Anda di halaman 1dari 5

KERAJINAN TENUN & ENCENG GONDOK

A. Pendahuluan

Eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan air mengapung karena


memiliki daun yang tebal dan gelembung (Rorong & Suryanto 2010 dalam Asep 2013) yang
berkembangbiak sangat cepat sehingga dianggap sebagai tanaman yang dapat merusak
lingkungan perairan (Gerbono & Djarijah 2005; Stefhani et al. 2013 dalam Asep 2013).
Eceng gondok juga sering dianggap merupakan tumbuhan pengganggu, merusak
pemandangan dan tidak mempunyai nilai ekonomis atau tidak berfungsi (Mirawati 2007).
Padahal, pemanfaatan eceng gondok dapat menghasilkan jenis kerajinan yang bernilai
ekonomis, baik, layak dan dapat memenuhi kebutuhan hidup (Hidayatullah 2011). Bagi
masyarakat yang tinggal di sekitar danau, eceng gondok dianggap sebagai tanaman
pengganggu yang menghalangi transportasi dan menyebabkan danau menjadi kotor (Kaleka
& Hartono). Bagi sebagian kalangan yang jeli melihat peluang usaha, eceng gondok justru
merupakan peluang usaha yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan
kerajinan (Sittadewi 2007), salah satunya adalah untuk pembuatan tas yang dapat
menghasilkan keuntungan yang cukup besar (Nuryanto 2006).

Pemanfaatan eceng gondok di Kelurahan Sumber Rahayu, Desa Gamplong terbilang


cukup menguntungkan. Pasalnya, di daerah ini warga memanfaatkan eceng gondok sebagai
sumber pekerjaan utama. Banyak dari warga yang bekerja sebagai karyawan atau bahkan
memiliki usaha kerajinan eceng gondok sendiri. Eceng gondok digunakan sebagai bahan
dasar kerajinan tas, keranjang, alas makanan, karpet, tempat tisu, sofa dan furniture rumah
tangga dan lain sebagainya. Seperti pada narasumber yang kami wawancarai yaitu ()
mendirikan usaha rumahan yang sudah berdiri sejak 1998. Secara spesifik pendirian usaha
dilakukan ketika terjadi krisis moneter yang mana pemilik usaha mencari cara untuk
memenuhi kehidupan ekonomi keluarga. Adapun alasan dalam pendirian usaha ini yaitu
pada awalnya usaha yang dibuat berbahan dasar kain stagen yang kemudian lama
kelamaan permintaan dari serat alam meningkat sehingga beralih menjadi usaha yang
berfokus pada serat alam.

Hingga saat ini terdapat 20-25 karyawan dengan beberapa pembagian pekerjaan.
Seperti karyawan dalam bagian tenun, pewarnaan (menggunakan pewarna bahan makanan
karena lebih awet), dll. Karyawan-karyawan tersebut ada yang berasal dari desa lokal
setempat dan ada juga yang berasal dari luar desa. Pengelolaan karyawannya berjalan
lancar dimana kendalanya hanyalah sedikitnya generasi mendatang yang mampu dan mau
melanjutkan perusahaan serta pembuatan kerajinan ini. Karyawan dalam perusahaan
mayoritasnya bekerja tanpa dasar keahlian dalam membuat kerajinan sehingga dibutuhkan
pelatihan terlebih dahulu. Kebanyakan dari pekerja belajar untuk membuat kerajinan hanya
dalam jangka waktu yang sangat cepat. Proses pembuatan kerajinan pada karyawan baru
umumnya hanya selama 1 minggu dan mereka sudah mampu membuat kerajinan dari
eceng gondok ini. Namun ada pula yang mampu belajar hanya 3 hari tergantung kecepatan
dari pemahaman masing-masing pekerja.

