Abstrack
This article aims to find out the customary laws that are still maintained in Nongkojajar
Village with national law or state law. Based on the results of the research and discussion,
it can be explained that the Indigenous Peoples of Nongkojajar Village are an example
that indigenous peoples still exist in the increasingly unstoppable era of globalization.
The community's belief in customary law which has been ingrained has become a
stronghold for the community to prevent foreign cultures from entering Nongkojajar
Village. Spatial planning and fair distribution of customary land for the community allows
the community to live peacefully and as an effort to maintain the balance of nature.
Therefore, it is necessary to appreciate the indigenous people of Nongkojajar Village for
their efforts from the government by turning Nongkojajar Village into a Traditional
Village so that the community can manage their community's lives independently.
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui hukum-hukum adat yang masih dipertahankan di
Desa Nongkojajar dengan hukum nasional atau hukum negara. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan dapat dijelaskan bahwa Masyarakat Adat Desa Nongkojajar
merupakan salah satu contoh bahwa masyarakat adat masih tetap eksis di era globalisasi
yang semakin tak terbendung lagi. Keyakinan masyarakat akan hukum adat yang telah
mendarah daging menjadi benteng bagi masyarakat untuk mencegah masuknya
kebudayaan asing ke Desa Nongkojajar. Penataan tata ruang dan pembagian tanah adat
yang adil bagi masyarakat membuat masyarakat dapat hidup dengan damai dan sebagai
salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan alam. Maka dari itu perlu apresiasi bagi
masyarakat adat Desa Nongkojajar atas usahanya dari pemerintah dengan menjadikan
Desa Nongkojajar menjadi Desa Adat sehingga masyarakat dapat mengatur kehidupan
masyarakatnya secara mandiri.
A. Pendahuluan
Desa Nongkojajar merupakan salah satu Desa Adat yang ada di Indonesia dan
masih terjaga kelestariannya. Desa ini merupakan contoh pedesaan di Indonesia yang
memiliki sense of place dan berusaha mempertahankannya. Desa Nongkojajar
mempertahankan adat istiadatnya ketika masyarakat di sekitarnya telah berubah
seiring dengan perkembangan jaman. Kehadirannya menggambarkan kehidupan
masyarakat Indonesia yang sesungguhnya yang belum terkontaminasi oleh perubahan
budaya. Daya tarik obyek wisata Desa Nongkojajar terletak pada kehidupan yang unik
dari komunitas yang terletak di Desa Nongkojajar tersebut. Kehidupan mereka dapat
berbaur dengan masyarakat modern, beragama Islam, tetapi masih kuat memelihara
Adat Istiadat leluhurnya. Seperti berbagai upacara adat, upacara hari-hari besar Islam
misalnya Upacara Bulan Maulud atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (Pembacaan
Sejarah Nenek Moyang).
Desa Nongkojajar merupakan Nongkojajar merupakan nama lain dari pusat
pemerintahan di Kec. Tutur, Pasuruan. Nongkojajar juga sebuah dusun di desa
Wonosari, kecamatan Tutur, Pasuruan, provinsi Jawa Timur. Nongkojajar berasal dari
bahasa jawa Nongko artinya pohon nangka dan jajar artinya berbaris. Pada masa
penjajahan belanda,ada sebuah motel/vila,yang di beri nama Motel Nongkojajar dan
tepatnya vila itu didirikan di Dusun Ngadipuro. Konon di bagian taman vila di tanami
pohon nangka yang diatur sejajar oleh para penjajah. Oleh sebab itu nama Desa
Nongkojajar diambil dari vila itu. Desa Nongkojajar Berada di dataran tinggi dalam
deretan pegunungan Bromo Tengger Semeru, Nongkojajar memiliki dibawah rata-rata
wilayah bawah kabupaten.
Selain letak Kampung Naga yang unik, karena berada di lembah. Keberadaan
masyarakat adat Kampung Naga hingga saat ini tak lepas dari hukum-hukum adat
yan masih dipertahankan hingga saat ini. Salah satu hukum adat yang masih
pertahankan dan dipelihara dengan baik oleh masyarakat kampung Naga adalah
hukum adat utama, hukum waris adat, hukum pertanahan adat, dan hukum
pernikahan adat. Hukum yang masih dipertahankan hingga saat ini menarik untuk
dikaji mulai dari subtansi, pelaksanaan hingga pelestarian hukum tersebut. Maka
artikel ini akan membahas secara terperinci mengenai hukum-hukum adat diatas.
E. Saran
1. Pemerintah dalam hal ini Presiden atau Kementerian terkait hendaknya lebih
memperinci ketentuan tentang hukum adat yang dimuat di dalam Peraturan
Perundang-undangan.
2. DPR Perlu membuat Undang-Undang yang mengatur tentang hak-hak masyarakat
adat sesuai dengan amanat UUD NKRI Pasal 18 B. Bahkan bila perlu Undang-
Undang atau Peraturan Perundang-undangan yang bersifat ”memayungi” seluruh
ketentuan tentang hak-hak masyarakat adat.
F. Daftar Pustaka
Ammidhan, dan Saafudin (Penanggung Jawab). 2006. Mewujudkan Hak
Konstitusional Mayarakat Hukum Adat. Jakarta : Komnas HAM.
Adharinalti. 2012“Eksistensi Hukum Adat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa di Bali”. Jurnal RechtsVinding. Volume 1 Nomor 3. Desember 2012.
Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional.
http://rechtsvinding.bphn.go.id/view/?id=85&isi=artikel.
Dewi C Wulansari. 2010. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung. PT.
Refika Aditama.
Eka Susylawati. 2009. “Eksistensi Hukum Adat dalan Sistem Hukum di Indonesia”.
e-Jiurnal Al Ihkam : Jurnal Hukum dan Pranata Sosial. Volume IV Nomor 1
2009. Pamekasan : Sekolah Tinggi Ahama Islam Negeri Pamekasan.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=267729&val=7085&title
=EKSISTENSI%20HUKUM%20ADAT%20DALAM%20SISTEM%20HU
KUM%20DI%20INDONESIA.
Hilman Hadikusuma. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Bandung :
Penerbit Mandar Maju.
Muhammad Bushar. 2000. Pokok-Pokok Hukum Adat. Cet ke-7. Jakarta : Pradnya
Paramita.
Soerojo Wignjodipoero.1986. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Jakarta : PT.
Toko Gunung Agung.
Sudiyat Imam. 1981. Asas-Asas Hukum Adat. Yogyakarta : Liberty.
Jenny K. Matuankotta. Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Dalam Mempertahankan
SDA. http://jurnal-
perspektif.org/index.php/perspektif/article/download/92/84.pdf