Anda di halaman 1dari 2

Berkah bagi Masyarakat Sekitar

Perkebunan tebu banyak menyerap tenaga kerja kita ambil contoh :

Pembukaan Lahan

Pembukaan lahan dibutuhkan tenaga laki-laki yang kuat,karena harus membuat got atau parit
yang berfungsi sebagai :

1. Pembuangan air khususnya bila musim hujan,dimana air berlimpah


2. Saluran air untuk mengaliri tanaman tebu airnya itu berasal dari air irigasi tersier

Jegongan yaitu bedeng yang lebarnya kurang lebih 1meter, panjang sekitar 3 meter. Tanah ini
masih padat karena diambil dari tanah sekitar dengan alat yang namanya slondom. Ujungnya
seperti mata cangkul tetapi cara menggunakannya dengan di injak dengan kaki. Diantara
jegongan ini ada parit kecil dangkal yang bakal ditanami tebu.

Kegiatan ini sangat membantu perekonomian masyarakat. Setelah jegongan selesai dikerjakan
semua barulah bibit tebu ditanam di tempat yang telah disediakan. Pekerjaan ini bayak
menggunakan tenaga wanita baik ibu ibu maupun gadis gadis. Kalau sudah bekerja disini, ibu
ibu serta para gadis bekerja sambil berseloroh dan bersenda gurau. Jadi disamping bekerja
mendapatkan uang juga bisa bersenang senang dengan teman-teman sejawat. Jika tebu sudah
mulai bertunas, tanah pada jegongan sedikit demi sedikit ditimbun ke tanaman tebu yang masih
bayi itu. Pekerjaan ini dilakukan oleh para laki laki remaja maupun dewasa. Begitulah setiap
proses dalam penaanman tebu senantiasa melibatkan penduduk sekitar. Apabila tebu sudah
cukup umur perlu disiangi untuk menghindari rumput rumput pengganggu. Saat inilah saat yang
sangat menyenangkan bagi anak-anak,karena anak-anak boleh bekerja untuk membersihkan
rumput-rumput yang mengganggu tanaman tebu.

Wajah anak anak itu begitu ceria karena memiliki uang jajan dari jerih payahnya sendiri. Ongkos
pembayarannya per jegong. Pekerjaan ini dapat dilakukan sepulang sekolah. Dengan
bersejatakan cungkir (cangkul kecil) anak anak dapat mengais rejeki dikebun tebu ini. Penjual
jajanan, warung warung makan serta warung beceran (kebutuhan sehari hari) pun dapat tumbuh
serta laris karena masyarakat mempunyai daya beli. Dalam masa ini ada peristiwa yang
mengharukan sekaligus solidaritas yang tinggi. Pak Samyo, seorang penjual es lilin di sekolah
kami, es lilinnya diambil dari pabrik es di kota Purbalingga. Es lilin itu disimpan didalam termos
yang luarnya dibuat dari logam tetapi dalamnya terbuat dari kaca jadi kalau jatuh langsung
hancur bagian dalamnya. Kemampuan Pak Samyo membawa termos es sampai enam termos. Ini
luar biasa karena satu termos bagi anak anak seperti saya sudah cukup berat. Pada musim kerja
kebun tebu, es lilin biasanya sangat laris.

Sabichan teman saya suka sekali membantu pak Samyo jika dagangan belum habis terutama
pada istirahat ke dua sekolah. Sabichan mengambil alih tugas Pak Samyo, mengedarkan ke
temannya yang belum sempat jajan. Pada suatu hari cuaca agak mendung jadi es pak Samyo
tidak cepat laku sehingga Sabichan cepat cepat mengambil es Pak Samyo untuk di jajakan.
Tetapi seringkali teman temannya juga tertarik untuk membantunya. Mereka mengejar Sabichan
dan termos esnya. Melihat gelagat temannya, Sabichan justru panik dan lari pontang panting
sehinga jatuh diatas tanah bebatuan. Sudah bisa diduga, termos itupun jatuh dan hancur. Esnya
bercampur baur dengan pecahan kaca. Teman temannya sangat menyesal lalu mereka berbisik
kepada Sabichan bahwa mereka ikut bertanggung jawab untuk menggantinya. Teman temannya
yang lain menyusul membuat kesepakatan untuk membantu Sabichan mengganti termosnya pak
Samyo. Sabichan bangkit sambil menahan sakit tetapi ia tersenyum melihat teman temannya
yang setia kawan. Caranya adalah mengambil sedikit uang ongkos kerja di kebun tebu kemudian
di kumpulkan menjadi satu. Pak Samyopun tidak marah, malah terharu melihat anak anak begitu
setia kawan diantara mereka.

Apabila tebu sudah tumbuh remaja tiba saatnya daun daun tua dan kering dibuang. Pekerjaan ini
biasanya dilakukan oleh para wanita dewasa. Apabila proses ini telah selesai akan nampak
jajaran tebu bagus sekali dan nampak bersih, warnanya biru keunguan bagaikan pagar betis kaki
dewata. Sangat sedap dipandang mata. Setelah tahapan ini tidak lagi membutuhkan tenaga
perawatan lagi, tinggal tenaga pengamanan untuk mejaga tebu dari pencurian atau serangan
ternak yang tidak bertanggung jawab.

Tenaga pengaman ini dinamakan waker. Biasanya orangnya galak dan sangar. Anak anak sangat
takut padanya. Tetapi dengan berakhirnya masa pembuangan daun tebu ini tidak membuat pintu
rejeki penduduk tertutup karena masih daun daun kering yang sudah tua dan panjang dan ini
harus di buang. Pekerjaan ini biasanya dilakukan kaum ibu dan wanita dewasa dan mereka tidak
dibayar karena pemilik kebun tidak mau mengeluarkan biaya tambahan. Daun daun ini kemudian
dijadikan atap rumah yang mereka sebut welit. Sisanya bisa dijual kepada pengusaha tembakau
yang akan menggunakannya sebagai atap gudang atau dibeli oleh para pengusaha budidaya
jamur dengan harga lumayan. Ini tentu saling menguntungkan baik bagi pekerja maupun pemilik
kebun tebu.

Pernah ada seorang yang suka membantu di rumah kami yang bernama bibi Kerung berkata bila
orang tidak mudah lelah bisa jadi orang kaya karena setelah matun (menyiang rumput di sawah)
langsung ke kebun untuk mengambil kering (daun tebu yang kering) lalu pulang dan membuat
welit semua mendatangkan uang. Demikianlah berkah yang di berikan perkebunan tebu kepada
penduduk dan masih ada lagi dan akan saya tuturkan lagi dengan topik yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai