Anda di halaman 1dari 2

Sarung samarinda adalah sebuah karya kerajinan rakyat berupa tenunan tradisional dari kota Samarinda yang terkenal

di seluruh Indonesia bahkan sampai mancanegara.

Kerajinan ini berasal dari daerah Sulawesi Selatan, dibawa oleh orang-orang Bugis ke Samarinda tepatnya Samarinda Seberang pada sekitar abad ke 18, berkaitan erat dengan sejarah kedatangan suku Bugis ke Kalimantan Timur. Karena semakin banyaknya pendatang kemudian diadakan musyawarah besar, dan dari hasil musyawarah itu Lamohang Daeng Mangkona diperintahkan pergi ke Kutai untuk berusaha, pada mulanya kerajaan Kutai di bawah pimpinan Pangeran Dipati Mojo Kusumo memberi rombongan Lamohang Daeng Mangkona sebidang tanah di daerah Loa Buah, tetapi kemudian diberi di wilayah Samarinda Seberang. Semenjak itu Samarinda Seberang dibangun oleh Lamohang Daeng Mangkona dan ia memerintah rakyatnya dengan gelar Pua Ado. Demikianlah bahwa sarung Samarinda sebagai salah satu hasil budaya suku Bugis yang dibawa dari tanah asalnya dan dikembangkan sebagai usaha keluarga atau home industri, sampai kini terkenal sampai mancanegara sebagai hasil budaya khas daerah Kalimantan timur. Meski tak berlimpah harta, tetapi warisan budaya berupa sarung tenun Samarinda terbukti mampu menghidupi ratusan pengrajin di Samarinda Seberang. Budaya turun temurun yang masih dapat disaksikan hingga kini. Tak sulit menemukan kompleks pengrajin sarung tenun Samarinda ini. Lokasinya berjarak sekitar 8 kilometer dari pusat kota. Setelah melintasi Jembatan Mahakam, cukup menyusuri jalan di bibir Sungai Mahakam, yakni Jalan Bung Tomo dan Jalan Panglima Bendahara. Para perajin ini rata-rata berdiam di Kelurahan Masjid, Samarinda Seberang. Di rumah yang rata-rata terbuat dari kayu itulah kain sarung tenun Samarinda diolah dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Jika pecinta sarung tenun Samarinda menginginkan motif berbeda, maka bisa langsung mendatangi para penenun dan memberikan motif yang diinginkan. Harga setiap sarung tenun yang diproduksi tergantung berapa banyak motif yang diperlukan. Semakin banyak dan besar motifnya, maka semakin mahal harganya. Setiap penenun dapat membuat satu sarung tenun Samarinda dalam waktu seminggu dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar sekitar 50 sentimeter. Itupun untuk motif sederhana dan kecil. Semakin banyak dan besar motif yang diinginkan, maka semakin lama pembuatannya.

Rata-rata, paling lama buatnya sarung tenun 15 hari. Pemesan harus antre sebulan karena menginginkan sarung tenun dengan motif yang diinginkan. Meski pembuatan dilakukan di rumah warga, tetapi kompleks yang dapat dikatakan cukup kumuh itu oleh Pemkot Samarinda dijadikan obyek wisata. Dalam sebulan dapat membuat 7 hingga 10 sarung tenun Samarinda yang dijual dengan harga berkisar antara Rp 150 ribu hingga Rp 450 ribu per buah. Motif yang dapat dibuatnya, seperti anyam pelupuh dan ketam hitam. Kini warga pendatang dari Sulawesi yang menjadi penenun sarung tenun Samarinda ini sudah sekitar 30 tahunan berada di kompleks tersebut. Bahkan keahlian itu sudah diwariskan ke anak-anak mereka yang kini meneruskan pekerjaan yang kini dianggap sebagai warisan budaya.

Anda mungkin juga menyukai