Anda di halaman 1dari 12

UPACARA MANTENAN TEBU PADA TRADISI CEMBRENGAN DI

PABRIK MOJO SRAGEN

Riski Wahyu Maesharoh


Riskiwahyu2106@gmail.com

Abstrak: Salah satu bentuk adat dan tradisi daerah adalah upacara adat, yang mana upacara adat
ini dilaksanakan, didukung dan dilestarikan oleh masyarakat tertentu. Ketika upacara adat tidak
dilaksanakan, muncul anggapan negatif dan ketakutan masyarakat kalau-kalau terjadi sesuatu,
sehingga upacara adat rutin dilaksanakan dengan serentetan prosesi dan sesaji yang lengkap.
Penelitian ini mendeskripsikan tentang sejarah munculnya tradisi cembrengan, prosesi upacara
mantenan tebu pada tradisi cembrengan di pabrik Mojo, dan makna simbolis upacara mantenan
tebu pada tradisi cembrengan Mojo.
Kata Kunci : upacara Adat, Cembrengan, Mantenan tebu

PENDAHULUAN

Karakteristik bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam ragam bahasa, budaya,
dan adat istiadat dalam masyarakat maka bermacam-macam ragam pula kaidah-kaidah,
norma-norma yang hidup dan tumbuh serta berkembang dalam setiap masyarakatnya.
Disetiap masyarakat yang terdapat dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia
memiliki hukum adatnya masing-masing, yang berbeda antara satu dengan yang lainnya
sebagai norma pengatur dalam kehidupan bermasyarakat.
Negara Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negar
hukum”. Indonesia dengan tegas mengakui keberadaan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sebagaimana disebutkan pada pasal 18D (2) UUD 1945 yang
berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengn perkembaangan
masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang”
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis, dia hidup, tumbuh dan berkembang
dalam setiap kelompok masyarakat sebagai aturan hidup masyarakat yang dipelihara dan
ditaati oleh setip kelompok masyarakat. Hukum adat itu berbeda antara kelompok
masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lainnya dan selalu diperthankan
kemurniannya yang merupakan warisan turun-temurun. Contohnya dalam masyarakat
hukum adat sragen, dimana kedudukan adat selalu dikedepankan bahkan sampai saat ini,
hukum adat sragen selalu hidup dan berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang bersangkutan.
Di wilayah Sragen, tepatnya di desa Sragen kulon masih sangat akrab dengan
tradisi Cembrengan atau upacara cembrengan bisa disebut juga upacara temanten tebu.
Cembrengan di Pabrik gula Mojo Sragen, rutin digelar untuk mengawali musim giling
tebu setiap tahunnya yang jatuh dibulan April atau Mei. Tradisi yang dilaksanakan oleh
pabrik gula Mojo yang disebut dengan cembrengan itu dilaksanakan setiap tahun
menjelang musim giling, yang diikuti dengan berbagai macam pertunjukan-pertunjukan
untuk meramikan upacara tersebut. Tradisi ini berlangsung secara turun temurun, tradisi
ini mempunyai tujuan tujuan untuk meminta keselamatan dan hasil gula yang baik.
Lambat laun tradisi ini mengalami perkembangan, upacara manten tebu ini sekarang
bukan sekedar ritual pekerja dan petani tebu, namun telah menjadi pesta rakyat karena
setiap malamnya terdapat pasar malam disekitar pabrik gula Mojo yang selalu digelar
selama beberapa minggu dan menampilkan berbagai pergelaran kesenian rakyat.
Kesenian tradisional dan modern banyak dipertunjukkan dalam cembrengan, namun ada
keunikan yang tampak dalam upacara Cembrengan ini. Tradisi ini digelar sebagai wujud
rasa syukur atas melimpahnya panen serta memohon keselamatan pada Tuhan saat
musim giling tebu berlangsung. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini
akan memfokuskan masalah yang berkaitan dengan ”Upacara Mantenan Tebu Pada
Tradisi Cembengan Di pabrik Mojo”.

