Anda di halaman 1dari 25

Sulaman Tradisional Naras yang Menembus

Pasar Internasional

ttps://www.indonesiakaya.com/uploads/_images_gallery/cover/Sulaman_Naras_1290.jpg

Kerajinan sulaman merupakan salah satu andalan sektor ekonomi di


Kota Pariaman. Bicara tentang kerajinan sulaman ini, maka tidak
lengkap jika tidak menyebutkan nama sebuah desa yang menjadi pusat
produksinya. Nama kampung tersebut adalah Naras atau Nareh dalam
dialek setempat.
Selama puluhan tahun, Naras menjadi pemasok aneka jenis kerajinan
sulaman berkualitas unggul ke berbagai pelosok Sumatera Barat hingga
ke negara-negara tetangga seperti Malaysia.
Naras terletak di Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, sekitar 5
kilometer dari pusat kota. Masyarakat desa ini menjalankan usaha
kerajinan sulam tradisional secara turun temurun. Hal ini membuat motif
sulaman yang dibuat para pengrajin sangat rapi, detail, dan kualitasnya
terjaga meskipun dibuat secara manual.
Tidak mengherankan jika kemudian hasil karya para pengrajin asal
Naras disukai banyak konsumen di daerah-daerah lain seperti
Bukittinggi, Padang, Payakumbuh, Dumai, serta Pekanbaru. Bahkan,
saat ini menyebar hingga ke Brunei Darussalam, Malaysia, dan
Singapura.
Menurut informasi Dinas Perindustrian Kota Pariaman, pembuatan
kerajinan sulam di Naras sudah ada sekitar tahun 1960-an. Ketika itu,
kain sulam yang dibuat oleh masyarakat masih terbatas pada motif
sulaman tradisional Minangkabau yang umum digunakan dalam baju
pengantin dan kain selendang.
Seiring berkembangnya jangkauan pasar dari para pengrajin Naras,
terjadi pengayaan variasi jenis dan motif sulaman. Kini produk sulaman
di Naras pun semakin bervariasi, mulai dari busana pengantin, gaun,
selendang, busana muslim, mukena, bed cover, sandal, hingga beraneka
jenis tas tersedia di sana.
Di tengah gempuran teknologi bordir yang semakin maju, sulaman karya
pengrajin Naras tetap tidak tergantikan kualitasnya. Motif dengan
pengerjaan detail yang sempurna dilakukan dengan baik oleh para
pengrajin Naras, sehingga menghasilkan produk bernilai tinggi.
Tidak mengherankan jika proses pengerjaannya pun bisa memakan
waktu hingga berbulan-bulan. Sebagai gambaran, sebuah busana terusan
wanita dengan aksesoris selendang yang waktu pengerjaannya tiga bulan
dapat terjual pada kisaran harga antara Rp. 3-5 juta per set.
Pasar utama dari produk kerajinan asal Naras adalah Kota Bukittinggi.
Dari kota inilah produk sulaman ini kemudian menyebar ke daerah-
daerah lain. Karenanya, jika Anda tertarik untuk memiliki sulaman asal
Naras, cobalah untuk singgah di Bukittinggi. Namun bila Anda
penasaran seperti apa keindahan sulaman Naras, tidak ada salahnya jika
Anda langsung ke Naras dan mencoba memilih produk sulaman khas
Minangkabau ini.
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/sulaman-tradisional-naras-yang-menembus-pasar-
internasional

Karawo, Sulam Khas dan Langka Dari Gorontalo


Karawo atau kerrawang adalah sulam khas yang hanya ada di
Gorontalo, cara pembuatannya memerlukan ketelitian luar biasa, tidak
hanya butuh kesabaran saja. Satu demi satu serat kain dipotong, tidak
boleh ada kesalahan, apalagi untuk selembar sutera yang berharga
mahal. Pemotongan ini menghasilkan serat kain yang jarang, terhitung
dan terukur antara yang horizontal dan vertical, sebelum aneka warna
benang disulam.
Sulam Karawo diyakini sudah ada sejak abad 17, awalnya dilakukan oleh
perempuan di daerah Ayula, yang saat itu berada di bawah pengaruh
kerajaan Bulango, sekarang berada di provinsi Gorontalo. Para perempuan
menjelang masa dewasanya diberika kesibukannya untuk membuat sulam
karawo, tradisi ini kemudian berlanjut untuk mereka yang dipingit
menjelang pernikahannya.
Hasil sulaman ini pun hanya untuk keperluan pribadi sang pengrajin,
selembar kain yang motif yang sederhana, bisa bentuk-bentuk geometri
dan dedaunan.

Dalam perkembangannya, sulaman ini kemudian dimanfaatkan untuk


menghiasi baju koko yang lazim dikenakan kaum pria ke masjid atau acara
keagamaan dan kematian. Karawo dengan motif sederhana juga menghiasi
taplak dan sapu tangan (lenso).

Bertahun-tahun karawo hidup tanpa perkembangan yang berarti, motif


yang sederhana, jenis kain yang terbatas, dan penggunaan yang ala
kadarnya. Sulam ini karawo tetap bertahan karena masih memiliki fungsi
sosial yang dibutuhkan masyarakat. Fungsi-fungsi kemasyarakatan inilah
yang kemudian diadopsi dan menyebar ke daerah lain sekitar Ayula.

