Anda di halaman 1dari 3

Sepenggal Kisah Mbah Kateman Kyai Kampung Dusun Buret, Desa Buluagung,

Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek

Oleh : Septia Sandra Nurhasanah

(Pendidikan Guru Madrasah Ibtidai'ah)

Mbah Kateman merupakan salah satu ulama atau bisa disebut kyai di dusunku tepatnya di Dusun
Buret, Desa Buluagung, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Beliau lahir pada tahun
sekitar 1943 di trenggalek jawa timur. Beliau merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Saya
tertarik untuk mengangkat kisah beliau karena kisah hidupnya yang penuh liku-liku dan
tantangan juga karena dedikasinya di kampungku yang begitu besar, namun jarang orang yang
mengenal dan menyadari keberadaannya. Sedikit mengulik tentang kisah hidup beliau, beliau ini
adalah seorang yatim piatu sejak kecil. Orang tuanya meninggal pada saat beliau masih berusia 5
tahun. Pada umur yang masih balita itu, beliau harus bisa memikirkan cara untuk bertahan hidup.
Karena pada saat itu kakak perempuannya juga masih sangat kecil bahkan adiknya masih
berumur 7 bulan. Tetanggapun tidak bisa banyak membantu karena keadaan ekonomi mereka
yang juga masih jauh dari kata cukup. Sampai pada akhirnya adiknya meninggal dunia, dan sejak
saat itu akhirnya ada paman yang berbaik hati mau menampung beliau dan kakaknya, dengan
catatan beliau harus bersedia membantu untuk menggembala kambing milik pamannya.

Kisah hidup yang cukup pilu membuat beliau tumbuh menjadi seorang yang gigih, ulet, berjiwa
besar, dan pemberani. Meskipun tidak memiliki orang tua, tidak memiliki biaya bahkan tidak
menerima dukungan dari keluarga tidak lantas menyurutkan semangat beliau untuk mengemban
pendidikan di salah satu pesantren tepatnya pesantren Al-hidayah di jember. Beliau mengemban
pendidikannya di pesantren Al-Hidayah selama 2 tahun yaitu pada tahun 1963-1965. Untuk
biaya sekolah dan bertahan hidup beliau bekerja menjadi buruh tani di kota orang. Sedikit demi
sedikit beliau kumpulkan demi untuk tetap bisa bertahan hidup dan menimba ilmu agama.
Setelah kepulangannya dari pesantren Al-Hidayah beliau melanjutkan pendidikannya di
pesantren Darunajah selama 3 tahun. Ilmu yang di dapatnya selama menempuh pendidikan di
pesantren ia pergunakan untuk mengajar anak-anak kecil di kampungnya. Selain mengajar ngaji,
beliau juga mengajar akidah akhlak , beliau mengajarkan ilmu adab, akhak pada anak-anak
didiknya agar mereka tidak hanya pintar dalam baca tulis Al-Qur'an namun juga berakhlakul
karimah. Selain mengajar anak-anak, beliau juga merangkap menjadi seorang takmir masjid di
masjid Nurul Abadi. Beliau juga sering mengisi khutbah berpindah-pindah di masjid-masjid
yang ada di desaku. Hal yang perlu di garis bawahi beliau melakukan segala pengabdiannya
secara ikhlas tanpa di bayar sepeserpun. Pekerjaan beliau sehari-hari dulunya adalah buruh
serabutan kadang bertani, buruh bangunan, kuli apa saja yang bisa beliau kerjakan beliau
lakukan demi mencukupi kebutuhan istri dan anaknya, meskipun dalam sehari beliau mungkin
sudah cukup letih dengan kegiatannya di rumah tetapi beliau masih mau menyisihkan waktunya
untuk mentransfer ilmu pada anak didiknya.

Selain menjadi figur seorang ayah dan suami yang baik beliau juga merupakan guru yang sabar,
berakhlakul kharimah, dan penyayang. Namun sayang, tepat sekitar 5 tahun yang lalu beliau
fakum dari tugas-tugasnya menjadi imam, khutbah dan pengajar anak-anak di karenakan usianya
yang sudah semakin tua dan keadaan kakinya yang sudah sulit berjalan. Beliau mengatakan ingin
memberikan kesempatan untuk generasi muda untuk melanjutkan tugas-tugas beliau. Ada satu
hal yang membuat saya kagum dengan beliau. Meskipun di usianya yang semakin senja dan
keadaan kakinya yang tidak selincah dulu, itu tidak lantas membuat beliau bermalas-malasan
untuk melaksanakan ibadah sholat berjamaah. Beliau berjalan selangkah demi selangkah bahkan
berangkat lebih awal agar tidak ketinggalan sholat berjamaah di masjid. Ini bisa menjadi teguran
serta pukulan yang keras bagi jiwa-jiwa muda, jiwa milenial yang kadang masih bisa
menciptakan beribu alasan dan bahkan berat hati dalam menjalankan ibadahnya sehari-hari. Saya
bertanya pada beliau apa sebenarnya tujuan hidup beliau, beliau menjawab "aku hidup karna
Allah, dan akan mempergunakan seluruh hidupku untuk berjalan di jalan Allah". Beliau juga
sempat bercerita kesulitan mengajar anak zaman dulu dan sekarang. Mungkin dulu itu tantangan
ada pada sarana dan prasarana yang kurang memadai, sehingga pembelajaran hanya berjalan
seadanya, tidak ada buku tulis, tidak ada papan hanya mengandalkan penjelasan sehingga
pengetahuan peserta didik di pengaruhi dari berapa banyak ia mendengarkan dan memahami
segala penjelasan yang dipaparkan beliau. Beliau mengatakan keinginan untuk belajar anak
sekarang dan dulu itu sangat berbeda dulu itu meskipun masih belum ada lampu , meskipun
harus berjalan kaki tapi mereka semangat sekali untuk menimba ilmu tanpa harus di marahi
terlebih dahulu. Tapi realita yang terjadi sekarang sudah sangat berbeda, sudah ada gedget
,permainan canggih sehingga membuat anak-anak kadang terlena sehingga cenderung malas
untuk menimba ilmu, harus di suruh dulu, di marahi dulu baru jalan. Beliau berharap kegigihan
dan keuletan beliau dalam mengajarkan ilmu agama akan berbuah manis dengan menciptakan
generasi-generasi muda yang bekualitas tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan saja tetapi juga
ilmu agama.

Begitulah lika-liku perjuangan hidup mbah Kateman ulama atau bisa disebut kyai di dusunku
tepatnya di Dusun Buret, Desa Buluagung, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek.
Banyak sekali pelajaran yang bisa di ambil dari kisah hidup beliau. Semoga kisah ini bisa
menginspirasi banyak orang, bisa menjadi contoh tauladan, sehingga generasi-generasi
selanjutnya bisa meneruskan perjuangan beliau, semoga ilmu yang telah beliau berikan serta
dedikasi-desikasi beliau akan di catat sebagai pahala kebaikan yang bermanfaat di dunia sampai
di akhirat.

Amiin Yarobbal alammin.

Anda mungkin juga menyukai