KAJIAN TEORI

A. Istilah Hukum Adat


Istilah hukum adat dikemukakan pertama kali oleh snouck Hurgrounje, sastrwan
timur dari Belanda(1894). Sebelum istilah hukum adat berkembang, dikenal dengan
istilah adat recht. Bahasa Belanda “Adat Recht”, digunakan untuk membedakan
kebiasaan atau pendirian dengan adat yang memiliki sanksi hukum.
Dikalangan masyarakat Indonesia, istilah Hukum adat tidak dikenal. Hilman Hadikusuma
mengatakan bahwa istilah tersebut hanya istilah teknis saja karena istilah iyu hanya
tumbuh daan dikembangkan dalam uatu system keilmuan. Dalam bahasa inggris, dikenal
juga istilah adat law. Di Indonesia hanya dikenal istilah adat untuk menyebutkan sebuah
sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan hukum adat.
B. Penjelasan Hukum Adat
Secara umum, hukum adat adalah hukum yng tidak tertulis dalam peraturan
perundang-undangan yang meliputi peraturan hidup, dan meskipun tidak ditetapkan oleh
yang berwajib, ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan ats keyakinan bahwa
peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Hukum adat merupakan hukum
trdisional masyarakat yang merupakan perwujudan dari kebutuhan hidup yang nyata serta
salah satu cara pandang hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan
masyarakat tempat hukum adat tersebut berlaku.
1. Sifat Hukum adat
Hollemenmenjelaskan sifat-sifat hukum adat tersebut sebagai berikut :
a. Sifat magis, hukum adat mengandung hal-hal gaib yang apabila dilanggar akan
mennimbulkan bencanaterhadap masyarakat.
b. Sifat Komun, kepentingan individu dalam hukum selalu diimbangi oleh
kepentingan umum.
c. Sifat konkret, yaitu objek dalam hukum adat harus konkret atau jelas. Pada
masyarakat Indonesia, umumnya perbuatan hukum selalu konkret(nyata).
d. Sifat Kontan, penyerahan masalah transaksi harus dilakukan dnegan konstan.
Biasanya dalam masyarakat Indonesia transaksi bersifat kontan(tunai) yaitu
prestasi dan konta-prestasi dilakukan bersama-sama pada satu waktu.
2. Corak dalam hubungan adat
a. Tradisional
b. Keagamaan
c. Kebersamaan
d. Konkret dan visual
e. Terbuka dan sederhana
f. Dapat berubah dan menyesuaikan
3. Unsur-unsur dalam pembentukan hukum adat antara lain:
a. Unsur kenyataan
Adat dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat, kemudian secara
berulang-ulang, dan berkesinambungan, rakyat menaati dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Unsur psikologis
Setelah hukum adat tersebut ajeg atau dilaksanakan berulang-ulang, yang
dilakukan selanjutnya adlah menumbuhkan keyakinan pada masyarakat bahwa
adat yang dimaksud mempunyai kekuatan hukum, dan menimbulkan kewajiban
hukum (opinion yuris necessitates).
C. Adat
Adat merupakan cerminan dari kepribadian suatu bangsa yang merupakan
penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan selama berabad-abad. Oleh karena itu,
setiap bangsa didunia memilikin adat yang berlainan dengan bangsa lainnya. Adat
merupakan unsur terpenting yang memberikan identitas bagi suatu bangsa.
Adat juga dapat dipahami sebagai tradisi local yang mengatur interaksi masyarakat.
Dalam ensiklopedia disebutkan bahwa adat adalah “kebiasaan” atau “tradisi” masyarakat
yang telah dilakukan berulang-ulang secara turun-temurun. Kata “Adat” disini lazim
dipakai tanpa membedakan “adat” yang mempunyai sanksi yang disebut “Hukum Adat”
dan “adat” yang tidk mempunyai sanksi yang disebut “adat” saja.
Haristov Aszadha menyatakan dat adalah aturan , norma dan hukum, kebiasaan yang
lazim dalam kehidupan suatu masyarakat. Adat dijadikan acuan untuk mengatur tata
kehidupan suatu masyarakat dan bersifat mengikat. Berdasarkan hal tersebut, adat terbagi
dalam empat pokok bagian berikut:
1. Adat yang sebenarnya adat