Kerja kerja yang berisi disain motif karawo. Dibutuhkan banyak disainer
karawo untuk membuat motif yang dinamis dan disukai masyarakat.
(Foto Ervina Julianty Arsyad)
Menurut Yus Iryanto Abas, Ketua Jurusan Teknik Kriya Fakultas Teknik
Universitas Negeri Gorontalo, memasuki era tahun 1980-an sulam Karawo
ini sudah lazim dipakai masyarakat untuk baju-baju yang dipakai ke
masjid (koko) warna putih, juga saat menghadiri upacara kematian
(takziyah). Penggunaan baju sulam karawo ini juga dilakukan kaum
perempuan pada acara yang sama.

Dirasakan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, pada masa selanjutnya


sulam karawo diperdagangkan dalam pasar yang terbatas, masyarakat
sekitar pengrajin. Lambat laun pedagang desa ini menawarkan ke pasar
yang lebih luas dengan motif meningkatkan omzet penjualan.

Gorontalo yang masih menjadi bagian dari Sulawesi Utara pada waktu itu
tidak memiliki pasar yang baik di wilayahnya. Para pedagang Gorontalo
menjadikan kota Manado sebagai tempat berdagang yang prospektif, hasil
bumi seperti produk pertanian, perikanan, perkebunan dibawa ke Manado.
Lambat laun kerajinan juga dibawa ke tanah Wenang ini.
Seorang penari membawa kipas berhiaskan sulam karawo. Baju yang
dikenakan juga berbahan sulam karawo yang indah. (Foto Husein
Utiarahman)
Di Manado, sulam Karawo dipajang di toko-toko besar di kawasan jalan
BW Lapian, beserta kerajinan dan makanan tradisional dari Minahasa.
Kawasan ini memang dikenal sebagai pusat oleh-oleh di Sulawesi Utara.

Dari toko-toko yang berderet ini karawo muncul di masyarakat luas


sebagai sulam yang khas. Para Kawanua (orang Minahasa) dan juga
masyarakat Gorontalo yang tinggal di Manado membawa sulam ini ke
dunia yang lebih luas.

Menjadi bagian dari Sulawesi Utara membuat sulaman asli Gorontalo ini
dikenal sebagai produk asal Manado. Para pelancong dan penggemar
sulaman mengerti jika untuk mendapatkan sulam kerawang (saat itu
dikenal sebagai kerawang) harus datang ke Manado.

Dalam perdagangan karawo ini tidak ada upaya untuk menjelaskan asal
muasal, proses produksi dan sejarah sulam ini. Padahal nilai jual sulaman
ini juga sangat ditentukan oleh nilai sosialnya juga. Nilai jual karawo tidak
semata pada kandungan materi yang melekat pada selembar kain. Dan ini
berjalan bertahun-tahun tanpa ada upaya untuk menghargai lebih baik lagi.
Busana sulam Karawo tidak lagi menjadi pakaian pinggiran, kini
sulaman ini bisa tampil di gaun malam yang anggun dan mewah. (Foto
Muazman Hamzah)
Saat Gorontalo berdiri sebagai provinsi yang ke-32di Indonesia pada 22
Desember 2000 melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, nasib
sulam karawo tidak berubah. Ribuan potong sulaman karawo masih
ditransaksikan di Manado, meskipun di kota Gorontalo sendiri mulai
tumbuh perdagangan karawo dengan manajemen yang lebih baik.

Kesadaran pemerintah provinsi Gorontalo untuk menghargai sulam


Karawo sebagai karya asli daerah ini baru tercetus tahun 2006, saat
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Hak Paten
tentang Sulam Karawo sebagai kerajinan milik masyarakat Gorontalo.
Plakat hak paten ini disampaikan saat Sidang Paripurna Istimewa DPRD
Provinsi Gorontalo memperingati HUT Provinsi Gorontalo, 16 Februari
2006.

Untuk membuat sulaman karawo memang sulit. Dalam proses


pembuatannya, setidaknya ada tiga pengrajin yang terlibat. Yang pertama
adalah mereka yang bertugas membuat motif atau disain, tugas disainer ini
membuat pola gambar.

Lalu pengrajin kedua bertugas mengiris serat kain, pengrajin ini memiliki
keterampilan dan kejelian yang luar biasa, karena ia harus mampu
memutus/mengiris serat kain yang panjangnya tergantung pola, antara
ujung serat kain yang satu dengan yang lain harus sama dan menyisakan
serat kain lainnya untuk disulam. Pengirisan serat kain ini akan
menghasilkan seperti kain strimin dengan pola tertentu.
Selendang karawo yang cantik, meningkatkan penampilan dan percaya
diri yang mengenakannya. (Foto Teddy Agung Saputra)
Pengrajin ketiga bertugas membuat sulaman pada kain yang sudah diiris
tersebut mengikuti pola/gambar dari disainer.

Untuk selembar kain dengan motif yang besar (hingga 60 cm) diperlukan
waktu produksi hingga 2 bulan. Pekerjaan pengirisan dan penyulaman
tidak bisa dilakukan secara terus-menerus sepanjang siang. Proses ini
memerlukan akurasi dan ketelitian yang tinggi, sehingga pada kondisi
mata segar, mampu melihat normal, pekerjaan ini dilakukan. Jika
dipaksanakan akan mendapatkan pekerjaan yang tidak sempurna dan
merusak kesehatan mata.

Proses penyulaman berlangsung satu minggu sampai satu bulan tergantung


motif dan jenis kain. Ada dua jenis sulaman karawo yaitu sulaman karawo
biasa dan sulaman karawo ikat. Sulaman karawo ikat lebih mahal dari
sulaman karawo biasa.

Sentra sulam karawo saat masih banyak dijumpai di kecamatan Batudaa,


kecamatan Bongomeme, Kecamatan Telaga, Kecamatan Telaga Jaya dan
Kecamatan Telaga Biru, semuanya berada di kabupaten Gorontalo. Di
Kota Gorontalo, sulaman ini masih ditemui di kecamatan Kota Utara dan
di kabupaten Bone Bolango ada di kecamatan Tapa.

Paduan suara Gorontalo Inovasi menggunakan baju sulam karawo yang


atraktif. Sulaman Gorontalo ini merupakan warisan budaya yang harus
dilestarikan
Sulam Karawo bisa dilakukan di berbagai jenis kain. Pada kain sutera,
sulam karawo sulit dilakukan dan memerlukan waktu produksi hingga 3
bulan. Tidak heran jika harga sulam karawo ini sangat mahal hingga Rp4
juta per lembarnya.

Jika dulu sulaman ini hanya dipakai pada baju koko atau kain putih untuk
dikenakan saat menghadiri takziyah dan ke pengajian, sekarang karawo
sudah meningkat fungsi penggunaannya. Seragam formal kantor sudah
lama berhias sulaman ini, bahkan gaum malam yang mewah juga berhias
sulaman ini.

Di produk lain, jilbab, mukena, hiasan tatakan cangkir pun indah dengan
motif karawo. Demikian juga dengan kopiah, dasi, tas, kipas, syal, hiasan
dinding, sandal, taplak meja, tutup gelas, penutup galon dispenser, dompet
dan lain-lain. Pendeknya, semua yang terbuat dari kain bisa disulam
karawo.

Untuk memperluas pasar, daya kreatif Koperasi Wanita Seruni di


kelurahan Ipilo Kota Gorontalo patut diacungi jempol. Koperasi yang
diketuai Rosmiyati Abdul ini memperkenalkan kaos karawo, motifnya
unik dengan cita rasa anak muda.

Survey Bank Indonesia Gorontalo menunjukkan sulam karawo sudah


menjadi kebanggaan masyarakat, namun sayangnya tidak banyak yang
memilikinya.

Sulam karawo sebagai warisan budaya Gorontalo patut dilestarikan, tidak


saja memiliki nilai ekonomi, juga memiliki nilai sosial yang tinggi.

https://gorontaloholiday.wordpress.com/2012/06/17/karawo-sulam-khas-dan-langka-dari-
gorontalo/
Mengenal Ragam Sulam Sumatera Barat

https://s3-ap-southeast-1.amazonaws.com/jawapos/thumbnails/670_446_mengenal-ragam-kain-
sulam-sumatera-barat_m_1486109348_107000.jpeg

Provinsi Sumatera Barat memiliki berbagai jenis kain tradisional. Baik itu
songket, sulam dan terawang. Kain sulam yang menjadi kebanggan ranah
Minang ini ditampilkan dalam koleksi peragaan busana Indonesia Fashion
Week 2017 yang bertema Celebrations of Culture.

Sumatera Barat memiliki lebih dari 70 jenis sulam. Salah satu yang paling
banyak peminatnya yaitu sulam terawang. Kain sulam yang paling banyak
dipakai di acara formal dan kebudayaan.

“Di ajang IFW 2017 ini kami menonjolkan sulam. Ada dua jenis dari
beberapa koleksi kain sulam yang ditampilkan. Karena kami punya jenis
sulam banyak sekali,” kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda)
Sumatera Barat Nevi Zuairina Prayitno, Jumat (3/2).

Istri Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno ini menyebutkan para


perajin memiliki berbagai aplikasi sulam, seperti sulam benang emas,
sulam pita, sulam bayang, sulam timbul, sulam terawang. Khusus untuk
sulam kalengkang merupakan sulam yang hanya dibuat pada musim hujan.
“Sulam kalengkang enggak bisa dibuat saat musim panas. Karena memang
bahannya hanya bisa lentur dilaksanakan di musim hujan,” jelasnya.

Kemudian ada pula jenis kain sulam dengan motif tusuk seperti tusuk
pipih dan tusuk batang. Dijelaskan Nevi, selama ini sulam hanya
digunakan untuk pakaian formal. Lewat ajang IFW 2017, kain sulam
dipamerkan dengan sentuhan busana syar'i.

“Sulam semula digunakan hanya dalam kegiatan formal dengan baju


kurung, kini sulam digunakan dalam baju syar’i. Sekarang sedang ngetren
baju syar’i,” ungkapnya

Kelebihan sulam Sumatera Barat, lanjutnya, adalah pembuatannya dengan


buatan tangan (handmade). Sedangkan untuk warna, nuansa warna kain
khas Sumatera Barat umumnya warna mencolok seperti kuning, hijau,
hitam, dan merah. "Kami menawarkan warna yang berbeda di IFW 2017
yaitu warna-warna lembut," ungkapnya.

Nevi menjelaskan mengerjakan kain sulam butuh ketekunan karena


membutuhkan waktu yang lama. "Mengerjakan sulam cukup lama, kalau
tak fokus bisa selesai 4 bulan, kalau fokus bisa sebulan”

https://www.jawapos.com/entertainment/lifestyle/03/02/2017/mengenal-
ragam-kain-sulam-sumatera-barat

Keindahan Sulaman Minang yang Berbeda dari Sulam Lainnya


https://akcdn.detik.net.id/content/2015/04/30/233/085746_sulam.jpg?w=5
00&q=90

Sumatera Barat tidak hanya dikenal dengan makanannya yang kaya bumbu
dan rempah, misalnya rendang atau sate padang. Seni kerajinan tangannya
pun patut dilirik sebagai salah satu kekayaan budaya kreatif Indonesia.

Salah satu yang cukup diunggulkan dari Tanah Minang ini adalah
kerajinan sulam, bordir krancangnya. Warna dan corak yang beragam
serta pembuatan yang dikerjakan dengan tangan menjadi keunggulan
tersendiri dari kerajinan sulam serta bordir dari Sumatera Barat.

"Ciri khas bordir Minang dengan Jawa Barat misalnya, sangat berbeda.
Mulai dari cara pengerjaan, motifnya, hasil bordirnya," ujar Ketua
Dekranasda Sumatera Barat Nevi Irwan Prayitno saat konferensi pers
Minangkabau Festival 2015 di Daima Hotel, Jl. Jendral Sudirman, Padang,
Sumatera Barat, Rabu (29/4/2015).

Sulam Tumpar, Kain Sulam Unik Khas


Kalimantan Timur

https://www.indonesiakaya.com/uploads/_images_gallery/cover/sulam_t
umpar_1290.jpg
https://www.indonesiakaya.com/uploads/_images_gallery/3__Aneka_rag
am_corak_seperti_flora_dan_fauna_menambah_cantik_kain_sulaman_y
ang_banyak_memikat_hati_para_wisatawan_ini.jpg
Jika Anda sedang mengunjungi Kalimantan Timur, mungkin kain
sulaman yang satu ini bisa dijadikan pilihan untuk buah tangan keluarga
Anda di rumah. Kain sulaman khas Kalimantan Timur ini memiliki
corak yang beragam dengan warna-warna yang cerah. Inilah sulam
tumpar, kerajinan tangan kebanggaan masyarakat provinsi yang memiliki
ibukota di Samarinda ini.
Tidak hanya dalam bentuk kain sulaman, sulam tumpar juga banyak
diaplikasikan ke berbagai barang seperti tas, pakaian, hingga ke hiasan
dinding. Aneka ragam corak seperti flora dan fauna menambah cantik
kain sulaman yang banyak memikat hati para wisatawan yang
berkunjung ke Kota Samarinda ini.
Kain sulam tumpar sendiri dibuat dari hasil alam yaitu pohon ulap doyo.
Pohon yang banyak tumbuh di wilayah Kalimantan ini memang
digunakan untuk bahan beberapa kerajinan. Selain sulam tumpar, tenun
badong tancep dan tenun ulap doyo juga menggunakan pohon ini sebagai
bahannya.
Tidak sulit untuk menemukan Kain sulaman sulam tumpar, di pusat
oleh-oleh yang banyak tersebar di Kota Samarinda kain ini bisa
ditemukan. Dengan harga yang relatif terjangkau, sulam tumpar bisa
menjadi alternatif pilihan buah tangan untuk keluarga di rumah.
https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/sulam-tumpar-
kain-sulam-unik-khas-kalimantan-timur

Sulam Usus
https://www.indonesiakaya.com/uploads/_images_gallery/cover/sulam_u
sus_1290.jpg
Lampung, selain terkenal dengan taman nasional Way Kambasnya,
rasanya sayang jika Anda tak berburu hasil kerajinan khas kota ini. Salah
satu hasil kerajinan yang populer di Lampung adalah Sulaman Usus.

Sulaman usus membutuhkan waktu yang cukup lama untuk


pengerjaannya. Biasanya dikerjakan ibu-ibu dan remaja putri. Hasilnya
berupa pakaian wanita, kemeja pria, hiasan dinding hingga tempat tisu.
Biasanya dikonsumsi oleh masyarakat ekonomi kelas atas karena
harganya yang mahal.

Saat ini, Sulaman usus ini dipasarkan baik di dalam negeri maupun di
mancanegara. Saat ini kerajinan sulaman usus semakin sedikit yang
menggeluti, karena rumit dan membutuhkan kesabaran yang tinggi untuk
mengerjakannya.

Pemerintah Lampung sedang mengusahakan untuk mematenkan


Kerajinan Sulaman Usus Lampung sebagai salah satu kerajinan andalan
Lampung.

https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/sulam-usus

Khazanah Sulam Indonesia

https://gaya.tempo.co/read/399009/khazanah-sulam-
indonesia/full&view=ok

TEMPO.CO, Jakarta - Wajah Ibu Ani Susilo Bambang Yudhoyono tampak


semringah tatkala Triesna Jero Wacik, Selasa pekan lalu, meluncurkan
buku Adikarya Sulam Indonesia di Hotel Dharmawangsa, Jakarta. Bersamaan
dengan peluncuran buku itu, tampak gerai kecil rupa-rupa hasil sulaman
Nusantara.
Triesna, istri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, adalah
pendiri Yayasan Sulam Indonesia. Yayasan itu membina dan mengembangkan
sulam di seluruh Nusantara. Buku berukuran 33 x 24 sentimeter, 325 halaman,
dengan dua bahasa Indonesia dan Inggris ini berisi sejarah sulam Indonesia. Ada
juga cerita-cerita menarik tentang sulam, teknik, dan aneka motif dari Aceh
hingga Papua. “Sulam bukan sekadar pemberi hiasan pada sebuah bahan, tapi
memiliki makna heritagekain lokal di Indonesia,” katanya.

Di Indonesia, seni kerajinan ini, menurut Triesna, masih dipandang sebelah mata.
“Akibatnya, mempengaruhi produk seni sulam Indonesia dari segi kuantitas dan
kualitas,” ujarnya. Di dalam negeri, sulam, secara material, motif, dan bentuk
produk, masih statis. Padahal khazanah kekayaan ragam budaya dengan latar
belakang psikososial di Indonesia sangat beraneka. “Saya yakin sulam lokal
(Indonesia) tak kalah, mampu bersaing di tingkat global dan internasional,”
katanya.

Menurut pengamat kain dari Universitas Trisakti dan Institut Kesenian Jakarta,
Sativa Sultan Azwar, Indonesia memiliki kekayaan seni sulam. Dia menyebutkan
sulam kasab dari Aceh, sulam suji cair dan sulam kepalo samek dari Sumatera
Barat. Ada pula sulam manik-manik Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur,
sulam terawang dari Gorontalo, serta sulam tapis dan usus dari Lampung.
“Sejarah keterampilan ragam hias sulam atau bordir di Indonesia sudah ada sejak
abad ke-18 Masehi,” kata dosen yang akrab dipanggil Atitje ini. Bahkan lebih
jauh, bordir sudah mulai dikembangkan dalam bentuk tradisional di seluruh
Nusantara sejak abad ke-16 Masehi.

Saat itu bordir atau sulaman ditujukan bagi inisial kerajaan, menghias busana
para bangsawan dan kaum ningrat. Istilah bordir, menurut Atitje, identik dengan
menyulam, berasal dari kata bordir--diambil dari embroidery--yang berarti
sulaman.

Perkembangan sulam terbesar berlangsung di Cina. Negeri itu adalah sumber ulat
sutra, pembuatan serat sutra untuk menyulam dan menenun dengan benang yang
indah. Sejarah mencatat peternakan ulat sutra merupakan salah satu budidaya
pertama di Cina. Tak mengherankan bila kecakapan kriya tenun sutra telah
dikuasai pula sejak 2698 SM, dipelopori Leizu, istri Kaisar Huangdi dari
Kerajaan Kuning. Mereka menggunakan kain sutra dihiasi dengan sulaman
benang sutra. Pada masa itu, pemakaian jubah sutra menunjukkan peranan sulam.
Menurut perancang Poppy Dharsono, kegiatan menyulam umumnya dilakukan
kaum perempuan. Di beberapa negara Asia, Eropa, termasuk negara-negara
Islam, para wanita sejak abad ke-17 sampai 19 menekuni menyulam sebagai
keterampilan khusus. “Kerajinan sulam di Indonesia mengalami kemajuan pesat
sejak permulaan abad ke-18,” ujarnya.

Pendidikan Belanda, menurut Poppy, membawa pengaruh terhadap kemajuan


sulam Nusantara. Itu tercermin dari kerajinan sulam yang berkembang pesat dan
ditemukan hampir di seluruh kepulauan Indonesia, seperti Pulau Jawa,
Kalimantan, Sumatera, Sangir Talaud (Sulawesi Utara), dan Timor.

Sebagai contoh, sulam di Pulau Jawa dipakai pada pembuatan hiasan kopiah,
kasut, kendit, kebaya, oto, dan pakaian kebesaran kaum priayi. Di daerah ini,
pembuatannya dilakukan di atas kain lawaon atau mori, kestin, beludru, sekelat,
dan stimin. Penyulaman di Pulau Jawa menggunakan benang logam, katun, sutra,
wol, gim, klengkam, dan merjan.

https://gaya.tempo.co/read/399009/khazanah-sulam-indonesia/full&view=ok

Kasab: Sulaman Khas Aceh

Kasab atau kerajaninan benang emas dikenal secara luas sebagai sulaman
khas tradisional dari Aceh yang dibuat diatas kain beludru. Ukiran Kasab
terdiri dari banyak motif yang pada umumnya berbentuk flora yang
disulam dengan rapi bahkan dihiasi dengan manik-manik berwarna emas.
Bagi masyarakat tradisional aceh penggunaan kasab sama halnya dengan
penggunaan rencong, jenis kasab bisa mewakili derajat atau menjadi
parameter status sosial, misalnya bagi raja dan rakyat umum bentuk dan
coraknya akan sedikit berbeda dari segi warna dan unsurnya. tapi sekarang
perbedaan itu sudah tidak terlalu dipermasalahkan dan bahkan
disetarakan.
Dilihat dari pemakaiannya, kasab merupakan bagian dari perangkat adat
masyarakat aceh yang berfungsi sebagai dekorasi. Meskipun sebagai
dekorasi, kasab sebenarnya mengandung nilai/makna sendiri sehingga
tidak sekedar mengandung nilai estetika semata. Misalnya pada ayakan
yang biasa dipasang pada dinding utama akan dihiasi dengan kipas
berjumlah 17 buah, angka 17 tersebut merupakan jumlah sujud dalam
shalat selama sehari semalam sebagai perwujudan dari falsafah hidup
masyarakat aceh yang tidak terlepas dari ajaran syariat, “adat dikandong
hayat, syariat dikandong badan”. Begitulah aceh, setiap aktivitas
kebudayaan masyarakat selalu menjunjung tinggi nilai religiusitas.
Begitu juga halnya dengan ukiran-ukiran pada kasab yang penuh dengan
corak dan motif flora. Pemilihan motif flora ini sendiri mengandung makna
keagamaan yang kuat yakni terkandung nilai-nilai ajaran syariat Islam
sehingga adanya sebuah pemahaman bahwa adanya pelarangan untuk
menggambarkan bentuk makhluk hidup seperti hewan atau manusia. Di
sisi lain Leigh (1987) dalam bukunya Hands Of Time: The Crafts Of Aceh
menjelaskan kekayaan motif flora yang terdapat pada hasil-hasil karya seni
di Aceh mempunyai makna dalam kerangka konseptual Islam yang
mengaitkan taman dan alam tumbuh-tumbuhan dengan taman firdaus.
Warna yang terkandung pada kasab terdiri dari 4 warna khusus, seperti
pada tiree atau tirai misalnya membentang beludu polos secara vertikal
antara warna kuning, merah, hujau dan hitam. Ke empat warna tersebut
mewakili status sosial masyarakat tradisional aceh mulai dari kuning
melambangkan raja, merah sebagai hulubalang atau panglima, hijau
sebagai ulama sementara hitam sebagai rakyat jelata, setidaknya begitulah
kata zuriati salahsatu pelaku pengrajin kasab di kabupaten aceh selatan.
https://acehdesain.files.wordpress.com/2011/11/tirai_acehdesain.jpg?w=64
0
pelaminan, tirai, aneuk tirai, langet-langet, Mata langet, Mata Kasur, dan
kipas. Setiap bagian kasab mengandung corak yang berbeda-beda. Proses
pembuatan satu bagian kasab biasanya menghabiskan waktu berbulan-
bulan karena perlu ketelitian dan konsentrasi serta kesabaran untuk
menghasilkan sulaman kasab yang sempurna.
Dewasa ini kasab tidak hanya menggunakan benang berwarna emas tetapi
ada yang menggunakan warna perak. Penggunaan benang berwarna perak
biasanya mempengaruhi harga sulaman dan tentunya warna perak lebih
murah. Penggunaan kasab saat ini umumnya digunakan pada acara-acara
yang bersifat khusus seperti pernikahan, sunatan rasul, aqiqah dan
seremonial lainnya yang mengandung nilai adat. Namun sulaman kasab
sendiri sekarang ini tidak terbatas kepada perangkat dekorasi pesta namun
sulaman benang emas khas aceh ini sudah merambah pada souvenir dan
hiasan lainnya yang dijual sebagai cenderamata khas aceh.

Sulam Kerang khas Sumba


Sulam Sugul Khas Martapura

http://disbudpar.banjarkab.go.id/foto_berita/58sulam_sugul.jpg

"Sulam Sugul Martapura" sekilas info yaa..sulam ini sering menjadi hiasan
pada Bulang (Bulang adalah penutup kepala perempuan berbentuk oval
dan mirip sanggul) Pemakaian bulang ini menjadi ciri khas bagi wanita
yang telah bergelar hajjah. Namun sekarang ini, pemakaian bulang tidak
terlalu trend seperti dahulu, hanya di sekitar daerah Hulu Sungai dan
Martapura yang masih banyak mempertahankan pemakaian bulang, meski
bulang sdh tidak trend lagi dikalangan perempuan banjar, tidak ada
salahnya kalo sulamnya kita bikin trend lagi karna ini warisan budaya.

http://disbudpar.banjarkab.go.id/berita-230-sulam-sugul.html
Percaya atau Tidak, Ini Kisah Mistis yang Ada pada Sulaman Arguci
Khas Banjar

http://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sulaman-
arguci_20160331_221332.jpg
Sulaman khas Banjar ini sudah berusia ratusan tahun dan hingga sekarang
masih lestari. Sulaman ini berbahan kain yang biasanya beludru dan
manik-manik yang dirangkai dengan jalinan benang menjelma menjadi
gambar-gambar atau tulisan yang indah dan penuh cita rasa seni. Biasanya
arguci dijadikan hiasan dinding, busana pengantin Banjar, dinding
pelaminan, dinding ranjang pengantin Banjar hingga busana tradisional
Banjar dan Dayak.
Sulaman arguci ini menjadi produk cinderamata andalan Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan.
Perajinnya pun banyak ditemui di kabupaten ini.
Mereka tersebar di beberapa desa seperti Kampung Melayu Tengah, Akar
Bagantung, Mawar dan Tambak Hanyar.
Mayoritas perajinnya adalah para remaja putri dan ibu rumah tangga yang
tak bekerja di luar rumah.
http://www.tribunnews.com/travel/2016/03/31/percaya-atau-tidak-ini-
kisah-mistis-yang-ada-pada-sulaman-arguci-khas-banjar

SULAMAN KELINGKAN KALBAR

http://1.bp.blogspot.com/_kcgpMkSsOBU/TICZ7X9Vi9I/AAAAAAAAA
BA/HtDGeLkJfWI/w1200-h630-p-k-no-
nu/30165_120990717924451_100000405706128_187740_781803_n.jpg
Seni sulaman kelingkan atau keringkam jarang diketahui banyak orang. Padahal, sulaman ini ada
sejak zaman dahulu, terutama bagi kalangan keturunan Kesultanan Melayu. Sulaman ini bisa
dijumpai di Malaysia, juga di beberapa daerah di Indonesia termasuk Kalimantan Barat.

