Anda di halaman 1dari 3

Tanah Pecah Membawa Pecahan Pelajaran Hidup : Belajar Hidup dari

Menghidupi Kehidupan Lain di Danan Wonogiri

Bisakah tempat asri tetap panas? Coba bayangkanlah suatu tempat dimana di sisi kiri
dan kanan anda dapat melihat pepohonan masih asri tumbuh banyak menyelingi perumahan
warga yang kadang masih sederhana dan hanya terbuat dari kayu dengan hewan-hewan
ternak di belakang rumahnya. Bayangkan anda bisa mendengar "Cwuit-cwuit" disahut "Kruu
Kruu" yang disela oleh "Kukuruyuk" bagai burung-burung peliharan penduduk sedang
berbicara dengan ayam jantan yang lewat. Maka justru tidak terbayangkan bahwa di tempat
yang masih tergolong asri ini tetap saja panas. Itulah kondisi Danan, Wonogiri di Jawa
Tengah dimana walau anda akan lebih sering melihat pepohonan hijau dan burung-burung
daripada di Jakarta, bukan berarti di sini akan jauh lebih dingin.

Tanya saja lokal di sini akan alasan sang surya bagai membenci mereka di sini dan
anda akan mendapat jawaban yang sama, "Memang dari dulu panas, apalagi sekarang musim
kemarau". Saking panasnya anda dapat melihat tanah-tanahnya telah pecah dan mengeras
terkadang tertutup oleh selimut ratusan daun kering berguguran dari pohon rontok demi
menghadang panas. Panasnya musim kemarau bagai melahap semua air menjadi susah
didapat. Para warga yang mayoritasnya adalah petani juga tidak dapat menanam apa-apa
karena musim kemarau yang terus berlanjut menginvasi musim hujan. Tetapi hebatnya
walaupun begitu penduduk disana tetap menjalankan hidup dengan bahagia dalam
kesederhanaan mereka betapapun susahnya hidup.

Saya sendiri juga ikut mencicipi kehidupan mereka yang kadang tidak semanis teh
manis di sana. Pada pengalaman saya pribadi, saya melakukan live in di rumah Ibu Tri dan
Pak Wasidi. Mereka mempunyai rumah yang cukup sederhana dengan 1 lantai dan tembok
semen beserta bagian belakang yang berlantai semen dan beratap seng. Mereka juga
mempunyai ladang yang dikarenakan tidak bisa ditanami apa-apa pada waktu ini sedang
digolgol (pecahan tanah tersebut dicongkel dengan linggis dan dibalik). Ibu Tri tinggal
dengan satu anak perempuannya yang membantu ke ladang sedangkan Pak Wasidi bekerja
diluar kota untuk mencari rezeki di Solo di bidang tekstil dengan anak laki-lakinya yang
merantau ke luar Wonogiri. Sebagian besar waktu, Ibu Tri dan satu-satunya anak
perempuannya itulah yang bekerja keras di sawah hampir setiap hari untuk mencoba
menumbuhkan nafkah bagi keluarganya. Mereka bangun pagi-pagi sekitar jam 06:00 WIB
untuk pergi golgol sawah sebelum sang surya terbangun dan mulai menyengat merah kulit
mereka. Mereka kembali lagi ke sawah pada sore hari untuk terus melakukan hal tersebut
demi dapat menanam pada musim tanam. Mereka juga memotong dahan-dahan daunan lalu
mengumpulnya dalam satu gelondongan besar yang kadang mereka bawa pulang kembali
dengan berjalan kaki seperti cara mereka berangkat ke ladang. Kerja fisik mereka yang saya
ikut coba dibawah terik yang memanggang sungguh membuat fisik menjadi lelah. Tetapi
anehnya mereka tidak mengeluh dan menunda-nunda pekerjaan mereka, mereka tetap saja
bekerja dan ketawa bersama akan kelelahan mkita semua ketika pulang bersama dengan kami
karena daripada terus-terus merasa lelah lebih baik sambil minum teh dan makanan manis
dan berbagi cerita agar kelelahan itu sendiri terasa lebih manis.

