Anda di halaman 1dari 4

Kasus Bank Century

Bank Century pada mulanya didirikan dengan nama Bank CIC pada tahun 1989. Pada tanggal 6
Desember 2004 Bank Pikko dan Bank Danpac melakukan merger dengan Bank CIC yang kemudian
berganti nama sebagai Bank Century. Kasus Bank Century bermula dengan adanya tawaran investasi
kepada nasabah mereka, dengan janji investasi tersebut akan memberikan bunga lebih besar deposito.
Investasi yang dimaksut yaitu investasi berupa reksadana pada PT. Antaboga Delta Securitas. PT.
Antaboga Delta Securitas merupakan pemilik saham dari Bank Century sehingga investasi yang dilakukan
merupakan investasi yang aman dan bunga reksadana yang didapat akan jauh lebih tinggi dari bunga
deposito.

Akibat penawaran investasi ini para nasabah yang memilki investasi berupa deposito beralih
memindahkan dana mereka untuk diinvestasikan pada investasi reksadana PT. Antaboda Delta
Securitas. Namun kenyataannya investasi reksadana tersebut tidak dapat dicairkan pada saat jatuh
temponya. Bapepam LK tidak pernah mengeluarkan izin atas reksadana tersebut. Tahun 2000 silam Bank
Indonesia melarang perbankan menjual produk investasi. Namun, Robert selaku pemegang saham Bank
Century, tetap menjajakan produk investasi Antaboga, maka nasabah yang melakukan investasi pada
reksadana PT. Antaboga dipastikan mengalami tindak penipuan.

Pada tanggal 14 November 2008 pihak Bank Century mengajukan permohonan fasilitas pendanaan
darurat dengan alasan sulit mendapat pendanaan. Pada tanggal 20 November 2008 Bank Indonesia
menetapkan Bank Century sebagai bank yang kalah klinig. mengumumkan bahwa rasio kecukupan
modal atau CAR Bank Century minus hingga 3,52 persen. Diputuskan, guna menambah kebutuhan
modal untuk menaikkan CAR menjadi 8 persen adalah sebesar Rp 632 miliar. Bank Indonesia juga
melakukan pemeriksaan yang hasilnya menyatakan bahwa Bank Century mengalami berbagai
permasalahan terutama berkaitan dengan kepemilikan Surat-Surat Berharga (SSB) yang berkualitas
rendah, dugaan pelanggaran Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK) oleh pengurus bank, dan dugaan
Pelanggaran Posisi Devisa Neto (PDN). Setelah penyidikan yang dilakukan Bank Indonesia, 8 pejabat
Bank Century dicekal. Mereka adalah Sualiaman AB (Komisaris Utama), Poerwanto Kamajadi (Komisaris),
Rusli Prakarta (komisaris), Hermanus Hasan Muslim (Direktur Utama), Lila K Gondokusumo (Direktur
Pemasaran), Edward M Situmorang (Direktur Kepatuhan) dan Robert Tantular (Pemegang Saham).

Kasus Bank Century tidak hanya berhenti pada kasus penipuan yang dilakukan manajemen pihak Bank
Century. Kasus ini berlanjut hingga kepada pembengkakan pemberian suntikan dana modal yang
diberikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan kepada Bank Century yang mencapai hingga Rp 6,7 milyar.
Padahal awalnya pemerintah hanya meminta persetujuan Rp 1,3 triliun untuk Bank Century. Menteri
Keuangan Sri Mulyani menegaskan kepada DPR jika Bank Century ditutup akan berdampak sistemik
pada perbankan Indonesia. Pada hari yang sama pula, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit
Samad Riyanto menyatakan bahwa kasus Bank Century itu sudah ditingkatkan statusnya menjadi
penyelidikan. Berbagai kejanggalan ditemukan dalam kasus tersebut. Bahkan KPK berencana menyergap
seorang petinggi kepolisian yang diduga menerima suap dari kasus itu. Kejanggalan semakin menguat
ketika Badan Pemeriksa Keuangan laporan awal terhadap Bank Century sebanyak delapan halaman
beredar luas di masyarakat. Laporan tersebut mengungkapkan banyak kelemahan dan kejanggalan
serius di balik penyelamatan Bank Century dan ada dugaan pelanggaran kebijakan dalam memberikan
bantuan ke Bank Century hingga dugaan adanya tindak korupsi dalam penanganan kasus Bank Century.

Pelanggaran Etika Bisnis Pada Kasus Bank Century

Kasus Bank Century terbilakang kasus yang sangat merugikan para nasabahnya. Investasi dana yang
dilakukan para nasabah merupakan investasi palsu yang tidak tercatat dan memperoleh ijin dari Bank
Indonesia dan Bapepan LK. Akibat dari kasus Bank Century menimbulkan kerugian yang besar terhadap
nasabah, dimana nasabah tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan untuk sementara mereka
tidak dapat mencairkan, hal tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi nasabah. Setelah mengumumkan
kalah kliring yg terjadi pada Bank Century dan tidak dapat melakukan transaksi kas maupun nonkas. Para
nasabah tidak dapat menarik uang kas di ATM Bank Century maupun ATM bersama, sehingga mereka
mendatangi kantor Bank Century untuk meminta klarifikasi pada petugas, namun petugas bank tidak
dapat memberikan jaminan kapan uang dapat ditarik melalui ATM. Akhirnya penarikan dilakukan
melalui teller dengan jumlah dibatasi sebesar Rp 1 juta.

