Anda di halaman 1dari 7

Nama : Nopi Ayu Cahyanti

NIM : 040831309

UPBJJ-UT KENDARI

KASUS KEJAHATAN KERAH PUTIH (WHITE COLLAR


CRIME)

Kasus Melinda Dee Si Cantik Pembobol Bank

Kompas.com - 30/03/2011, 04:32 WIB

Jakarta, Kompas - Kejahatan di dunia Perbankan sedang marak terjadi, salah satunya adalah
kasus penggelapan uang nasabah Citibank Indonesia senilai Rp 17 miliar yang dilakukan oleh
karyawan Citibank sendiri. Pelaku kejahatan tersebut adalah salah seorang Senior Relation
Manager Citibank Indonesia Melinda Dee (47). Malinda Dee diduga melakukan penggelapan
uang dengan memperalat bawahannya yang seorang Teller yang berinisial D di Citibank untuk
memanipulasi data yang harus dipindahkan dari rekening nasabahnya ke rekening perusahaan
milik Malinda Dee.

Malinda Dee ditangkap pada Kamis (24/3/2011) malam. Penangkapan tersangka Malinda Dee
dilakukan setelah tiga korbannya melaporkan kepada pihak kepolisian. Polisi sudah mengantongi
barang bukti antara lain dokumen-dokumen transaksi dan satu unit mobil Hammer warna putih
yang dititipkan pada rumah penitipan barang sitaan (Rupbasan, Jakarta Utara). Mobil itu
diberikan kepada suaminya dengan kepemilikan atas nama suaminya Andhika Gumilang yang
dikenal sebagai aktor dan bintang iklan.

Penyidik Bareskrim Mabes Polri juga telah memeriksa 13 saksi yang terdiri dari karyawan bank
dan tiga korban tersebut untuk dimintai keterangan. Kepolisian menduga masih ada oknum
Citibank lainnya yang terlibat dalam kejahatan perbankan senilai Rp 17 miliar selain Malinda
Dee dan D. "Kasus ini masih terus didalami, saat ini yang masih kami audit baru Rp 17 miliar,
mungkin nanti bisa bertambah lagi," tuturnya.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen (Pol) Anton Bachrul Alam, mengatakan, tindakan yang
dilakukan Melinda Dee melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang. Malinda Dee diketahui melakukan pengaburan transaksi dan memanipulasi
data sejumlah nasabah  tanpa ijin dan memindahkan sejumlah dana nasabah ke dalam
rekeningnya.

Citibank sendiri memastikan akan mengembalikan kerugian yang dialami oleh nasabah
secepatnya. Terkait kasus ini, Citibank telah bekerja sama dengan pihak kepolisian yang tengah
mengusut kejahatan tersebut. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) juga
tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menelusuri aliran dana terkait kasus
penggelapan senilai Rp 17 miliar yang dilakukan Malinda Dee yang saat itu menjabat Senior
Vice President Citibank Indonesia. Bank asing yang berpusat di Amerika Serikat itu langsung
memberhentikan Malinda Dee dan D dari Citibank. Kepolisian menyatakan Malinda Dee
mengalirkan dana dari rekening nasabah bank yang menjadi korbannya ke delapan rekening. Dua
di antara rekening tersebut ditemukan atas nama Malinda, sedangkan enam lainnya masih
ditelusuri lebih lanjut oleh polisi.

Penyidik Bareskrim Polri serta Audit bersama pihak Citibank mulai mengaudit seluruh rekening
tersangka penggelapan dan pencucian uang, Malinda Dee untuk mengetahui aliran dana, baik
keluar maupun masuk, yang bersumber dari rekening Malinda. Kepala Divisi Humas Polri Irjen
Anton Bachrul Alam di Mabes Polri mengatakan, setelah aliran dana diketahui, penyidik akan
mengklarifikasi kepada para nasabah yang dananya digelapkan. Selain melakukan audit, kata
Anton, penyidik juga memeriksa tersangka Dwi, mantan teller Citibank.

Seperti diberitakan, Polri telah memblokir 30 rekening milik Malinda yang diduga dijadikan
tempat menyimpan uang hasil penggelapan. Malinda diduga menggelapkan uang tiga nasabah
hingga Rp 16 miliar saat menjabat Relationship Manager di Citibank di Kantor Citibank cabang
Landmark, Jakarta Selatan.

Menurut Polri, modus pelaku adalah memalsukan tanda tangan nasabah dalam formulir
penarikan. Malinda lalu melakukan pendebetan dana nasabah, lalu ditransfer ke beberapa
rekening miliknya ataupun perusahaan. Penyidik telah memeriksa Rita, salah satu komisaris
utama perusahaan milik Melinda. Ibu tiga anak itu dijerat Pasal 49 Ayat 1 huruf A dan C atau
Pasal 49 Ayat 2 huruf B UU Nomor 1992 tentang Perbankan dan Pasal 3 atau 6 UU Nomor 15
tahun 2002 tentang Pencucian Uang.

Selain Malinda Dee, adapun tiga tersangka lain, yakni Dwi Herawati, bekasteller Citibank, dan
dua orang head teller Citibank Cabang Landmark Jakarta, yakni Novianty dan Betharia
Panjaitan. Penyidik Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara empat tersangka terkait kasus
pembobolan dana nasabah Citibank senilai Rp 16 miliar ke Kejaksaan Agung. Empat tersangka
itu dijadikan dalam dua berkas perkara. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy
Rafli Amar mengatakan, berkas pertama adalah tersangka Inong Malinda Dee. Dia dijerat
dengan Pasal 49 Ayat (1) Huruf a dan atau Ayat (2) Huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, dan atau Pasal 3 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Pencucian Uang, dan atau Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Tiga tersangka lainnya, kata Boy, yakni Dwi
Herawati, bekas tellerCitibank, dan dua orang head teller Citibank Cabang Landmark Jakarta,
yakni Novianty dan Betharia Panjaitan dijadikan dalam satu berkas. Ketiganya dijerat dengan
Pasal 49 Ayat (1) Huruf a dan atau Ayat (2) Huruf b UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.

Penyidik Bareskrim Polri juga menetapkan Andhika Gumilang (22), aktor dan model iklan,
sebagai tersangka pencucian uang terkait kasus Malinda Dee (48), mantan Relationship Manager
Citibank. Andhika diduga menerima aliran dana hasil penggelapan dan pencucian yang
dilakukan Malinda istri sirinya, yakni dokumen, kendaran Mitsubishi Pajero dan Honda CRV,
serta satu unit apartemen di Kalibata, Jakarta Selatan. Malinda juga menampung uang tersebut
kepada adiknya, Visca.

Visca terindikasi mengetahui uang yang ditampung di rekeningnya berasal dari hasil
pembobolan Citibank oleh Malinda. Kepolisian menetapkan sebagai tersangka dan menangkap
Visca di kantornya, di dekat kantor Citibank Landmark, Kamis (28/4/2011). Menyusul suami
Visca, Ismail, juga ditangkap dari kantornya dengan sangkaan yang sama. Andhika beserta
kedua tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 6 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pasal 6 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang. Ismail dituntut jaksa penuntut umum hukuman penjara selama 5 tahun 6 bulan,
sementara istrinya, Visca, yang adalah adik kandung Malinda, dituntut 4 tahun penjara.
Sedangkan Andhika suami siri Melinda Dee dituntut pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 350
juta subsider 5 bulan.

Malinda Dee (49) telah tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menghadiri sidang
pembacaan vonis hakim, Rabu (7/3/2012) sekitar pukul 11.15 WIB. Majelis hakim di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis delapan tahun penjara kepada Malinda Dee. Majelis
hakim yang diketuai Gusrizal dalam sidang di ruang sidang utama PN Jaksel menilai terdakwa
Malinda mantan Relationship Manager Citibank itu terbukti secara sah dan meyakinkan. Empat
dakwaan yang dikenakan kepada Malinda terdiri atas dua dakwaan terkait tindak pidana
perbankan, yaitu dakwaan primer Pasal 49 Ayat (1) huruf a UU Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55
Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP serta dakwaan subsider pertama, Pasal 49 Ayat
(2) huruf b UU No 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10/1998 tentang
Perbankan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Malinda juga dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian sebagaimana
disebutkan dalam dakwaan subsider kedua Pasal 3 Ayat (1) Huruf b UU No 15/2002
sebagaimana telah diubah dengan UU No 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo
Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider ketiga Pasal 3 UU No 8/2010 tentang
Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Putusan majelis hakim berselisih lima tahun dengan tuntutan jaksa. Hal yang meringankan
terdakwa dalam pertimbangan hakim adalah terdakwa masih memiliki anak-anak yang
membutuhkan asuhan orangtua. Sementara itu, hal yang memberatkan, antara lain, adalah
Malinda dianggap berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan di persidangan.

Sementara sanksi bagi Citibank datang bertubi-tubi. Setelah tak boleh menambah nasabah baru
layanan Citigold, Citibank kini dilarang menawarkan kartu kredit. Bank asal Amerika Serikat ini
juga masih menghadapi ancaman vonis lain yang jauh lebih berat: jika penyelidikan
membuktikan ada keterkaitan Citibank dengan kematian Irzan Octa, bisnis bank ini di Indonesia
bisa berakhir. Kemungkinan pencabutan izin Citibank merupakan salah satu rekomendasi
Komisi XI DPR. DPR meminta Bank Indonesia (BI) menjatuhkan sanksi seberat-beratnya
jika debt collector rekanan Citibank terbukti bersalah. "Sanksinya bisa pembekuan izin kartu
kredit, izin operasional di Jakarta atau di Indonesia," kata Emir Moeis, Ketua Komisi XI, Kamis
(7/4/2011)

 Sumber: lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/1224/Si.Cantik.Pembobol.Bank

 TANGGAPAN:

Kasus penggelapan uang nasabah Citibank Indonesia yang dilakukan oleh seorang Senior
Relation Manager Citibank Indonesia, Malinda Dee dengan memperalat seorang teller nya, yakni
Dwi merupakan salah satu contoh kejahatan kerah putih di dunia perbankan. Model kejahatan
kerah putih ini merupakan evolusi tindak kejahatan dalam dunia moderen. Menurut sebuah
artikel online yang saya baca, dalam sejarah di negara-negara maju, kejahatan ini disebut sebagai
business crime atau economic criminality. Karena pelaku kejahatan ini banyak melibatkan para
pengusaha, pegawai perbankan, lembaga keuangan dan para pejabat.

Kasus yang melibatkan Malinda Dee ini merupakan kasus kejahatan kerah putih (white collar
crime) yang canggih, karena didukung oleh jaringan teknologi yang mutakhir. Selain itu
pengawasan Bank Indonesia (BI) yang lemah karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
dalam mengawasi kantor-kantor cabang terutama di daerah-daerah juga membuat pembobolan
atau penggelapan uang nasabah menjadi mudah terjadi. Hukum tidak lagi menjadi ancaman bagi
mereka yang melakukan kejahatan kerah putih termasuk Malinda Dee mungkin salah satunya.
Karena selama ini seperti yang kita ketahui,para pelaku pembobol bank maupun pelaku korupsi
yang mendapat hukuman penjara bertahun-tahun, tetapi ternyata didalam penjara mereka masih
diberikan fasilitas yang nyaman dan mereka tidak mendapat hukuman yang berat. Atau bisa saja
dengan membayar beberapa miliar rupiah pada oknum-oknum penegak hukum mereka sudah
dapat bebas kembali. Ini membuat para pelaku kejahatan korupsi dan kejahatan kerah putih
sekalipun tidak lagi memperdulikan hukum sehingga kasus seperti pembobolan uang nasabah
Citibank tidak mungkin tidak akan terulang lagi.

Oknum pegawai Bank biasanya memanfaatkan kebiasaan para nasabah yang sangat mudah
percaya pada pegawai Bank. Jika kasus ini dibiarkan terus berlanjut tanpa adanya tindakan tegas
dari Pemerintah, maka akan membuat para nasabah kehilangan kepercayaan. Hal tersebut akan
berdampak negatif pada Bank, salah satunya adalah kebangkrutan. Karena Bank juga akan
dikenakan sanksi, seperti yang dialami oleh Citibank. Tidak boleh menambah nasabah baru
layanan Citigold, Citibank kini juga dilarang menawarkan kartu kredit.

Pembobolan uang nasabah yang melibatkan Malinda Dee dan teller nya di Citibank sebenarnya
bisa saja dicegah. Dimulai dengan memperketat pengawasan internal, untuk mencegah oknum-
oknum pegawai bank yang nakal. Untuk memperketat pengawasan tersebut memang
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus
pembobolan uang nasabah. Kemudian dengan memperketat perekrutan Sumber Daya Manusia
(SDM) perbankan sehingga yang diterima benar-benar yang mempunyai kredibilitas tinggi.
Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun lebih penting dari itu attitude, yang
menyangkut kejujuran dan komitmen tinggi pada profesi bankir. Dan yang selanjutnya
Pemerintah harus mulai memperkuat penegakan hukum, membersihkan aparat atau oknum-
oknum penegak hukum yang masih dapat dengan mudah disuap. Lalu memperbaiki dua
kelemahan mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi. Dua hal ini harus terus-menerus
diperbaiki karena selama ini dijadikan jalan bagi pembobol bank untuk beraksi. Atau dengan
mengadakan kerjasama dengan para provider seperti Telkomsel, Satelindo dll untuk
pengungkapan jaringan melalui mobile phone.

Perbedaan white color crime dengan blue color crime

 White Collar Crime adalah Jenis kejahatan yang biasanya di tujukan atau dilakukan untuk
kalangan terpandang dan memiliki status sosial yang tinggi di masyarakat.

Contohnya: Kasus malapratek, Korupsi dan Kolusi yang dalam aksinya melibatkan
Perorangan, Kelompok Orang, Suatu badan atau Hukum.

 Blue Collar Crime adalah Jenis kejahatan yang levelnya rendah ,biasanya menjadi
sasarannya adalah orang dengan penghasilan rata – rata atau golongan ekonomi Rendah. 

Contohnya: Kasus pencurian jemuran, Maling ayam, Pencurian sendal jepit, Pengedar
Narkoba, dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami kepada istri.
 Apakah kejahatan atas jabatan juga termasuk kejahatan white color crime?

Iya, merupakan white collar crime karena salah satu kejahatan penyalahgunaan jabatan
dan kejahatan tersebut dalam lingkup kalangan terpadang dan memiliki status sosial yang
tinggi di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai