(KOPIAH JANGANG)
Nama NIM
Syafruddin A1A315029
BANJARMASIN
2019
A. Waktu dan Tempat Produksi
Hari/Tanggal : Sabtu, 14 Desember 2019
B. Tujuan Kunjungan
a. Untuk mengetahui proses pembuatan kopiah jangang
b. Untuk mengetahui pemasaran kopiah jangang
2
Kopiah ini bisa dikatakan unik dan pembuatannya masih sangat tradisional. Disebut
unik karena kopiahnya berlubang-lubang. Lubangnya ada yang renggang ada juga yang
rapat dan kecil-kecil. Kopiah ini lemas dan bisa dilipat walaupun berbahan akar kayu.
Kopiah jangang ini biasanya dijual di emperan saja, tak ada toko khususnya. Biasanya,
para penjualnya menggelar lapak jualannya di emperan Pasar Sudimampir di Jalan
Sudimampir, Kelurahan Kertak Baru, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan.
Di pasar ini, ada sekitar tiga orang pedagangnya. Seorang penjualnya, Hermansyah
menjual kopiah jangang dalam berbagai jenis harga. Harganya antara Rp 30.000 hingga Rp
400.000. Biasanya, kopiah jangang jualannya ini banyak diborong pembeli di musim
umrah. Ada yang menjualnya lagi di Arab Saudi sana, ada juga yang katanya buat oleh-
oleh. Warna kopiah jangang ini biasanya coklat. Aslinya, akar pohon jangang berwarna
coklat muda ada juga yang tua. Nah, agar warna coklatnya merata, biasanya setelah
dianyam menjadi kopiah, direndam dulu selama 10-15 menit di air yang sudah dicampuri
parutan kayu uwar.
Untuk membuat satu kopiah jangang memerlukan waktu hingga sepuluh hari. Hal
itu menyebabkan, harga kopiah jangang, tergolong mahal dibandingkan harga songkok
maupun kopiah haji. Meski dibuat secara tradisional, pembuatan kopiah ini perlu keahlian
khusus sebab proses pembuatannya sepenuhnya dianyam menggunakan pola-pola khusus,
dimana polanya ada yang berupa gelombang, bunga teratai dan hati. Kopiah jangang ini
memiliki strata sosial bagi masyarakat penggunanya, kondisi ini terjadi saat masyarakat
muslim tanah Banjar belum mengenal jenis peci seperti yang ada kini. Karenanya,
masyarakatnya berinisiatif membuat sendiri untuk keperluan beribadah dan pemakainya
terbatas hanya para santri dan ulama.
Bahkan menurut cerita dulu di Desa Margasari, siapa yang memakai kopiah
jangang ini dianggap bisa membaca doa atau memimpin majelis pengajian. Makanya, dulu
kopiah ini tidak dipakai oleh sembarang orang, hanya para santri dan ulama yang sekiranya
bisa dipercaya menjadi imam shalat atau penceramah yang berhak memakainya. Sehingga
3
tak heran, dulu kopiah ini sangat populer di kalangan pesantren. Banyak santri atau kaum
alim ulama yang memakainya dan karena keindahan unsur tradisionalnya.
4
2. Akar jangang
5
4. Akar jangang yang telah dibelah menjadi beberapa bagian
Proses pembuatan kopiah jangang tergolong rumit, karena akar kayu itu sepenuhnya
dianyam menggunakan pola-pola khusus dan dikerjakan secara manual oleh tangan-tangan
manusia. Polanya ada yang berupa gelombang, bunga teratai dan hati.
Akar-akar jangang yang baru diambil dari pohonnya, dikupas dulu kulit luarya. Setelah itu
barulah tampak kulit lapisan kedua. Di lapisan ketiganya teksturnya lebih lembut, biasanya disebut
hati jangang. Yang biasa diolah menjadi kopiah adalah kulit lapisan kedua dan hatinya. Kalau
kulit luarnya keras dan tidak bisa dibentuk menjadi kopiah.
Hasil olahan kulit lapisan kedua dengan hatinya sangat jauh berbeda. Kopiah berbahan
kulit jangang lapisan kedua lebih keras, tebal, lubangnya besar-besar sehingga motifnya sedikit
karena susah membentuk anyamannya jika dibandingkan dengan kopiah berbahan hati jangang.
Kopiah berbahan hati jangang jauh lebih halus dan lembut, anyamannya tampak lebih rapi, rapat,
lubangnya kecil-kecil dan motifnya lebih indah. Untuk haraga tentu saja lebih mahal kopiah yang
berbahan hati jangang karena pengolahannya yang rumit dan memerlukan ketelitian.
6
Proses pembuatannya memakan waktu yang lama. Untuk yang berbahan kulit lapisan
kedua, satu kopiahnya dibuat selama 2 hari. Sementara yang berbahan hati, satu kopiahnya bisa
mencapai sebulan baru selesai.Harganya bervariasi, tergantung kualitas dan kerapatan
anyamannya juga daya tahannya. Kalau yang berbahan kulit lapisan kedua lebih murah dan daya
tahannya sekitar dua tahun saja, sedangkan yang berbahan hati bisa hingga lima tahun.