Aturan hukum yang mengatur kehidupan manusia yang berasal dari penciptanya.
Hukumnya tidak dapat ditawar-tawar karena berisi aturan dari tuhan pencipta
manusia. Adat yang sebenarnya adat ini tertuang dalam ajaran agama.
2. Adat yang teradat
Aturan hukum atau kebiasaan yang tercipta dengan sendirinya. Misalnya, orang yang
meminjam suatu barang pada orang lain, hukumnya ia harus mengembalikan
pinjaman tersebut pada pemiliknya. Apabilaorang yang meminjam tidak
mengembalikannya maka sanksi yang diterim adalah orang tersebut tidak akan
dipercaya lagi untuk meminjam sesuatu kepada ornang lain.
3. Adat yang diadatkan
Norma atau hukum yang menjadi kebiasaan, kemudian disepakati dalam pemufakatan
untuk dijadikan acuan dalam mengatur kehidupan masyarakat disuatu wilayah atau
Negara.
4. Adat istiadat
Kebiasaan dalam suatu masyarakat yang kemudian menjadi norma yang terus-
menerus hidup dan berkembang.
D. Upacara Adat
Upacara adat adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan
tertentu menurut adat atau agama yang dianut setiap masyarakat tertentu. Aktifitas
upacara adat sering berkaitan erat dengan system religi, yang merupakan salah satu
wujud kebudayaan yang paling sulit dirubah jikan dibandingkan dengan unsur
kebudayaan lainnya. Upacara adat merupakan perwujudan dari system kepercayaan
masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal yang dapat menunjang kebudayaan
nasional, dimana upacara adat ini bersifat sakral dan suci. Menurut koentjaraningrat,
dalamsetiap system upacara adat terdapat lima aspek, yaitu: tempat upacara, waktu,
benda-benda serta perlatan upacara, orng yhang memimpin jalannnya upacara, dan orang
yang mengikuti upacara. Fungsi dari upacara adat adalah, bahwa upacara adat dengan
system-sistem simbol yang ada didalamnya berfungsi sebagai pengintegrasi antara etos
dan pandangan hidup, yang dimaksud etos adalah system nilai budaya sedangkan
pandangan hidup merupakan konsepsi warga masyarakat yang menyangkut dirinya, alam
sekitar dan segala sesuatu yang ada didalam lingkungan sekitarnya.
E. Mantenan
Mantenan merupakan sebutan kata pengantin dalam bahasa Jawa. Pernikahan
adalah salah satu cara yng dipakai untuk melambangkan bersatunya dua Insan yang
berlainan jenis dan sah menurut agama dan hukum. pernikahan adalah suatu rangkaian
upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang
berhubungan dengan kehidupan suami istri guna membentuk suatu keluarga dan
meneruskan garis keturunan. Setiap daerah mempunyai tata upacara pernikahannnya
masing-masing. Pada budaya Jawa, biasanya proses untuk menjadi manten ada
beberapatahapan dan budaya ini sudah dipadukan dnengan buday islam Jawa. Prosesi
mantenan tebu di Cembengan merupakan simbolisasi “pernikahan” tebu, dimana tebu
yang dinikahkan adalah tebui pilihan dari hasil perkebunan petani rakyat yang
“dipertemukan” dalam prosesi pernikahan untuk mengawali musim giling tebu setiap
tahunnya. Hal ini merupakan bagian dari doa dan harapan atas kerjasana dan juga hasil
panen yang baik yang telah berlangsung sejak berdirinya pabrik.
F. Tradisi
Tradisi adalah pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat, kidah-kaidah,
harta-harta, tetapi tradisi tersebut bukanlah sesuatu yang tidak dapat diubah: tradisi juga
dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan dapat diangkat dalam
keseluruhannya.menurut Hasan Hanafi (dalam buku Moh Nur Hakim) mendefinisikan
bahwa tradisi merupakan segala warisan masa lampau yang masuk pada kebudayaan
sekarang yang berlaku. Hal ini berarti bahwa, tradisi merupakan segala sesuatuyang
diwariskan oleh masa lalu tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang.
Tradisi memperlihatkan bagaimana anggotab masyarakat berperilaku, baik dalam
kehidupan duniawi terhadap hal yang gaib.