Dari kasus diatas sudah terlihat bahwa adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak
bertanggung jawab pada Bank Century, yang menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi segala pihak
terutama nasabah bank century. Kasus Bank century melanggar etika apabila dikaitan dengan empat
prinsip moral yang berlaku yaitu:

1. Utilitarianisme

Utilitarianisme merupakan semua pandangan yang menyatakan bahwa tindakan dan kebijakan perlu
dievaluasi berdasarkan keuntungan dan biaya yang dibebankan. Tetapi pada kenyataannya kasus yang
terjadi pada Bank Century tidak menggambaran utilitarian. Dimana biaya pendanaan yang terjadi tidak
memberikan keuntungan pada nasabah tetapi malah menimbulkan kerugian yang besar. Sehingga
terjadi pelanggaran terhadap prinsip moral utilitarian.

2. Hak dan Kewajiban

Hak adalah klaim atau kepemilikan sesuatu. Seseorang dikatakan memiliki hak jika dia memiliki klaim
untuk melakukan tindakan dalam suatu acara tertentu. Disini jelas bahawa ada hak nasabah yang
dilanggar dalam kasus Bank Century. Klaim atau hak nasabah atas investasi yag dimilikinya tidak dapat
diperoleh dimana investasi tersebut tidak dapat dicairkan pada waktu investasi tersebut telah jatuh
tempo. Bank Century selaku pengelola tidak dapat memenuhi kewajibannya sehingga hak nasabah tidak
dapat dibayarkan dikarenakan kalah keliring yang dialami oleh bank Century akibat adanya penggelapan
dana nasabah oleh manajemen bank bersangkutan

3. Keadilan

Keadilan memiliki tiga kategori yaitu:

1). Keadilan distributif yaitu berkaitan dengan distribusi yang adil atas keuntungan dan beban dalam
masyarakat.
2). Keadilan retributif yaitu pemberlakuan hukuman yang adil pada pihak-pihak yang melakukan
kesalahan. Hukuman yang adil adalah hukuman yang dalam artian tertentu layak diterima oleh orang
yang melakukan kesalahan.

3). Keadilan kompensasif yaitu cara yang adil dalam memberikan kompensasi pada seseorang atas
kerugian yang mereka alami akibat perbuatan orang lain. Kompensasi yang adil adalah kompesasi yang
dalam artian tertentu.

Apabila dikaitkan dengan ketika kategori keadilan diatas maka kasus Bank Century masih jauh dari
kategori adil, dimana keadilan distributif disini jelas dilanggar dengan tidak adanya distribusi yang adil
atas keuntungan investasi yang diterima nasabah, beban tanggungan yang dimiliki nasabah lebih besar
akibat kekhawatiran dan pertanggung jawaban yang belum jelas dari pihak Bank Century atas investasi
bodong yang ditawarkannya kepada para nasabah.

Keadilan retributis juga dapat dikatakan belum sepenuhnya terlaksanakan, karena penanganan hukum
kasus Bank Century hingga saat ini masih dikatakan belum jelas meskipun sudah ada beberapa orang
yang mendapat hukuman, terlebih kasus ini tidak hanya terbatas pada tindak penipuan yang dilakukan
manajemen Bank namun juga merambat pada tindak korupsi akibat suntikan dana modal yang belum
jelas alirannya.

Apabila dilihat dari keadilan kompensasif sudah jelas bahwa kasus century tidak berlaku adil dalam
memberikan kompensasi pada kerugian yang dilami oleh nasabah.

4. Etika memberi perhatian

Etika ini menekankan pada rangkaian hubungan dan wajib mempertahankan serta menyetarakan
hubungan yang konkret dan bernilai dengan orang lain, serta memberikan perhatian kepada orang lain.
Dalam kasus Century jelas etika memberi perhatian dilanggar, dapat dilihat dengan penjualan investasi
bodong yang dilakuan Bank Century beserta pihak manajemennya. Bukannya memberikan perhatian
dan kepedulian atas dana nasabah tetapi malah menjerumuskan dengan menawarkan investasi bodong
kepada nasabahnya. Hal ini jelas bahwa tindakan Bank Century jelas-jelas melanggar etika memberi
perhatian.

Dalam kasus yang terjadi bank Century pihak yang dirugikan tidak hanya nasabah tetapi juga pemerintah
selaku aparatur negara, lembaga keuangan, perekonomian bangsa, masyarakat, serta pihak-pihak
terkait lainya. Kasus yeng terjadi pada bank Century ini mengakibatkan buruknya nama pemerintah
dimata masyarakat hal ini dikarenakan masyarakat mempertanyakan kemana saja pemerintah, Bank
Indonesia dan bapepam selama ini hingga kasus ini dapat terjadi. Masyarakat menilai betapa lemahnya
pengawasan pemerintah terhadap perbankan sehingga terjadi sebuah bank menjual reksadana tanpa
mempunyai izin sebagai agen Penjual Reksadana (APERD) dan menjual obligasi tanpa nilai. Dimanakah
tanggung jawab Bapepam sebagai badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan dalam hal ini
serta BI sebagai pengatur dan pengawas bank. Selain kerugian yang dialami pemerintah disebabkan
suntikan dana yang diberikan pemerintah kepada bank Century dinilai cukup besar dan hingga saat ini
masih belum jelas alirannya, sehingga diduga adanya tindakan korupsi didalam aliran dana tersebut.
Sehingga kasus Bank Century ini menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi Negara. Kasus Bank
Century juga memberikan dampak buruk bagi Lembaga Keuangan dan Perbankkan lainnya, dimana
akibat kasus ini kepercayaan nasabah terhadap Lembaga Keungan dan Perbankan menjadi berkurang.
Selain itu munculnya kekhawatiran pada masyarakat, dimana masyarakat khawatir akan mengalami hal
yang sama dengan kasus yang terjadi pada Bank Century apabila mereka melakukan investasi pada bank
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai