Anda di halaman 1dari 8

mengenal suku kajang dengan

kearifan lokalnya
Suku kajang,merupakan suku yang masih kental dengan budaya
dan adatnya. Suku ini populer karena masih memegang teguh adat
tradisional dan terkesan menutup diri dari modernisasi.
Suku Kajang menetap di Desa Tana Toa, Kecamatan Kajang,
Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel). Desa Tana Toa
sendiri terletak sekitar 200 kilometer arah Timur Kota Makassar.

Secara geografis, daerah Suku Kajang terbagi menjadi 2 yakni


Kajang dalam atau yang mereka sebut tau Kajang dan Kajang luar
atau yang disebut tau Lembang. Batas antara Kajang dalam dan
Kajang luar ditandai dengan pintu gerbang berarsitektur tradisional
Kajang.

Kajang Dalam
Dilansir dari jurnal Fakultas Psikologi Universitas Surabaya dengan
judul "Amma Toa - Budaya (Kearifan Lokal) Suku Kajang dalam di
Bulukumba Sulawesi Selatan", Kajang dalam sangat memegang
teguh adat tradisional. Mereka tetap mempraktekkan hidup
sederhana sebagaimana yang diajarkan leluhurnya.

Masyarakat Kajang dalam mempercayai bahwa benda-benda yang


berbau teknologi bisa memberi dampak negatif dalam
kehidupannya. Hal ini dianggap mengganggu hubungan relasi
manusia dengan lingkungan alam karena sifat teknologi bisa
merusak kelestarian sumber daya alam.

Itulah sebabnya masyarakat Suku Kajang dalam belum bisa


menerima peradaban luar. Bagi mereka hidup sederhana seperti
leluhur sebelumnya lebih baik dibandingkan dengan hidup modern.
Kajang Luar
Berbeda dengan Kajang dalam, Kajang luar atau tau Lembang
sudah bisa menerima peradaban seperti listrik. Kehidupan Kajang
luar memiliki kehidupan yang relatif modern.

Kajang luar juga menempatkan dapur dan buang airnya di belakang


rumah. Hal tersebut berbeda dengan Kajang dalam yang
menempatkan dapur dan buang airnya di depan rumah.

Pimpinan Suku Kajang


Melansir laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
Ammatoa adalah sebutan untuk pimpinan adat tertinggi dalam
komunitas Suku Kajang.

Amma artinya Bapak, sedangkan Toa berarti yang dituakan. Bagi


masyarakat Kajang, Ammatoa adalah orang suci yang dipilih
langsung oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Ammatoa tidak dipilih oleh rakyat, bukan juga dari garis keturunan
maupun penunjukkan dari pemerintah. Ammatoa ditunjuk melalui
proses ritual di dalam hutan tombolo atau hutan keramat yang
disebut Turiek Akrakna (yang berkehendak).

Ammatoa mendapatkan jabatan seumur hidup. Artinya Ammatoa


akan menjabat sampai meninggal dunia.

Nilai kepemimpinan Ammatoa


1. Nilai Kejujuran

Nilai Kejujuran merupakan landasan pokok yang dijalankan oleh


masyarakat Suku Kajang dalam menjalin hubungan dengan
sesama manusia. Maka dari itu karaeng atau pimpinan sangat
diakui memiliki sifat yang jujur oleh masyarakat.
Sejalan dengan ungkapan masyarakat Kajang yaitu lambusunuji
nukareng yang artinya karena kejujuranmu maka engkau jadi
karaeng.

2. Nilai Keteguhan

Keteguhan atau yang disebut gattang oleh masyarakat Suku


Kajang. Yang artinya kuat dan tangguh dalam pendirian.

Peradilan adat Suku Kajang tidak pernah membedakan atau


memihak. Walaupun kerabat atau anak sendiri, akan tetap
diputuskan bersalah apabila memang bersalah.

3. Nilai Demokrasi

Meskipun Ammatoa tidak dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi


pelaksanaan kepemimpinan tetap melibatkan rakyat. Artinya
aspirasi dari masyarakat tetap ditampung dan dipertimbangkan oleh
Ammatoa. Kemudian menjadi kebijakan dan tindakan yang akan
dilakukan oleh Ammatoa.

4. Nilai Persatuan

Sebuah hubungan persatuan dan kebersamaan masyarakat Suku


Kajang disebut juga dengan assikajangeng yang artinya
sama-sama orang Kajang. Ammatoa selalu berusaha menjaga
persatuan dan kebersamaan dalam masyarakat kawasan adat,
maupun Kajang luar.

Salah satu wujud persatuannya adalah bermusyawarah atau yang


mereka sebut abborong. Mereka akan melakukan musyawarah
ketika hendak melakukan kegiatan.

Pakaian Suku Kajang


Dilansir dari jurnal UIN Alauddin Makassar dengan judul "Proses
Interaksi Sosial Komunitas Adat Kajang di Desa Tana Toa
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba", dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat Suku Kajang memakai pakaian hitam dan
tidak menggunakan alas kaki. Begitupun pengunjung dari luar
Kajang, diwajibkan menggunakan pakaian berwarna hitam.

Menurut masyarakat Kajang, hitam memiliki arti kesederhanaan


dan persatuan dalam segala hal. Hitam disebut menunjukkan
kekuatan dan derajat yang sama di mata sang pemilik jagat.

Suku Kajang memiliki beberapa pakaian adat mulai dari atas kepala
sampai bawah. Di antaranya, sarung hitam (tope le'leng), pengikat
kepala bagi laki-laki (passapu), pakaian berwarna hitam bagi
perempuan (baju poko) dan bagi laki-laki (baju tutu) dan celana
pendek di atas lutut berwarna putih bagi laki-laki (pacaka).

Berikut penjelasannya:

1. Sarung hitam (tope le'leng)

Tope le'leng adalah sarung hitam yang digunakan oleh masyarakat


kajang. Sarung tersebut ditenun dan dijahit langsung oleh orang
Kajang.

"Sarung ditenun di sini, sebelumnya dalam bentuk kain, nanti


setelah ditenun baru bisa dijahit jadi sarung," tutur anak Kepala
Suku Kajang, Jaja kepada detikSulsel, Jumat (9/12/2022).

Tope le'leng digunakan layaknya memakai sarung pada umumnya.


Bisa dipakai laki-laki dan perempuan.

"Cara pakainya sama dengan cara pakai sarung pada umumnya,"


ujar Jaja.
2. Pengikat kepala bagi laki-laki (passapu)

Bagian dari pakaian adat lainnya adalah pengikat kepala bagi


laki-laki atau yang disebut sebut passapu. Sama seperti tope
le'leng, passapu juga hasil tenunan yang berwarna hitam dari
masyarakat suku Kajang.

Passapu dibuat dengan kain yang sama dengan sarung. Akan


tetapi passapu memiliki cara tersendiri dalam menenun.

"Bahannya sama dengan sarung, tetapi prosesnya menenunnya


beda," ungkapnya.

3. Pakaian berwarna hitam bagi perempuan (baju pokko)

Baju dari pakaian perempuan suku Kajang disebut juga baju pokko.
Merupakan pakaian sehari-hari masyarakat Kajang yang berwarna
hitam.

Modelnya sama dengan baju bodo. Hanya saja baju pokko tidak
memiliki payet-payet.

"Sama dengan baju bodo. Cuma dia betul-betul alami khas kajang
dan polos, tidak ada payet dan blink-blink," tuturnya.

4. Pakaian berwarna hitam bagi laki-laki (baju tutu)

Sama dengan baju pokko, baju tutu juga dibuat dengan


menggunakan kain warna hitam.