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian dengan judul “Upacara mantenan tebu pada tradisi Cembrengan di
pabrik Mojo” mengambil lokasi di Pabrik Gula Mojo, kabupaten Sragen.
B. Metode penelitian
1. Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif adalah penelitin tentang riset yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis.
2. Penelitian Survei
Metode survei adalah metode yang sering digunakan untuk memperoleh informasi
dalambentuk opini atau pendapat dari orang-orang yang berhubungan langsumg
dengan apa yang diamati. Tujuan utama dari penelitian jenis ini adalah untuk
mengetahui gambaran umum dari populasi melalui sampel beberapa orang.
Metode survei memiliki 3 karakter utama, yaitu:
- Informasi yang diperoleh dari kelompok besar yang dikumpulkan
- Informasi diperoleh melaluipengajuan pertanyaan kepada orang yang telah
ditunjuk sebagai sampel
- Informasi yang didapat biasanya dari sampel, bukan populasi.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengamati secara langsung keadaan atau situasi dari subjek penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada subjek penelitian.

PEMBAHASAN

A. Adat Cembrengan di Sragen

Sragen adalah sebuah kabupaten diprovinsi Jawa Tengah. Ibukotanya terletak


di Sragen, sekitar 30 km sebelah timur kota Surakarta. Kabupaten ini dikenal dengan
sebutan “Bumi Sukowati”, nama yang digunakan sejak masa kekuasaan kerjaan
(Kasunanan) Surakarta. Nama Sragen digunakan karena pusat pemerintahan berada di
Sragen. Di sragen setiap menjelang musim giling tebu pabrik gula mojo menggelar
upacara mantenan tebu upacara kirab tebu adalah upacara untuk meminta
keselamatan dan hasil gula yang baik, yang lebih di kenal dengan sebutan
cembrengan. Di kota sragen cembrengan lebih terkenal pasar rakyatnya yang berupa
pasar malam dibandingkan dengan upacara mantenan tebunya. Pasar malam
cembrengan biasanya digelar 1 minggu sebelum kirab tebu dan berakhir 1 minggu
setelah upacara kirab tebu. Pasar malam digelar di halaman sekitar pabrik gula mojo,
dan upacara kirab tebu sendiri biasanya dilaksanakan dilapangan atau halaman tengah
tengah pabrik gula mojo di pagi hari.
B. Sejarah Munculnya Tradisi Cembrengan

Pabrik-pabrik gula di Jawa mulai dibangun pada abad XIX kebanyakan


dimiliki oelh Belanda, Inggris dan Tionghoa. Selain untuk kebutuhan rakyat, saat itu
perdagangan gula juga sangat mengguntungkan sehingga KGPA Mangkunegara IV
dar praja Mangkunegara di Surakarta mempunyai minat pula untuk membangun
pabrik gula untuk menambah kesejahteraan rakyatnya dan menambah pendapatan
Praja Mangkunegara, Mangkunegara IV pernah berpesan (pabrik iki ora bakal
marake suggih tapi iso nguripi).

Berkaitan dengan pabrik gula, ada satu tradisi dipabrik gula guna mengawali
proses giling tebu untuk menjadi gula. Prosesi ini disebut dengan “temanten tebu”
dan “cembrengan”. Pengertian umum cembrengan berarti keramaian yang terjadi
didalam dan disekitar pabrik gula dalam rangka selamatan giling. Ada pihak yang
mengatakan bahwa kemungkinan cembreng berasal dari bahasa Tinghoa Cing bing
yang berarti ziarah kemakam leluhur, kemudian berubah menjadi Ceng Beng dan
berkembang menjadi Cembrengan untuk menunjukan peristiwa ziarah dengan segala
kegiatan yang terjadi pada acara menjelang giling. Sampai saat ini prosesi upacara
cembrengan masih dilakukan sebagai tanda awal musim giling tebu setiap April-Mei,
prosesi Cembrengan di pabrik gula Mojo diawali dengan pemilihan temanten tebu
yang terdiri dari tebu temanten pria dan tebu temanten wanita. Dua pasang tebu ini
nantinya akan diberi nama yang disesuaikan dengan pengharapan yang baik.

Upacara tradisi Cembrengan berasal dari frase dalam bahasa Cina yaitu Chin
Bing yang bearti berziarah sebelum melaksanakan tugas, tradisi ini kemudian
mengikutkan warga lokal yng juga bekerja di pabrik hingga kemudian terjadi
akulturasi budaya. Karena tidak terbiasa dengan sebutan Chin Bing maka warga lokal
lebih mudah mengejanya dengan Chin-Bing-an hinggga menjadi Cembrengan.
Upacara Tradisi Cembrengan dapat disebut sebagai akulturasi antara kebudayaan
Jawa dengan kebudayaan Tionghoa, tradisi upacara cembrengan muncul untuk
mengawali musim giling tebu dn sebelum tebu pertama dimasukan dalam mesin
penggiling. Sebelum memulai musim giling tebu biasanya para pekerja pabrik
melakukan upacara Cembrengan, sebagai suatu bentuk rasa syukur atas hasil panen,
dan merupakan doa agar proses giling tebu dapat berjalan lancar, dan hasilnya dapat
memenuhi target.

C. Prosesi Upacara Mantenan tebu pada Tradisi Cembrengan di Mojo

Mantenan antara tebu ini hanya sebuah simbolisasi, dimana tebu pilihan dari
hasil petani rakyat dan dari pabrik untuk dipertemukan dalam sebuah upacara tradisi
cembrengan, hal ini adalah bagian dari do’a dan harapan atas kerjasama dan hasil
panen yang baik yang telah berlangsung sejak pabrik ini berdiri.

Peranan pokok didalam upacara tradisi Cembrengan adlah si tebu temanten


yang akan dipersandingkan atau dipertemukan didalam Lumbung Selayur (krepyak
gilingan atau kruser). Untuk menjadi tebu temanten ada beberapa persyaratan yang
harus dimiliki oleh tebu temanten, persyaratan visual berupa sehat, lurus, panjang
besar, manis dan cukup rendemennya. Setelah ditentukan tebu yang memiliki
kriteriayang sesuai, maka selanjutnya ditentukan pemilihan hari petik tebu temanten
yang berdasarkan atas perhitungan hari baik untuk giling. Beberapa minggu sebelum
rendemen tanaman tebu dinyatakan cukup untuk dapat diproses menjadi gula, hari
baik dapat dihitung memalui bantuan sesepuh desa, orang tua, paranormal atau kajian
dari pengalaman berahun-tahun. Demikian pula lokasi diman tebu temanten Pria dan
Wanita harus berasal, dipilih berdasarkan petunjuk orang tua atau sesepuh mengenai
arah, letak, dan jalan yang harus ditempuh.

Sebelum memulai segala prosesi tersebut hal yang pertama kali dilakukan
adalah ziarah ke makam Mbah Pateh dan Mbah Kradah yang bertujuan agar arwah
atau roh roh leluhur sekitar pabrik dapat tenang dan tidak mengganggu dalam proses
penggilingan tebu yang akan dilaksanakan. Upacara selamatan giling diselenggarakan
secara meriah layaknya suatu perhelatan. Agar lebih menarik, upacra selamatan
dikemas seperti upacara pernikahan. Karena yang mempunyai hajad pabrik gula,
maka pasangn temanten secara simbolis berwujud sepasang tebu yang kemudian lebih
dikenal dengan “Tebu Temanten”. Ijab dinyatakan selesai setelah tebu temanten
dimasukkan bersama-sama dengan tebu pengiring distasiun gilingan.