B. Tahap Produksi
1. Tahap produksi kerajinan yang berbahan dasar eceng gondok

Pertama, batang eceng gondok harus dijemur dibawah terik sinar matahari selama
seminggu supaya batangnya benar - benar kering. Kedua, setelah batang eceng gondok
sudah kering bisa menyiapkan model dan ukuran kerajinan yang akan dibentuk dengan cara
membuat cetakan berbahan papan kayu yang dibentuk kotak. Lalu yang ketiga, anyam
batang eceng gondok yang sudah kering tadi dengan cara memipihkan batang
menggunakan alat penjepit yang terbuat dari bambu serta ujung batang dipotong supaya
terlihat rapi, batang yang sudah pipih selanjutnya bisa langsung dianyam sesuai model yang
sudah dibuat dan diberi lem supaya lebih kuat, setelah terbentuk lepaskan anyaman dari
cetakan dan bisa diberi warna menggunakan warna makanan supaya lebih awet serta diberi
hiasan agar kerajinan lebih menarik. Dalam proses produksi kerajinan anyaman eceng
gondok memerlukan beberapa peralatan dan bahan seperti papan kayu, paku, gergaji, alat
penjepit, gunting, lem, mesin jahit, dan tentunya batang eceng gondok yang sudah bersih
dari daun – daunnya. Eceng gondok tersebut bisa didapatkan dari danau.

2. Tahap produksi kerajinan yang berbahan dasar Lidi

Produksi ini menggunakan bahan dasar lidi kelapa sawit yang cara pembuatannya
menggunakan teknik tenun ATBM dan mengubahnya menjadi suatu produk kerajinan tenun.
Produk-produk yang dapat dihasilkan dari kerajinan tenun lidi kelapa sawit seperti taplak
meja, keranjang baju, tempat tissue, box aksesoris, tirai, tempat pensil, dan masih banyak
lagi. Proses pembuatannya pun mulai dari pengambilan bahan utama yakni daun kelapa
sawit yang dimana nantinya daun itu akan diambil bagian tengahnya yang bersifat keras
dengan cara daun yang tidak diperlukan akan dibuang, tetapi daun itu pun bisa pula
digunakan. tetapi untuk pembuatan bahan kerajinan dengan cara menenun ini daun tersebut
tidak diperlukan yang diperlukan hanya bagian tengahnya saja yang bersifat keras lalu
diolah dengan cara dikeringkan dibawah sinar matahari agar lidi yang sudah diambil itu tidak
bersifat basah lagi melainkan sudah kering. setelah kering lidi-lidi tersebut akan ditenun
menggunakan alat dan teknik tenun ATBM. dalam proses pengerjaan nya, alat bantu yang
diperlukan seperti benang untuk membantu menyatukan lidi lidi tersebut saat di tenun
nantinya. benang-benang tersebut pun mempunyai warna yang beragam dan warna yang
digunakan pun tidak sembarang warna karena jika memakai warna yang asal-asalan maka
warna yang dihasilkan pun tidak memuaskan.

C. Tahap Pemasaran Kerajinan Eceng Gondok


Dalam pemasaran kerajinan eceng gondok di Desa Gamplong dimulai Dimulai dari
penentuan harga (Price) yang ditentukan menggunakan perhitungan standar HPP yang
dihitung dengan menjumlahkan biaya bahan baku yang digunakan ditambah bahan
pelengkap, biaya tenaga kerja, dan biaya produksi. Harga ini pun dapat berubah sewaktu –
waktu mengikuti perkembangan zaman dan minat pasar. Selanjutnya adalah promosi
(Promotion) dimana pemilik usaha mempromosikan produk tersebut secara Online dan
Offline. Promosi secara online melalui media social seperti Instagram, facebook dan
WhatsApp. Sedangkan promosi secara offline melalui adanya kegiatan karyawisata ke Desa
Gamplong yang dilakukan oleh pihak eksternal dan kios – kios yang dibuka di tempat lain.
Ketiga, adalah lokasi (Place). Lokasi merupakan hal yang sangat krusial dalam membuka
suatu usaha atau bisnis karena menjadi faktor penting dalam minat pembelian consumer
terhadap barang penjualan, tetapi dalam kasus lokasi kerajinan eceng gondok di desa
Gamplong ini lokasinya tidak strategis dan sedikit terpencil dari pusat pemasaran, tetapi
lokasinya strategis untuk produksi karena dekat dekat bahan dasarnya, yakni eceng gondok
yang banyak berkembang dan tumbuh di desa ini.

Setelah itu, orang (People) yang terlibat dalam Pemasaran produk eceng gondok ini
cenderung hanya pemilik usaha, karyawan, serta konsumen, karena konsumen cenderung
langsung membeli atau menghubungi pabrik atau toko tanpa adanya perantara atau
reseller. Lalu kemudian produk bisa diproses (Process). Waktu yang digunakan dalam
proses pembuatan produk, tergantung jumlah pesanan produk dan kerumitan produk. Waktu
pembuatan masing-masing produk relatif 1 minggu dimana pembuatannya membutuhkan
kesabaran, ketelitian dan ketekunan. Pemilik usaha pun menyatakan bahwa mereka hanya
membuat produk kerajinan eceng gondok ketika ada konsumen atau orang yang hendak
ingin memesan dan tidak dibuat secara berkala.

D. RESIPROSITAS
Resiprositas adalah hasil kerajinan dengan kebutuhan pekerja, dari tanaman eceng
gondok yang berhasil diolah menjadi produk sehingga dari pengerjaan produk tersebut
dapat memberi keuntungan bagi pengusaha serta pengrajin dimana dari tanaman liar dan
biasa dianggap pengganggu bisa menghasilkan uang.

Resiprositas atau yang dikenal sebagai hubungan timbal balik. Resiprositas merupakan
suatu bentuk pertukaran yang dilakukan secara perorangan atau kelompok karena adanya
timbal balik dalam hubungan bermasyarakat sehingga tercipta suatu keterikatan jaringan
sosial yang telah dibentuk. Seperti halnya yang terjadi di Kelurahan Sumber Rahayu dimana
terdapat kegiatan usaha dalam bentuk kerajinan yang memanfaatkan tanaman enceng
gondok. Usaha tersebut tentu memberikan keuntungan baik bagi para pengusaha maupun
karyawannya, adanya usaha kerajinan tenun berbahan eceng gondok selain memanfaatkan
tanaman yang dianggap mengganggu ekosistem perairan namun ternyata dapat membuka
lapangan pekerjaan bagi penduduk atau masyarakat sekitar.

Pemanfaatan hasil alam berupa eceng gondok di wilayah tersebut dinilai cukup
menguntungkan karena dari tanaman tersebut dapat berdiri sebuah rumah produksi yang
kini dapat memproduksi berbagai macam produk siap pakai seperti kerajinan tas, keranjang,
alas makanan, karpet, tempat tisu, sofa dan furniture rumah tangga yang berasal dari
tanaman eceng gondok. Pertumbuhan tanaman eceng gondok yang cepat menjadikan
tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan, namun
berbeda halnya dengan daerah yang menganggap tanaman eceng gondok tersebut sebagai
gulma di Kelurahan Sumber Rahayu justru tanaman pengganggu ini menjadi bahan dasar
yang digunakan oleh rumah produksi untuk kerajinan dengan demikian pengusaha tenun
eceng gondok memperoleh keuntungan dari adanya tanaman tersebut dan begitu pula
dengan para pekerja di rumah produksi yang memperoleh keuntungan dari pengusaha
tenun eceng gondok karena dari adanya tanaman eceng gondok para pengusaha tentu
membutuhkan tenaga kerja yang dapat membantu proses produksi terlebih jika adanya
permintaan pasar yang terbilang banyak, adapun karyawan yang ikut membantu proses
produksi pada kerajinan tenun eceng gondok di kelurahan Sumber Rahayu di dominasi oleh
penduduk sekitar. Dengan demikian, tanaman eceng gondok di mata pengusaha dan
karyawan rumah produksi dianggap menguntungkan karena dari tanaman pengganggu
menjadi tanaman yang dapat menghasilkan produk dan dengan adanya tanaman tersebut
para pengusaha serta penduduk sekitar yang menjadi karyawan merasakan adanya timbal
balik antar individu maupun kelompok yang dianggap menguntungkan khususnya dari segi
perekonomian. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa kegiatan ekonomi para
karyawan tersebut dari hasil eceng gondok dapat mencukupi kebutuhan mereka, dari hasil
wawancara di Kelurahan Sumber Rahayu kebanyakan karyawan tersebut juga tidak berasal
dari kalangan anak muda, karena mereka lebih memilih bekerja di pabrik.Menurut penuturan
karyawan kegiatan kerajinan eceng gondok ini bukan sebagai pekerjaan utama melainkan
pekerjaan sampingan mereka untuk mencari uang tambahan.

Anda mungkin juga menyukai