Baju tutu memiliki model yang sama dengan baju laki-laki pada
umumnya. Bagian depan terdapat 2 buah saku, menggunakan
kerah dan dibuat dengan 2 model lengan, yaitu panjang dan
pendek.
"Modelnya baju laki-laki seperti pada umumnya. ada saku 2 di
depan, pakai kerah, ada lengan panjang dan ada lengan pendek."
katanya

5. Celana pendek di atas lutut berwarna putih bagi laki-laki (pacaka)

Bagian terakhir dari pakaian adat suku Kajang adalah pacaka.


Celana yang di atas lutut tersebut digunakan sehari-hari oleh
laki-laki Kajang.

Celana yang dibuat menggunakan kain berwarna putih dan dijahit


sendiri. Uniknya, kalau celana pada umumnya menggunakan karet,
suku Kajang menggunakan benang atau kain pada bagian
pinggangnya.

"Menggunakan kain warna putih dan dijahit sendiri. Model celana


menggunakan benang atau kain untuk bagian pinggangnya,"
tuturnya.

Rumah Adat Suku Kajang


Melansir jurnal Universitas Psikologi Universitas Surabaya dengan
judul Amma Toa-Budaya (Kearifan Lokal) Suku Kajang dalam di
Bulukumba Sulawesi Selatan", rumah adat suku Kajang berbentuk
rumah panggung. Mirip dengan bentuk rumah adat suku
Bugis-Makassar.

Orang Kajang membangun rumah dengan menghadap ke arah


barat atau terbitnya matahari. Hal tersebut dipercaya mampu
memberikan keberkahan.

Bagian dalam rumah suku Kajang hampir tidak memiliki sekat.


Sementara dapur dan kamar mandi berada di bagian depan rumah.

Budaya Suku Kajang


Dilansir laman Kementerian dan Kebudayaan RI, Sama seperti
pakaian hitam, tanpa alas kaki juga mempunyai makna. Masyarakat
Kajang percaya bahwa menyentuh tanah secara langsung akan
mengingatkan bahwa kita akan kembali ke tanah juga.

Salah satu yang menjadi ciri khas masyarakat Suku Kajang adalah
menggunakan bahasa Konjo. Mereka tidak memakai Bahasa
Indonesia karena masyarakat suku Kajang tidak pernah merasakan
pendidikan formal.

Kepercayaan Suku Kajang


Masyarakat Suku Kajang memeluk agama Islam. Namun mereka
juga menjalankan kepercayaan adat Suku Kajang yang disebut
Patuntung.

Agama Islam di Suku Kajang pertama kali dianut oleh Datuk Tiro.
Namun Datuk Tiro berpindah ke Hila-Hila dan meninggal.

Kemudian masyarakat Suku Kajang menganggap ajaran agama


yang diberikan oleh Datuk Tiro terbilang jauh dari kata cukup.
Terutama soal syariat.

Maka dari itu, masyarakat Suku Kajang akhirnya menjalankan


kepercayaan adat, yaitu Patuntung yang merupakan campuran
kepercayaan leluhur dan ajaran Islam.

Patuntung artinya penuntun yang berarti mencari sumber


kebenaran. Sebuah kepercayaan yang mengajarkan tentang
menjaga lingkungan serta kesederhanaan hidup.

Gaya Hidup Suku Kajang


Masyarakat Suku Kajang menjalankan hidup sederhana sesuai
adat. Mereka hidup menyatu dan menjaga hubungan dengan alam.
Pohon dan seluruh makhluk hidup yang ada dalam kawasan adat
tersebut, tidak boleh disakiti ataupun dirusak, pun dengan sesama
manusia.

Hal tersebut diyakini masyarakat Kajang dalam menjalani


kehidupannya yang merupakan ketentuan dari Turiek Akrakna
melalui Ammatoa. Seperti itulah sistem kehidupan masyarakat
Suku Kajang, dimana setiap pesan, adat, agama dan lainnya harus
berasal Ammatoa.

Anda mungkin juga menyukai