D. Makna simbolis upacara mantenan tebu pada tradisi cembrengan


Sebagaimana upacara Jawa yang tidak pernah meninggalkan sesaji, maka
upacara memetik sampai dengan mempersandingkan tebu temanten krepyak gilingan
disertai dengan sesaji yang beraneka ragam macamnya antara lain berupa kepala
kerbau, berbagai jenis jenang(bubur), kecok bakal, telor, kinangan, berbagai jenis
tumpeng, berbagai jenis ketupat, pala pendem, kembang telon yang semua itu
ditempatkan ditempat tertentu didalaam rangkaian upacara selamatan giling dan
ditugaskan kepada orang tertentu yang dianggap tua untuk diberi tanggung jawab
pelaksanaannya. Khususnya mengenai sesaji kepla kerbau/sapi dilammbangkan
sebagai ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mohon rahmat dan bimbingan Nya
agar didalam melaksanakan tugas besar yang menyangkut ornag banyak, mulai dari
petani di kebun tebu, petugas tebang dan angkut tebu ke pabrik maupun semua
karyawan yang menjalankan mesin-mesin dipabrik serta seluruh karyawan dan
pimpinannya dalam lindungan Nya serta dapat menghasilkan gula yang baik yang
diperlukan rakyat dan Negara. Jaman dahulu tebu temanten diletakkan di dalam
gerobag yang dihiasi dengan buntal, dikerjakan oleh seorang petugas yang
berpangkat Rangga atau demang. Gerobag tersebut ditarik oleh dua ekor lembu dan
lembu-lembu tersebut setelah sampai dipabrik lalu disembelih, kepalanya untuk sesaji
dan baadnnya untuk keperluan selamatan, dagingnya dimakan oprang banyak. Karena
itu hingga kini sesaji kepala kerbau/sapi harus memilih yang masih segar atau masih
darahnya.
E. Selamatan
Sesaji maupun selamatan merupakan satu kesatuan yang utuh yang menjadi
tradisi budaya leluhur didalam melaksankan ketaqwaan kita kepada tuhan YME,
untuk memohon ridho-Nya agar dapat bekerja dengan selamat dan mencapai hasil
yang bermanfaat bagi umat manusia. Upacara selamatan giling adalah untuk
menunjukkan kesiapan segala sarana dalam pabrik gula untuk menerima tanaman
tebu kemudian diproses menjadi gula bagi kepentingan NAsional dan sekaligus untuk
meningkatkan kesejahteraan para petani.
F. Nilai-nilai yang terkandung dalam adat Cembrengan
Setiap tahapan dalam tradisi cembrengan memiliki makna simbolis yang
mengadung nilai – nilai luhur, salah satunya yaitu nilai religious yang sangat
mengajarkan kita untuk senantiasa berdo’a sebelum melakukan suatu kegiatan,
kemudian terdapt sikap kerjasama, gotong royong, semangat kebersamaan, saling
berbagi, dan toleransi dalam adat cembrengan tercermin saat karyawan pabrik
melaksanakan prosesi upacara. Pasar malam yang digelar disekitar pabrik gula selama
perayaan adalah upaya untuk mempererat hhubungan antara pabrik gula dengan
masyarakat yang tinggal disekitar area pabrik, dengan adanya pasar malam tersebut
diharapkan bahwa berkah adanya pabrik gula bisa dirasakan oleh masyarakat luas.

KESIMPULAN

Sebelum memulai musim giling tebu biasanya para pekerja pabrik melakukan
upacara Cembrengan, sebagai suatu rasa syukur atas hasil panen, dan merupakan doa
agar proses giling tebu dapat berjaln lancar, dan hasilnya dapat memenuhi target.
Upacara Mantenan tebu pada Cembrengan tidak mengalami perubahan yang banyak
dan masih menjga nilai luhur warisan nenek moyang, terdapat suatu kepercayaan
dalam diri masyarakat Jawa bahwa suatu tatanan leluhur, akan membawa masyarakat
tersebut kepada kabaikan dan apa bila dilanggar atau ditinggalkan akan membawa
suatu mala petaka. Maka upacara cembrengan menjadi sarana selamatan sebelum
memulai musim giling tebu, yang dipercayai akan menjauhkan malapetaka selama
musim giling tebu berlangsung. Penggunaan berbagai sesaji dapat melambangkan
beberapa hal, seperti sebagai bentuk rasa syukur, sebgai sarana penolak bala dan
sebagai perwujudan do’a kepada leluhur.

Simbol-simbol dalam ritual Cembrengan terdapat pesan atau wejangan yang


ditujukan kepada kelancaran jalannya proses giling tebu, sehingga maknadari
berbagai symbol yang digunakan merupakan manifestasi dari rasa syukur yang
diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Simbol-simbol tersebut memberikan pengaruh
positif yang signifikan dalam kehidupan mereka,baik secara psikolog, sosial
kemasyarakaatan, maupun secara keagamaan,sehingga menjadikan mereka selalu
berusaha melakukan yang terbaik dalam hidupnya, baik dalam lingkungannya secara
horizontal dengan manusia dan makhluk lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abrori, fajar. 2017. Cembengan, Ritual Kuno Arakan Kepala Kerbau di Pabrik Gula.
https://www.google.com/amp/s/m.liputan6.com/amp/2936185/cembengan-ritual-kuno-arakan-
kepala-kerbau-di-pabrik-gula. Diakses pada 10 April 2019.

Sulastri, Dewi. 2015. Pengantar Hukum Adat. Bandung: CV Pustaka Setia.

Pramono, AA. 2009. Makna Simbol Ritual Cembengan di Muadukismo kabupaten Bantul.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.uin-
suka.ac.id/3298/1/BAB%2520I
%252CV.pdf&ved=2ahUKEwjNjNf8vaXiAhXC4XMBHW0SAhsQFjABegQIARAB&usg=AO
vVaw3ws36m_ET_cijwUNr8eDSJ. Diakses pada 18 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai