Anda di halaman 1dari 3

1.

Perbedaan Religi dan Agama

Agama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "agama" didefinisikan sebagai suatu sistem,
prinsip kepercayaan kepada Tuhan (dewa dan sebagainya) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-
kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Kata "agama dapat juga didefinisikan sebagai
seperangkat nilai-nilai atau norma-norma ajaran moral spiritual kerohanian yang mendasari dan
membimbing hidup dan kehiupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai warga
masyarakat.

Agama itu pedoman hidup, berikut ciri - cirinya:

1. Terdapat dogma-dogma atau ajaran yang baku dan mengikat penganut-penganutnya

2. Terdapat lembaga tertentu yang mengatur tata tertib anggota atau umatnya

3. Terdapat pemimpin atau imam sebagai orang yang memiliki fungsi struktural dalam bidang
peribadatan

4. Terdapat upacara-upacara atau ritual-ritual tertentu yang berlaku dan harus diikuti.

Religi

"Religi" merupakan masyarakat yang disakralkan. Religi adalah imanen, tidak berdasarkan
wahyu, dan lebih berfungsi sebagai penguat atau daya pertahanan untuk hal-hal yang sudah ada.
Religi berasal dari rasa takut manusia, meskipun juga mengandung rasa percaya bahwa sesuatu di
dalam alam ini akan melindunginya, di mana perlindungan ini lebih bersifat mengikat dan
menekan, sehingga untuk mendapatkannya manusia harus menjalani peraturan-peraturan tertentu.

Dalam masyarakat sederhana, religi merupakan sumber utama kohesi sosial. Pembagian
dunia dalam yang sakral dan yang profan merupakan ciri khas pemikiran religius. Hal-hal yang
sakral bukan diartikan dewa-dewa atau roh-roh, melainkan apa saja yang dapatmenjadi sakral atau
dijadikan sakral. Beda antara yang sakral dari yang profan adalah mutlak, namun tidak berarti
bahwa manusia itu atau benda ini tidak dapat beralih tempat dari yang profan ke yang sakral dan
sebaliknya. Besar serta tinggi nilai keskralan sesuatu, dapat dilihat dari tindaka-tindakan manusia
dalam masyarakat.

Dalam kaitannya dengan alam pikir manusia, religi merupakan gejala esensial yang bukan
saja menambah ide kepada intelek yang sudah dimiliki oleh manusia, melainkan sumber gagasan
dasar kerangka pemikiran seluruhnya.
2. Faktor orang beragama
 Keterbatasan dan ketidakmampuan psikologis. Manusia mempunyai
pelbagai cara untuk mengembangkan hidup dan kehidupannya sehingga,
secara fisik, dapat bertahan serta tidak musnah. Namun, dibalik itu, pada
dirinya masih tersimpan banyak kekurangan serta ketidakmampuan dan
keterbatasan. Karena itu, manusia ingin memperoleh kekuatan baru dari
TUHAN, yang diajarkan oleh agama-agama. Jadi, manusia beragama agar
TUHAN memberi kekuatan serta kemampuan untuk menjalani hidup dan
kehidupan
 Keinginan yang tidak tercapai serta ketidakpastian karena adanya
perubahan sikon hidup dan kehidupan. Merasa tidak mempunyai kepastian
masa depan karena tak mampu mengikuti perubahan, sehingga mengalami
stagnasi berpikir, kemudian melarikan diri kepada hal-hal rohaniah.
 Kompleksitas permasalahan yang dihadapi, misalnya keterbelakangan;
kebodohan; kemiskinan; penderitaan; dan lain-lain.
 Di samping semua hal tersebut, ada orang yang menjadi pemeluk atau umat
salah satu agama dengan alasan-alasan khas, misalnya
memperoleh kepastian keselamatan; dengan menjalankan ajaran-ajaran agama, seseorang
[menjadi penganut agama] agar memperoleh kepastian masa depan hidup kekal setelah
kematian
mengingatkan diri sendiri bahwa ada TUHAN yang menciptakan serta mengatur segala
sesuatu, termasuk hidup dan kehidupan; sehingga dirinya menyembah-Nya dengan benar
serta mengikuti semua kehendak-Nya
ajaran-ajaran agama sebagai pagar pembatas agar tidak jatuh serta terjerumus ke dalam
cara-cara hidup yang buruk serta negatif; menjadikan diri sendiri sadar sekaligus takut
untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum-hukum masyarakat
memberi pengaruh positif pada hidup dan kehidupan secara pribadi dan anggota
masyarakat; serta ikut ambil bagian dalam pembangunan serta perbaikan masyarakat
melalui berbagai bidang hidup dan kehidupan
ajaran agama menjadikan manusia mempunyai sikap moral dan etika yang baik, sehingga
mampu membangun relasi antar sesama dengan penuh tanggungjawab, mendorong
seseorang untuk berbuat kebajikan, membantu, menolong, memperhatikan sesama
manusia berdasarkan kasih
memberi dorongan kepada dirinya sehingga berani berjuang menegakkan keadilan,
kebenaran, demokrasi, toleransi, kerukunan, serta hak asasi manusia, termasuk memelihara
serta menata lingkungan hidup

Jadi, ketika seseorang mengikatkan diri pada agama tertentu atau menjadi umat beragama,
tersirat dari dalam dirnya, bahwa ia harus mendapat keuntungan dari tindakannya itu. Ini
berarti, agama harus membawa perbaikan dan perubahan total pada manusia. Agama
berperan untuk perubahan manusia; sebaliknya manusia pun dapat berubah karena adanya
agama. Oleh sebab itu, ada beberapa peran yang bisa dilakukan agama [bukan berarti
agama adalah pribadi yang bisa melakukan sesuatu; melainkan peran institusi agama atau
umat beragama, terutama mereka yang berperan sebagai pemimpin-pemimpin
keagamaan].

Anda mungkin juga menyukai