Anda di halaman 1dari 3

Kiprah H.

Sukur Sang Kiai Kampung

Oleh: Bagus Setiawan

(Institut Agama Islam Negeri Tulungagung)

Istilah kiai merupakan kata yang tak asing lagi bagi kita. Kiai menjadi suatu
sebutan bagi seseorang yang dimuliakan dalam adat pergaulan orang Jawa. Pada
umumnya kata kiai digunakan untuk menyebut guru pesantren, sebagai orang tua
(sesepuh) yang dihormati atau guru agama yang ‘alim serta berkharisma. Sedangkan
kata kampung sendiri secara terminologis merujuk pada suatu teritori yang
mencakup desa ataupun pedukuhan.

Kiai kampung didalam lingkungan pedesaan atau dusun pastilah memiliki


peran yang cukup besar dalam mendampingi masyarakat, terlebih menyangkut
urusan peribadatan di masjid maupun langgar (spiritual dan pendidikan) di
samping dalam konteks kegiatan sosial kemasyarakatan.

H. Sukur atau yang biasa dipanggil pak Abdul Sukur adalah seorang guru
ngaji sekaligus sebagai seorang tokoh yang sangat berperan di Desa Gemaharjo,
Kecamatan Watulimo terutama di lingkungan Rt 02 Rw 01. Meskipun beliau sudah
berstatus sebagai orang yang bersuami istri serta disibukkan dengan banyak
pekerjaan, beliau tetap bisa membagi waktu, baik untuk keluarga maupun
pekerjaanya sebagai seorang guru dengan planning yang begitu tepat.

Beliau ini bukan hanya sebagai guru ngaji saja, akan tetapi beliau ini ternyata
juga merupakan seorang pengajar di salah satu sekolah swasta. Menurut
penuturannya, beliau sudah lebih dari 15 tahun mengajar di SMP Islam Watulimo.
Selain bergelut dalam dunia pendidikan, H. Sukur juga menggeluti dunia pertanian
disela-sela waktunya yang begitu padat.

Melihat kondisi merosotnya moral generasi di zaman sekarang beliau tidak


pernah menyerah dalam memberikan pendidikan maupun dakwahnya kepada para
murid-muridnya agar memiliki akhlak serta budi pekerti yang baik ketika berbaur di
lungkungan masyarakat dan dapat memberikan contoh baik bagi masyarakat serta
bermanfaat bagi siapa pun. Menurut beliau rendahnya moral anak zaman sekarang
dikarenakan kurangnya penanaman nilai agama dari orang tuanya.

H. Sukur menuturkan bahwasannya merosotnya moral generasi sekarang ini


disebabkan kurangnya penanaman nilai agama dari orang tuanya. Zaman sekarang
ini, orang tua hanya memfokuskan anak-anaknya pada pendalaman ilmu-ilmu umum
saja, orang tua banyak yang tidak memperdulikan pengetahuan soal ilmu agama
yang seharusnya dimiliki anaknya. Sehingga wajar saja bila banyak anak zaman
sekarang yang melawan orang tuanya bahkan guru di sekolahnya. Inilah yang
menjadi alasan mengapa H. Sukur tidak pernah lelah ataupun menyerah untuk
mengubah perilaku anak didiknya sebagai generasi penerus di masa depan.
Kala itu kang sukur merenung setelah melihat kondisi anak-anak kampung
yang sedang mengenyam pendidikan formal (SMP/MTs) banyak yang belum bisa
membaca al-Qur’an, bahkan membaca iqro’ saja belum lancar. Berawal dari
kegelisahan beliau tersebut, akhirnya pada awal tahun 2012 itulah, akhirnya beliau
memutuskan menjadi guru ngaji untuk menerima anak-anak kampung untuk diajari
membaca al-Qur’an baik laki-laki maupun perempuan di rumahnya, dengan
berbekal pengalaman beliau saat menimba ilmu di Pondok Pesantren.

Awal mulanya, hanya sekitar beberapa anak saja yang datang untuk mengaji.
Seiring berjalanya waktu, jumlah muridnya kian bertambah, bahkan ada juga yang
berasal dari kampung sebelah. Selain itu, juga ada orang-orang tua seumuran beliau
yang masih belum lancar membaca al-Qur,an juga ikut belajar mengaji kepada
beliau. Meskipun begitu, tak sedikit beberapa celotehan keluar dari para tetangga
terhadap dirinya. Namun, hal itu tidak lantas membuat surut tekat bulatnya dalam
memberikan ilmu kepada murid-muridnya.

Pekerjaan mulia seorang guru ngaji terkadang luput dari perhatian kita
semua. Meraka dengan suka rela menyita waktu demi memberikan ilmu dasar
agama, kepada murid-muridnya. Dengan terbesit harapan kelak ilmu tersebut dapat
dijadikan sebagai pondasi yang kuat, sehingga menjadi penuntun kepada jalan
kebaikan baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, agama, serta bangsa.

Walaupun umurnya hampir menginjak 50 tahun, semangatnya mengajarkan


al-Qur’an patut diacungi jempol. Beliau mengajarkan membaca al-Qur,an dengan
gigih serta sabar tanpa keluh kesah. Selama menjadi guru ngaji beliau tidak pernah
pernah mengharap gaji sepeserpun, tapi terkadang ada juga orang tua muridnya
yang ingin memberikan uang kepada beliau sebagai rasa terima kasihnya kepada
beliau. Akan tetapi beliau tidak mau menerimanya, beliau menyarankan agar
diinfaqkan saja ke kotak amal mushola. Beliau tidak masalah meskipun tidak digaji,
karena uang gajinya selama mengajar di sekolah dan hasil bertaninya itu sudahlah
cukup untuk memenuhi kebutuhannya beserta keluarganya. Menurut beliau yang
terpenting ketika ia mengajar, ilmunya memberikan manfaat serta kelak
mendapatkan balasan amal jariyah di akhirat

Semoga dengan melihat perjuangan beliau kita dapat mengambil hikmahnya,


bahwa betapa pentinya ilmu agama bagi semua orang dan kita sebagai seorang
muslim juga harus memiliki rasa semangat dalam mencari ilmu, apalagi terkait
dengan al-Qur’an. Karena sungguh besar keutamaan dari al-Qur’an ini, seorang
muslim yang senantiasa membaca al-Qur,an kelak akan mendapat syafaat di hari
kiamat. Semoga orang-orang seperti H. Sukur senantiasa diberikan kesehatan,
kemudahan serta kekuatan dalam menjalankan segala urusannya.
“ Jangan merasa kesepian berada di atas jalan kebenaran hanya karena
sedikitnya orang yang berada di sana “

(Ali bin Abi Thalib)

Anda mungkin juga menyukai