Anda di halaman 1dari 2

AKU DAN LIBURANKU

penulis: gladis roisya p 9B/10

Hari ini aku pergi berlibur ke rumah Nenek. Aku sangat menikmati
perjalanan menuju rumah Nenek. Karena rumah nenekku terletak di
pedesaan yang jauh dari pusat kota. Aku pun jadi dapat melihat
pemandangan alam yang begitu indah di hadapanku. Tapi aku melihat masih
ada beberapa rumah gubuk di sana. Aku pun turun dari mobil dan bertanya
tentang rumah gubuk tersebut pada warga disana.

Ternyata, memang disana masih banyak orang yang tidak memiliki rumah
yang layak, masih banyak anak-anak yang putus sekolah dan masih banyak
anak-anak yang tidak dapat makanan bergizi. Baru kusadari, ternyata
kemerdekaan Indonesia hanya sebatas terbebas dari para penjajah. Tapi
Indonesia belum merdeka dalam bidang pendidikan dan kemiskinan.
Beruntungnya aku masih dapat bersekolah, masih dapat makan dgn gizi
yang cukup, dan masih memiliki rumah yang layak untuk beristirahat dan
belajar. Aku bersyukur atas semuanya.

Kata Ibuku, mereka harus bekerja untuk membiayai SPP sekolah. Mereka
harus berusaha keras untuk mencari makan. Bahkan untuk berangkat ke
sekolah pun mereka harus berjalan kaki dengan jarak yang sangat jauh
sekali. Apa ini yang disebut dengan kemerdekaan?

Aku meminta seorang anak menceritakan bagaimana sulitnya untuk


bersekolah dengan keadaan yang seperti ini. Katanya, mereka harus bangun
pagi-pagi untuk memubuat kue bersama Ibu mereka. Lalu, sebelum
berangkat sekolah mereka akan menjual kue tersebut. Uang hasil penjualan
pun terkadang tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
Maa syaa Allah… Betapa semangatnya mereka menjalani kehidupan.
Betapa sabarnya mereka menjalani kemiskinan. Mereka tidak pernah
mengeluh.

Mereka menjalani semuanya dengan senang hati. Sedangkan kita yang


masih mampu sekolah saja terkadang malas pergi sekolah. Malas
mengerjakan tugas yang diberikan. Bahkan ada yang tidak mengerjakan
tugas sama sekali.

agaimana dengan mereka disana? Dengan segala keterbatasan mereka,


mereka masih memiliki keinginan untuk sekolah. Dan kita disini, ke sekolah
diantar, pulang sekolah dijemput, SPP kita orangtua yang membiayai,
peralatan sekolah kita orangtua yang beli, masih tidak bersyukur juga?
Sebenarnya, untuk mengatasi masalah tersebut tidak harus mengharap
kepada pemerintah saja. Sesama kita seharusnya juga dapat saling
membantu mereka. Yang mampu bisa menolong yang kurang. Jika masalah
ini tidak ada yang bisa mengatasi lagi, barulah kita ajukan kepada
pemerintah.
Ketika hampir sampai di rumah nenekku, aku melihat sangat banyak
sampah berserakan. Lalu aku bertanya pada ayahku mengapa begitu banyak
sampah disini. Kemudian ayahku menjawab mereka belum peduli tentang
kebersihan lingkungan.

Ada di beberapa tempat yang masih menganggap sungai sebagai tempat


pembuangan sampah, ada juga yang membuang air bekas cucian ke sungai,
bahkan ada yang masih membuang air besar di sungai. Padahal air sungai
diambil untuk dijadikan air minum. Jika sungai sudah tercemar, bukankah
sudah tidak baik lagi untuk dijadikan air minum?

Ternyata mereka tidak mempunyai wc di rumahnya. Sehingga harus


membuang air kecil dan besar di sungai. Nah, jika sudah begini solusinya
adalah pemerintah yang harus mensosialisasikan kepada masyarakatnya
bahwa sungai bukan pengganti wc. Dan pemerintah juga sebaiknya
membuatkan jamban untuk mereka yang tidak memiliki jamban.

Akhirnya, aku pun sampai di rumah nenekku. Dan akhirnya pun aku dapat
memetik hikmah tentang kemerdekaan Indonesia. Kita memang telah lama
merdeka. Tapi kemerdekaan yang kita rasakan saat ini belum sepenuhnya
dirasakan oleh warga negara Indonesia, karena kemerdekaan sesungguhnya
adalah kemerdekaan dari kemiskinan, kebodohan, dan dari pencemaran
lingkungan

Anda mungkin juga menyukai