Anda di halaman 1dari 5

FIELD NOTE

Kode File : I/Wawancara/Hari-Ke20/KKN 49


Judu : Wawancara Pembuat Wedang Jahe Alang-alang
Informan : Ibu Fatimah
Lokasi : Desa Randudongkal Kabupaten Pemalang
Waktu : Senin, 25 Oktober 2020/ jam 15.00-17.00

Lokasi KKN DR kelompok 106 berada di desa Randudongkal kec. Randudongkal kab.
Pemalang dikarenakan situasi dan kondisi yang belum aman untuk ditempatkan di suatu daerah
tertentu akibat pandemi covid-19 yang belum kunjung usai, akhirnya mahasiswa KKN angkatan
49 terpaksa untuk melakukan kegiatan KKN di daerah asal masing-masing. Desa Randudongkal
merupakan sebuah desa yang berada pada wilayah kabupaten Pemalang tepatnya bagian
Pemalang selatan yaitu salah satu desa sekaligus kecamatan yang wilayahnya cukup luas dan
panjang. Tidak sedikit masyarakat luar kota yang mengatakan bahwa desa kami amat jauh dan
masih memiliki banyak hutan rindang dikarenakan perjalanan dari luar untuk menuju lokasi
banyak dikelilingi pohon yang cukup lebat dan besar. Bukan itu saja, jalanan yang berkelok nan
menanjat cukup menyita waktu untuk sampai kesini. Namun, hal itu terbayar dengan
pemandangan alam yang disuguhkan dalam perjalanan, memberikan efek bahagia dan bersyukur
atas karunia sang pencipta yang luar biasa. Desa kami tidak sedikit memiliki keunikan atau
kekhasan tersendiri baik dari segi budaya, sosial, produk lokal sampai wisata dan kuliner.
Banyak dari wisatawan luar kota atau lokal yang hendak ingin berlibur untuk melepas penat
dikarenakan terlalu banyak bekerja atau memang sengaja berkunjung untuk berlibur sekaligus
menikmati segala keindahan wisata alam maupun buatan yang ada di kota Ikhlas ini. Desa
randudongkal menjadi satu-satunya kecamatan yang menghubungkan antara kota Pekalongan di
bagian timur,Purwokerto di bagian selatan dan dibagian utara ada Tegal, tentu hal ini menjadi
suatu kebanggaan serta keuntungan bagi masyarakat desa kami sebab akses untuk menuju
beberapa kota di wilayah provinsi Jawa Tengah cukup gampang, apalagi bagi wisatawan dari
berbagai kota tersebut akan merasa mudah ketika hendak ingin mengunjungi kota Pemalang
yakni desa Randudongkal.
Meskipun bertempat di Randudongkal namun dalam melaksanakan kegiatan KKN saya
memilih suatu dusun yang bisa dikatakan tertinggal dan kurang maju. Pada hari pertama KKN
saya bersama dengan rekan tim KKN melakukan koordinasi terhadap ketua RT selaku ketua
lingkungan setempat untuk meminta izin sekaligus menginformasikan mengenai akan diadakan
kegiatan KKN di lokasi tersebut. Saya berbincang cukup lama tentang masalah dan potensi apa
saja yang perlu di kembangkan pada lokasi KKN tersebut menurutnya masalah yang cukup besar
di daerahnya ialah pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya dan angka putus sekolah
yang berkelanjutan tentu hal ini yang mendasari masyarakat tersebut kurang maju atau masih
agak tertinggal dibandingkan dengan warga yang lain. Keesokan harinya kami mengecek lokasi
sekaligus survei mengenai apa saja masalah dan potensi di desa. Selama keliling lokasi saya
menemui beberapa masalah yakni pembuangan sampah sembarangan seperti apa yang
disampaikan oleh ketua RT setempat seperti membuang sampah ke sungai, pekarangan atau
lahan kosong yang sudah lama tidak di huni warga, kemudian ketika ditelusuri kembali ternyata
masalah dari pembuangan sampah sembarangan yakni tidak tersedianya tempat sampah yang di
letakan sekitar area desa. Akhirnya dari hal itu kami merencanakan untuk mengadakan tempat
sampah untuk diletakan di tiap rumah warga serta bersama-sama warga untuk mensukseskan
program ini. Saya bekerja sama dengan masyarakat dan khususnya Dinas Lingkungan Hidup
untuk memberikan pengadaan tong sampah kepada masyarakat di desa Randudongkal agar
permasalahan tentang pembuangan sampah sembarangan dapat diminimalisir dengan segera
mengingat keadaan tempat di desa yang masih asri dan belum ada polusi apapun. Satu minggu
kemudian pengadaan tong sampah yang diajukan kepada Dinas Lingkungan Hidup melalui
proposal kerja sama akhirnya dapat terealisasi namun jumlah tempat sampah yang diberikan
tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam proposal yang akhirnya kami tergerak untuk
menyisihkan uang untuk membeli tempat sampah yang masih kurang jumlahnya.

Hari demi hari telah dilewati dalam melaksanakan kegiatan KKN tidak sedikit saya
akrab dengan masyarakat setempat terutama dengan ibu-ibu dan anak-anak. Pada suatu ketika
saya melihat kondisi masyarakat terutama anak-anak kecil yang lebih sering bermain telepon
genggam dan kurang mau belajar sama seperti apa yang dikatakan oleh ketua RT bahwasannya
masyarakat di tempatnya jarang ada yang melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi,
ditambah pada situasi pandemi covid-19 yang mengubah tatanan masyarakat sekarang ini
terlebih pada aspek pendidikan yang menganjurkan untuk belajar secara online atau daring.
Untuk mengatasi permasalahan diatas, saya membentuk suatu kelompok taman belajar sekaligus
meresmikan agar dapat diketahui oleh masyarakat setempat, tujuan dalam pembentukan
kelompok taman belajar ialah meminimalisir suatu masalah yang ada di sekitar yaitu mengurangi
angka putus sekolah dengan memberikan edukasi bahwa sekolah itu sangat penting untuk diri
sendiri dan menghilangkan kebodohan dengan cara membaca dan belajar. Kegiatan yang
dilakukan ialah setiap satu minggu sekali, dengan diadakannya kegiatan setiap minggu dapat
mengurangi anak-anak yang hanya bermain terlebih bermain gadget. Kegiatan pada minggu
pertama yakni tadabur alam dan tanam pohon, saat kegiatan tadabur alam dan tanam pohon saya
memberikan edukasi kepada kelompok taman belajar bahwa sebagai manusia kita harus bisa
merawat alam seperti halnya menyiram tanaman, tidak membuang sampah sembarangan dan
pentingnya menjaga alam. Setelah mengedukasi tentang pentingnya merawat alam di sekitar
kemudian dilanjutkan kegiatan menanam pohon yang tujuannya ialah mengajak anak berfikir
untuk tidak menebang pohon sembarangan pada suatu saat nanti sebab dalam penanaman pohon
memerlukan waktu yang cukup lama. Kegiatan yang dilakukan pada minggu berikutnya ialah
lomba adzan, iqomah dan sholawat nabi. Anak-anak sangat antusias untuk mengikuti lomba dari
yang usia 3 tahun sampai 12 tahun mereka rela antri untuk mendaftar lomba tersebut. Saya pun
ikut gembira melihat meteka tertawa berebut antrian yang jarang sekali di zaman sekarang dapat
kita temui. Satu persatu nama mereka saya sebut untuk menampilkan penampilan mereka masing
saya pun ikut sedikit tertawa karena dalam menampilkan lomba ada yang tidak hafal, tidak
konsentrasi dan juga sambil menggerak-gerakan tangannya sendiri. Minggu berikutnya saya
bersama teman-teman mendatangkan mobil perpustakaan keliling dari perpustakaan pemalang
pusat. Di hari itu alhamdulillah tidak hanya kelompok taman belajar yang menghadiri atau
meramaikan kegiatan tersebut dari masyarakat jauh pun ikut berbondong-bondong untuk
mengikuti kegiatan membaca. Ada banyak buku yang disediakan antara lain buku dongeng,
pelajaran, pengetahuan sampai buku sejarah. Saya menginstruksikan kepada kelompok taman
belajar untuk duduk melingkar kemudian saya membacakan cerita dongeng legendaris yaitu
sangkuriang. Mereka sungguh menikmati dongeng yang saya sampaikan ada yang menunjukan
raut muka yang senang ada pula yang sambil berfikir. Ketika saya menyerukan nada tinggi
mereka kaget dan terkejut sampai ada yang mengatakan "mas aku wedi" dan akhirnya suasana
pun cair semua anak tertawa terbahak-bahak dan saya pun ikut menertawakannya, dan akhirnya
adzan berkumandang saya langsung menyelesaikan cerita dongeng tadi dan menyegerakan untuk
bersama-sama sholat berjamaah.

Tidak terasa kegiatan KKN sudah mulai masuk hari ke 20, dalam pelaksanaan kegiatan
saya memiliki program pelatihan pembuatan pamflet produk usaha yakni terhadap pelaku usaha
daerah setempat yang terdampak pandemi covid-19 sekaligus berkeinginan untuk bisa belajar
dari usaha warga setempat. Ketika sesaat saya mendapatkan informasi dari warga sekitar ada
seorang ibu dengan ekonomi yang kurang mampu dan serba pas-pasan bernama ibu fatimah
usianya cukup tua beliau dahulunya seorang pedagang es bungkus di sekitar sekolah namun
karena kondisi sekolah belum kunjung dibuka akhirnya memutuskan untuk tidak berjualan lagi.
Tidak lama kemudian saya menemui bu fatimah, ketika saya mendatangi rumah beliau saya tidak
langsung bertemu pemilik rumah perlu mengetok pintu sembari mengucapkan salam beberapa
kali sampai akhirnya ibu fatimah membuka pintu rumahnya. Beliau sangat ramah ketika melihat
saya sambil membuka pintu rumahnya kemudian menyuruhku untuk masuk sambil tersenyum.
Saya pun duduk pada tempat duduk yang masih sederhana dan tradisional, rumahnya masih
tembok bata yang belum dicat. Kami mengobrol cukup banyak mengenai keluarga dan usaha
beliau di waktu kondisi seperti ini. Beliau menceritakan bahwa beliau dulu seorang pedagang es
bungkus yang mengambil dari salah seorang tetangganya untuk dijualkan kembali ke sekolah
menggunakan sepeda lamanya namun karena sekolah belum kunjung dibuka akhirnya beliau
memutuskan untuk beralih berjualan wedang jahe alang yang dijual kepada padagang-pedagang
di pasar pukul 3 pagi dengan harga dua ribu lima ratus per satu cangkir ukuran besar. "kulo
ngider wedang jahe teng peken jam tigo enjing nang" tuturnya sambil berbicara halus. Rasa iba
dan haru kian mendekap bahwa ibu fatimah yang usianya tidak muda lagi namun semangatnya
sungguh luar biasa. Kemudian saya meminta izin agar untuk dapat belajar melihat proses
pembuatan wedang jahe alang-alang ibu fatimah. Biasanya bu fatimah membakar jahe di waktu
sore menjelang maghrib, beliau membakar dengan api di "pawon" istilah jaman dulu. Saya pun
ikut membakar jahe yang sudah disediakan oleh ibu fatimah, perlu waktu 10 sampai 15 menit
untuk membakar jahe tersebut apabila lebih maka rasa wedang jahe pun kurang enak atau sedikit
pahit. Setelah jahe sudah dibakar langkah selanjutnya bu fatimah mengupas kulit jahe yang telah
dibakar, saya pun meniru kegiatan mengupas jahe yang telah dibakar seperti yang dilakukan bu
fatimah. Kemudian setelah semua jahe telah dikupas beliau menyuruh saya untuk mengambil
parutan yang biasa digunakan untuk memarut kelapa kini digunakan untuk memarut jahe.
Dengan wajah penuh semangat beliau sambil memarut jahe. Akhirnya setelah semua jahe selesai
diparut lalu bu fatimah menaruh panci besar untuk memasukan bahan-bahan untuk membuat
wedang jahe. Perlu waktu setengah jam ibu fatimah merebus wedang jahe tersebut yang sudah
dimasukkan beberapa racikannya. Saya pun di suruh mencicipi wedang jahe buatan bu fatimah
ketika sudah matang kemudian beliau mencampuri susu dengan wedang jahenya dan
memberikannya kepada saya. Saat diminum ternyata rasa dari wedang jahe ditambah susu buatan
bu fatimah tidak ada bandingannya dengan yang lain. Setelah selesai membuat jahe kami pun
duduk bersama lalu saya berbincang-bincang sekaligus memberikan pelatihan pembuatan
pamflet produk usaha yang sedang dijalani oleh beliau sembari menyeruput wedang jahe buatan
saya dan bu fatimah.

Catatan Reflektif : Dengan kondisi ekonomi lemah ditambah situasi pandemi yang
serba susah dan tidak menentu seperti sekarang ini ada banyak masyarakat atau warga yang
masih sangat membutuhkan bantuan seperti ibu fatimah ini. Berpenghasilan tidak pasti dari
menjual wedang jahe dan menuntut kebutuhan hidup sehari-hari jelas tidaklah mencukupi. Perlu
adanya kepedulian serta kesadaran dari masyarakat setempat dan dari pihak lembaga desa untuk
memperhatikan dan memberdayakan keadaan pelaku usaha yang bisa dikatakan kurang mampu
secara ekonomi.

Pertanyaan lanjutan : Bagaimana cara agar meningkatkan konsumsi wedang jahe


alang-alang-alang kepada masyarakat dan menjadikan wedang jahe alang-alang sebagai
minuman yang banyak diminati di saat kondisi seperti sekarang ini.

Anda mungkin juga menyukai