Seni sulaman kelingkan merupakan kerajinan yang menggunakan bahan baku emas dan kain
untuk menghiasi penampilan perempuan Melayu, seperti pada kerudung atau tudung, baju,
dan tirai. Bahan baku emas didatangkan oleh pedagang India, sementara kainnya oleh
pedagang Cina.
Sulam emas memiliki harga yang mahal, karena mengikuti harga emas di pasaran. Jika tak
hati-hati melipatnya, akan patah. Selain emas, juga ada kelingkan yang bersulamkan perak.
Perak menjadi pilihan karena perawatannya lebih mudah.

Kelingkan biasanya digunakan untuk acara pesta pernikahaan ataupun hajatan lainnya.
“Itu sebabnya, perempuan Melayu zaman dahulu ketika akan menikah biasanya menyulam
sendiri untuk pakaian mereka,” ungkap Suhana binti Sarkawi dari Fakultas Pendidikan
Universitas Malaya, Kuala Lumpur yang ditemui For Her usai mengisi kegiatan Konferensi
Internasional yang diselenggarakan IAIN Pontianak, Rabu (3/8).

Suhana menuturkan saat ini jarang ada lagi yang menggunakan kain kelingkan, sebab
harganya yang mahal. Saat ini harga keringkam bersulam emas di Sarawak mencapai 15 ribu
ringgit, sedangkan jenis perak itu setengah dari harga sulam benang emas.

Tudung kelingkan memiliki perbedaan sebutan dari daerah satu dengan daerah lainnya.
Perempuan yang melakukan penelitian tentang kelingkan ini menemukan beberapa perbedaan
dari Kelingkan Sarawak, Palembang, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat.

Selain berbeda dari penyebutan, juga terdapat perbedaan dalam motifnya. “Rata-rata motif
bunga. Kalau di Sarawak lebih ke bunga rose (mawar). Di Pontianak ini khasnya kelingkan
motif bulan bintang, bunga anggur, bunga mawar, melati, ada satu lagi bunga saya lupa.
Belum lagi meneliti secara mendalam,” jelasnya.

Motif bunga menjadi pilihan karena menerapkan unsur keislaman. Selain itu memang akan
memperindah penampilan perempuan. Sebagai wilayah yang memiliki kesultanan, kelingkan
pun masih digunakan di Kalbar, terutama bagi keturunan sultan. Seperti untuk baju,
kerudung, dan tirai.

“Hanya saja, sangat disayangkan tak ada tulisan yang menceritakan tentang kelingkan
Kalimantan Barat ini,” kata Suhana.

Khususnya di Pontianak dan Sintang, orang Melayu menamakan kelingkan dengan sebutan
tudung kalengkang. “Melayu di Kalbar menggunakan benang kelingkan dengan cara lebih
variasi dan dinamik. Biasanya bahan yang digunakan adalah satin kertas, yang kualitasnnya
bagus,” ucapnya.

Para perajin kelingkan di Kalbar tidak hanya menggunakannya sebagai bahan membuat
tudung kalengkang perempuan-perempuan yang berdarah raja dan kerabat saja, tetapi juga
sebagai bahan utama menyulam sabok atau kain sampin, baju Melayu teluk belanga, dan
hiasan latar pelaminan. Semakin penuh dan halus hasil sulaman benang pita emas atau perak
pada tudung, semakinlah tinggi kemampuan si pemakai, status keluarganya atau keluarga
mertuanya.

Dulu, perempuan Melayu Sarawak juga akan menyulam keringkam semasa berada dalam
kapal sebelum pergi haji atau semasa dalam perjalanan pergi haji. Tradisi memakai kelingkan
atau keringkam setelah pulang ke tanah air dari Mekah juga merupakan tradisi universal
Melayu Islam dari penduduk Melayu pesisir Capetown, Palembang, Sarawak dan Sulawesi
Selatan (orang Bugis). **

https://www.pontianakpost.co.id/pesona-kelingkan-negara-serumpun
SULAM ANGKINAN KHAS PALEMBANG

https://v-images2.antarafoto.com/sulam-angkinan-khas-palembang-octol4-prv.jpg

Sulam 'angkinan' khas Palembang dipamerkan di Rumah adat Limas Palembang, Sumatera Selatan, Kamis
(1/9). Sulam 'angkinan' merupakan sulam khas Palembang dengan ciri khas benang emas dan warna warni
yang biasa diaplikasikan pada pakaian adat Palembang dan sejumlah kerajinan kain khas Palembang.

https://www.antarafoto.com/bisnis/v1472728504/sulam-angkinan-khas-palembang

Khasanah Sulam Bordir Budaya Tasik

https://kerajinanindonesia.id/wp-content/uploads/2017/12/e-1-
e1514530223249.jpg
Kerajinan Bordir atau sulaman adalah hiasan yang dibuat di atas kain atau
bahan-bahan lain dengan jarum jahit dan benang. Selain benang, hiasan
untuk sulaman atau bordir dapat menggunakan bahan-bahan seperti
potongan logam, mutiara, manik-manik, bulu burung, danpayet.
Kota Tasikmalaya Jawa barat dikenal sebagai sentra Kerajinan kain bordir
yang merupakan usaha turun-temurun dari masyarakat Tasikmalaya, yang
sudah ada sejak Jaman Belanda. Salah satu sentra pengusaha kain bordir di
Kota Tasikmalaya adalah Desa Telagasari, Kecamatan Kawalu. Di desa ini
terdapat banyak pengusaha kain bordir berskala besar, seperti: Turatex,
Purnama, Ciwulan, Haryati, Bunga Tanjung, dan lain-lain. Seperti desa-
desa lainnya, usaha kerajinan kain bordir sudah berlangsung turun-
temurun sejak jaman Belanda.
Di antara jenis tusukan yang umum dikenal dalam menyulam adalah tusuk
rantai, tusuk jelujur, tusuk kelim, dan tusuk silang. Selain dijahit dengan
tangan, sulaman dibuat dengan mesin jahit dan Mesin Bordir komputer.
Kain dan benang yang dipakai untuk seni bordir berbeda-beda menurut
tempat dan negara. Sejak ribuan tahun yang lalu, kain atau bedang
dari wol, linen, dan sutra sudah dipakai untuk membuat sulaman. Selain
benang dari wol, linen, dan sutra, sulaman modern menggunakan benang
sulam dari katun atau rayon.
Sulam pita adalah sulaman yang menggunakan pita berbagai ukuran dan
bahan untuk membuat motif-motif bunga. Pita memberi efek tiga dimensi
karena ukuran pita lebih besar dari benang. Hasil sulaman pita juga lebih
dekoratif karena bahan pita yang lebih beragam.
Alat untuk membordir ketika masih dalam budaya kolonial masih bersifat
manual, yang disebut dengan bordir gejek. Pada tahun 1960-an jenis bordir
yang dihasilkan adalah kebaya dan pakaian tradisional Cina karena
pemesannya kebanyakan dari kalangan etnis Tionghoa. Pada tahun 1970-
an jenis kain bordir merambah ke jenis kain untuk ruangan (home
interior), seperti: sprei, taplak meja, korden, dan lain-lain, terutama setelah
menggunakan mesin bordir bertenaga listrik. Pada tahun 1980-an dominasi
jenis kain bordir mulai bergeser ke pakaian-pakaian muslim, seperti:
mukena, rukuh, baju koko, jilbab, dan lain-lain. Para pengusaha pada
umumnya mempekerjakan karyawan lepas, yaitu mereka hanya datang ke
perusahaan untuk mengambil bahan kain dan menyerahkan kembali
setelah selesai dibordir. Pekerjaan membordir mereka lakukan di rumah
masing-masing. Pihak pengusaha hanya meminjamkan mesin bordir. Para
perajin kain bordir yang bekerja di perusahan tersebut pada umumnya juga
hanya tinggal di Desa Telagasari dan desa-desa sekitarnya. 34 Pada tahun
2002 beberapa pengusaha mulai mengoperasikan
Menurut Data Pemerintah Kota Tasikmalaya, terdapat 1.123 unit usaha
dan jumlah tenaga kerja sebanyak 10.713 orang. Dengan adanya dukungan
Pemerintah Kota Tasikmalaya, para pengusaha bordir mendapatkan lokasi
di Pasar Tanah Abang sebagai pusat penjualan bordir asal Tasikmalaya
tepatnya di blok F2 lantai 5. Selain itu pula, pemasaran tidak terbatas
hanya di Pasar Tanah Abang tetapi juga ke Pasar Tegal Gubug Cirebon,
Pasar Turi Surabaya, Pasar Klewer Solo, Pulau Batam, Makasar,
Pontianak dan lain-lain.
Selain pasar Nasional, Bordir Tasikmalaya juga telah menembus pasar
internasional. Di antaranya telah di ekspor ke Malaysia, Brunei
Darussalam, Saudi Arabia, Singapura dan Afrika. Di perlukan adanya
dukungan berbagai pihak sehingga Bordir Tasikmalaya bisa menembus
pasar yang lebih luas lagi di tingkat internasional. Dan para pengrajin
bordir sendiri harus terus menciptakan dan meningkatkan kreativitas
dalam menciptakan kreasi hiasan bordir sehingga dapat menarik minat
pasar. mesin bordir otomatis yang dikendalikan melalui komputer. Mesin
ini dapat mengerjakan pola bordir yang sama dalam jumlah banyak
sekaligus (antara 12 s.d. 24 lembar kain). Pola dan desain juga dibuat
melalui program komputer.
Sebagai sentra kerajinan sulam bordir terbesar di Jawabarat, Kota
Tasikmalaya menjadi keahrusan kerajinan tersebut dilestarikan sebagai
khasanah budaya warga Jawabarat, yang tidak lekang leh kemajuan
teknologi jaman
https://kerajinanindonesia.id/kerajinan-sulam-bordir-di-tasikmalaya/
Sulaman Suji asal minangkabau

http://jamgadang04.com/wp-content/uploads/2014/12/sulaman-suji-bentuk-bunga-koto-
gadang.jpg

Suji Cair merupakan permainan panjang pendek benang yang dijahit ke kain berdasarkan bentuk
bunga, dan permainan gradasi warna benang yang saling menyatu (cair) sehingga bentuk bunga
tampak hidup.

http://www.pasbana.com/2017/05/ayo-kenali-jenis-jenis-sulaman.html

Anda mungkin juga menyukai