Tetapi tidak hanya teh dan makanan saja yang manis, penduduk di sana tidak kalah
manisnya, mereka sangatlah ramah dan sopan. Jauh berbeda dengan pengalaman saya ketika
berada di kota dimana kami masing-masing jarang berkomunikasi antar tetangga, di sana para
tetangga selalu berbincang-bincang sejenak setiap kali bertemu. Mereka akan bertanya
tentang tujuan anda kemana dan apa yang hendak dilakukan, pertanyaan-pertanyaan standar
yang anda dapat temukan di mana saja. Tetapi pertanyaannya itu bukanlah yang berharga,
yang berharga adalah momen berbincang-bincang kecil ini dengan tetangga yang membawa
anda akan merasa lebih dekat dengan orang di sekitar anda membuat lingkungan yang lebih
erat dan dapat saling membantu satu sama lain. Mereka juga sangat sopan akan semua orang
yang datang ke rumahnya mau itu seorang ketua desa, seorang guru, atau seorang murid Live
In tanpa gagal mereka selalu memberikan teh manis hangat dan sambutan yang tidak kalah
hangatnya. Keramahan dan kesopanan interaksi antar tetangga inilah yang masih sangat
kurang bila dibandingkan dengan di kota-kota.

Salah satu tetangga rumah yang saya tempati adalah rumah dari ibu orang tua asuh
saya, Ibu Wasidi. Ia sekarang berumur 81 tahun, berjalan menggunakan tongkat, dan tinggal
sendiri karena suaminya telah meninggal. Ia memiliki 3 anak selain Ibu Wasidi sendiri, yang
pertama telah selesai kuliah menjadi tukang mebel dengan hasil produknya diekspor ke
negara Spanyol dengan anak yang kedua dan ketiga pun juga pergi keluar kota untuk bekerja
setelah mereka lulus universitas. Ia pun sampai berkata bahwa sekarang ia sudah "tidak ada
temannya lagi". Tetapi ini bukan berarti ia marah akan anak-anaknya yang pergi mencari
kehidupan lebih baik dan meninggalkan kehidupan kecil ibunya di sini, justru ia terlihat
bangga bahwa anaknya berhasil menemukan hidup yang lebih tinggi dari apa yang dulu
mereka punya. Dari hal tersebut saya juga teringat akan ibu saya sendiri yang merantau ke
Bandung dari Padang, dan juga bibi beserta paman saya yang juga merantau dari Padang ke
Singapore untuk. Saya berpikir akan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh orang tua mereka
yang dengan sepenuh hati membanting tulang demi nafkah bukan saja untuk makan mereka
tetapi demi dana masa depan mereka. Saya menjadi akan kesedihan dan keharuan yang
terkadang ada di hati orang tua melihat anaknya berhasil sesuai harapan dan doa mereka
mencapai kesuksesan tetapi ditinggal seorang diri pada masa tua dan saya berharap untuk
kedepannya tidak melupakan jasa orang tua saya ketika saya sukses sesuai dengan doa dan
harapan mereka nanti.

Akhir kata saya adalah bahwa dari kegiatan live in SMA Trinitas Bandung tahun 2023
memberikan saya berbagai macam pesan dan pelajaran akan kehidupan yang tidak akan saya
lupakan. Saya belajar untuk mencari kemanisan dalam kesusahan dan kelelahan pekerjaan
sehari-hari agar dapat hidup bahagia. Saya belajar untuk menjadi lebih ramah dan sopan
dengan tetangga agar dapat hidup lebih damai. Saya juga menjadi teringatkan akan jasa orang
tua yang bekerja dalam kondisi keras seperti ini demi memberikan masa depan yang lebih
baik bagi anaknya yang terkadang meninggalkan orang tua yang telah membantu mereka
meraih masa depan itu pada awalnya. Saya berharap saya tidak akan melupakan pesan-pesan
yang saya dapat dari kegiatan live in ini dan untuk selalu mengingat dan berterima kasih akan
jasa orang tua saya selalu.

Anda mungkin juga menyukai