Anda di halaman 1dari 3

SI KANCIL ANAK RANTAU DI TAPAL PERBATASAN

By. Siti Nursiah jamil

Seminggu di awal pernikahan, seorang anak yang dulu mengabdi dikota sendiri harus
rela berkorban meninggalkan kampung halaman untuk mengabdi kepada suami yang harus
menjalankan tugas dikota perbatasan tepatnya tanggal 07 Januari 2002. Menuju tempat
tugas, Di mana harus menggunakan ketinting untuk bisa sampi ketempat tujuan. Ketinting itu
biasa yang dipakai untuk perjalanan lewat danau. Perbatasan kalimantan utara namanya
tepatnya pelosok desa Mansalong kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan.

Desanya yang sejuk dan keramaahan masyarakatnya yang luar biasa yang membuat si
kancil bisa bertahan sampai tujuh Tahun. Si kancil yang cerdik mengetahui keadaan desanya
yang waktu itu terbatas fasilitasnya namun tak hilang akal untuk membangun dan
memperdayakan anak-anak kampung yang haus akan guru Agama. Diperumahan puskesmas
yang berdinding kayu di ruang tamu lah dijadikan tempat TPA untuk mendidik anak desa.

TPA adalah salah satu tempat untuk berbagi dengan anak-anak hingga semua beban
yang jauh dari orang tuanya yang selama ini tidak pernah tinggalkan kampung halaman bisa
meghindari dari ketidaknyaman hati. Anak-anak yang lugu itu dapat membangkitkan
semangat si kancil untuk lebih berkarya, mitra nya waktu itu adalah kepala KUA. Setiap
kegiatan keagamaan anak-anak didik Si Kancil lah yang selalu ditampilakan untuk acara
hiburan dalam kegiatan keagamaan.

Semua kegiataan keagamaan KUA selalu dilibatkannya karena waktu itu satu-satunya
guru agama dikampung tersebut. Jadi semua sekolah umum dari tinggat SD, SMP, SMA
belum ada namun yang bisa terkafer adalah sekolah menengah pertama dan sekolah
menengah Atas, itupun harus menjalankan Aktifitas mulai dari pagi sampai sore hari yang
kebetulan sekolah menengah Atas masuk siang. Namun rasa lelah dan letih tiap hari tidak
terasa karena melihat anak didik yang antusias dalam menimba Ilmu.

Suatu ketika ada kegiatan Rebana untuk persiapan MTQ, dimana belum ada gendang
untuk latihan yang merupakan alat yang dipakai, namun ‘tidak ada rotan akar pun jadi”
semua peralatan dapur seperti baskom dipaki untuk latihan rebana. Alhamdulillah walupun
anak perbatasan namun ilmu dan kreatifitas tidak akan terbatas hingga saat ini anak-anak
didik yang dulu lugu sekarang sudah banyak yang berhasil ada jadi bidan desa, guru, perawat
dan ada dinas perhubungan da nada juga yang sudah Magister
Tiap sure hari anak-anak sudah berkumpul dengan gayanya yang berbeda-beda, usia
Dini yang lucu dan menyejukkan hati membuat lebih tentram dan nyaman. Tidak berhenti
disitu sikancil berusaha mendekati masyarakat untuk membentuk majlis Tak’lim
dilingkungan ASN Puskesmas terutama Darmawanita ASN yang dilakukan sekali dalam
sebulan. Setiap kegiatan Taklim ibu-ibunya sangat antusias dalam kegiatan tersebut
Alhamdulillah respon yang luar biasa. Si Kancil masuk dilingkungan PKK Kecamatan
tepatnya di Pokja 1 disinilah si kancil lagi beraksi dalam semua kegiataan hari-hari begitu
bermakna. Dalam kegiataan PKK si Kancil jadi ketua pokja I dan semua ketua Pokja
dilibatkan untuk penyuluhan tepatnya desa patal sasarannya minan-minan desa dilaksanakan
dibalai adat kebersamaan tampa mengenal Ras, golongan maupun Agama kami bersatu padau
disambut dengan menari Samajau bersama-sama yang merupakan ciri khas Tarian Dayak
Agabak yang selalu dilestarikan sampai sekarang. Minan itu adalah sebutan ibu bahasa
dayak. Minan-minan adalah sasaran pembinaan PKK dengan berbagai macam karya yang
bisa dipromosikan dan bernilai harga jual untuk mensejahtrakan anggotanya sesuai dengan
Mars PKK.

Si kancil tidak puas dengan kegiatan itu ia bersama masyarakat setempat membentuk
majlis Taklim ibu-ibu yang ada dimansalong dan ibu mualaf setiap minggu hari jumat jam
14.00 bergiliran disurau-surau untuk melakukan bimbingan dan pengajian serta sama-sama
membaca Al-Qur’an.

Masyarakat yang kental dengan kebersamaan setiap ada kegiatan masyarakat maupun
pemerintahan tidak pernah ditinggalkan untuk ikut berperan aktif, ini yang tidak pernah
dilupakan sampai saat ini walau sudah hijrah di kota kabupaten Nunukan, anak didik si kancil
yang nota benenya dulu, lugu dan lucu-lucu hingga sekarang tumbuh dewasa. Yang
menarik di kota alun-alun kabupaten Nunukan ada anak didik yang dulunya di pelosok desa
bertemu menyapa dengan sopan “ ibu masihkah kenal dengan kami anak didik ibu yang dulu,
dengan berjabat tangan menciumnya “ si kancil terpana melihatnya tumbuh dewasa pakai
pakaian ASN “ sungguh luar biasa hati si kancil senang bercampur gembira ternyata tidak
sia-sia perjuangan dalam mendidik anak bangsa. Anak perbatasan dari pelosok desa yang
harus menempuh perjalanan Laut dan darat tidak kalah dengan anak-anak kota yang
fasilitasnya lengkap. Kami tinggal di tapal batas namun ilmu tidak mau terbatas anak tapal
batas harus lebih hebat dari anak - anak perkotaan terbukti anak perbatasan banyak menoreh
hasil yang tidak kalah dengan kota-kota lain. Si kancil anak Rantau hati tetap di kaltara.
Siti Nursiah Jamil
SMKN I Nunukan

Anda mungkin juga menyukai