan dengan
pengawasan dan pembinaan bank, yang berkaitan dengan usaha bank. Tindak
pidana kejahatan perbankan yang paling ekstrem adalah perampokan bank hingga
pengalihan rekening secara tidak sah.
Kejahatan perbankan pun kerap dilakukan melibatkan 'orang dalam'. Ini bisa
terjadi lantaran lemahnya sistem pengawasan dan administrasi sebuah bank.
Kasus-kasus kejahatan perbankan menjadi menarik diketahui. Sebab, yang paling
dirugikan dari kejahatan perbankan adalah nasabah yang sudah percaya dan
menyimpan dananya di bank.
Di dalam negeri, ada beberapa kasus kejahatan pembobolan bank yang cukup
menarik perhatian dan menghebohkan.
Polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 49 ayat 1 dan 2 UU No. 7 tahun 1992
sebagaimana diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan atau
Pasal 6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No. 25 tahun 2003
sebagaimana diubah dengan UU No. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian
uang.
C. Identifikasi
Saat itu, ada orang yang membobol uang tabungan tjho melalui fasilitas
internet banking. Menurut Tjho, berdasarkan laporan yang ia terima dari pihak
telkomsel ada seseorang yang meminta membuat SIM card nomer ponsel miliknya
di Gapri Telkomsel yang ada diGambir,Jakarta Pusat, pada tanggal 28 agustus,
sekitar pukul 22.00
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat
dilakukan, antara lain dengan: melakukan komunikasi, mengirimkan,
memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa
pun yang tidak berhak untuk menerimanya, atau sengaja menghalangi agar
informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang
menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah
F. langkah-langkah penanganan
MULAI
PEMBENTUKAN TIM
MENGIDENTIFIKASI
MASALAH
MENGHUKUM
TERSANGKA SESUAI
RINDAK PIDANA
MENGEMBALIKAN DATA-
DATA KORBAN DAN NOMINAL
YANG DICURI SEPERTI
SEMULA
G. KESIMPULAN
Kejahatan pembobolan bank yang terjadsi selama ini dilakukan oleh oknum-
oknum yang tidak mengerti dan paham tentang mekanisme transaksi dan teknis
jaringan dalam bank yang dituju sebagai target pembobolan, hal ini memungkinkan
ada nya pihak terafiliasi(pihak dalam bank) yang turut andil melakukan
pembobolan bank. Pihak-pihak bank yang melakukan pembobolan menggunakan
modus porandi mulai dari pemalsuan dokumen,pembukuan ganda, pengglapan
uang nasabah, mekanisme transfer dana, hingga pemanfaatan/penyalahgunaan
prosedur mekanisme.
DAFTAR PUSTAKA
https://tirto.id/pembobolan-bank-mandiri-amp-bagaimana-maling-kerah-putih-
beraksi-cLas
https://www.merdeka.com/uang/5-kasus-pembobolan-bank-yang-paling-
menghebohkan-di-indonesia/pembobol-citibank.html
https://eptik2017.wordpress.com/2017/05/11/kasus-pembobolan-rekening-
nasabah-permata-bank/
https://govcsirt.kominfo.go.id/layanan/panduan/