Anda di halaman 1dari 16

"Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning"

Nama Dosen Pengampu: Indayana Febriani Tanjung, M.Pd.

Oleh:
Nama : Filzah Anisa Mayari
Nim : 0310193146
Kelas : Tadris Biologi IV

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah Swt karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayat-nya penulis telah menyelesaikan makalah ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada ibu
Indayana Febriani Tanjung, M.Pd. selaku Dosen mata kuliah Strategi Pembelajaran yang telah
memberikan tugas ini kepada penulis. Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah penulis buat. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dimasa depan.

Rantau Prapat, 25 Juni 2021

Filzah Anisa Mayari

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 1


BAB I ............................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4
1.3Tujuan Penulisan ................................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 5
A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual ..................................................... 5
B. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL .............................................................. 6
C. Komponen Pembelajaran Kontekstual .......................................................................... 7
D. Perbedaan CTL dan Konvensional................................................................................. 9
E. Peran Guru dan Siswa dalam CTL .............................................................................. 11
F. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kontekstual.......................... 12
G. CTL dalam Perspektif Pendidikan Islam ...................................................................... 13
BAB III ......................................................................................................................................... 14
PENUTUP .................................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 14
3.2 Saran ................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 15

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang diperlukan untuk kemajuan sebuah


bangsa. Keberhasilan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang dicapai pada
masyarakat bangsa tersebut. Indonesia merupakan negara dengan potensi tenaga pengajar
yang cukup tinggi. Tingkat kelulusan dari fakultas keguruan dan ilmu pendidikan pun
semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dapat dimanfaatkan dalam memajukan
pendidikan bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan
kualitas manusia sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan. Aktivitas dalam mendidik
yang merupakan suatu pekerjaan memiliki tujuan dan ada sesuatu yang hendak dicapai dalam
pekerjaan tersebut, maka dalam pelaksanaannya berada dalam suatu proses yang
berkesinambungan di setiap jenis dan jenjang pendidikan, semuanya berkaitan dalam suatu
sistem pendidikan yang integral.

Guru harus menyadari bahwa mengajar memiliki sifat yang sangat kompleks karena
melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis
menunjuk pada kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan
pendidikan, karena itu guru harus mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar atau
kedewasaan. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik yang belajar
pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda satu dengan yang lainnya,
sehingga menuntut materi yang berbeda pula. Perbedaan tersebut menuntut model mengajar
yang berbeda, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis menunjuk
pada pengaturan belajar peserta didik oleh para guru yang menuntut sebagai prosedur
didaktis, berbagai cara pengelompokkan peserta didik, dan beraneka ragam media
pembelajaran. Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian informasi
kepada peserta didik. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang proses belajar mengajar di
sekolah telah muncul dan berkembang sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berpihak kepada siswa sebagaimana yang dimaksud adalah pembelajaran yang


mampu meningkatkan, dan menumbuh kembangkan cara belajar siswa sehingga keaktifan
siswa dapat ditumbuhkan, dan salah satu strategi yang dapat digunakan guru adalah strategi
pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Sebagaimana diketahui bahwa
contextual teaching and learning sangat mengedepankan aspek kerja sama kelompok, dan
3
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua : Contextual Teaching
and Learning mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga : Contextual Teaching and Learning mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan, artinya Contextual Teaching and Learning bukan hanya mengharapkan
siswa dapat memahami 7 materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran
itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu konsep dasar strategi pembelajaran kontekstual?


2. Bagaimana latar belakang filosofis dan psikologis CTL ?
3. Apa saja komponen pembelajaran kontekstual?
4. Apa saja perbedaan CTL dan konvensional?
5. Bagaimana peran guru dan siswa dalam CTL?
6. Apa saja keunggulan dan kelemahan strategi pembelajaran contextual?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu konsep dasar strategi pembelajaran kontekstual?
2. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang filosofis dan psikologis CTL ?
3. Untuk mengetahui apa saja komponen pembelajaran kontekstual?
4. Untuk mengetahui apa saja perbedaan CTL dan konvensional?
5. Untuk mengetahui bagaimana peran guru dan siswa dalam CTL?
6. Untuk mengetahui apa saja keunggulan dan kelemahan strategi pembelajaran
contextual?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual pada awalnya dikembangkan oleh John Dewey dari
pengalaman pembelajaran tradisionalnya. Pada tahun 1918 Dewey merumuskan
kurikulum dan metodologi pembelajaran yang berkaitan dengan pengalaman dan
minat siswa. Siswa akan belajar dengan baik jika yang dipelajarinya terkait dengan
pengetahuan dan kegiatan yang telah diketahuinya dan terjadi di sekelilingnya. Kata
kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks,
suasana dan keadaan (konteks) ”.
Contextual Teaching and Learning ( CTL) adalah suatu srategi pembelajaran
yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya
proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar
dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan
tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting, sebab cdengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa matri itu akan bermakna secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori
siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai prilakunya
dalam kehidpan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL mereka dalam
mengarungi kehidupan nyata.

5
B. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL
1. Latar belakang Filosofis

CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstrutivisme yang digagas oleh Mark
Baldwin pemikiran epistemologi Giambatista Vico ( Suparno, 1977). Vico berpendapat; “
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaanya.”
Mengetahui, menurut Vico, berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya,
seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang
membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari
orang atau subjek yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang
mengamati.

Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan


memengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah skedar menghafal,
tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukan hasil
“ pemberian” dari orang lain seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang
dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberitahuan tidak akan menjadi
pengetahuan yang bermakna.

2. Latar belakang Psikologis

Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran
aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran Psikologis
kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan
lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respons.
Belajar tidak sderhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak sperti
emosi, minat, motivasi dan kemampuan atau pengalaman.

Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang
berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak
semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya
faktor pendorong yang ada di belakang gerakan fisik itu. Manusia selamanya memiliki
kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk
berprilaku. Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa
hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL.

6
a. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai
dengan pengalaman yang mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pula
pengetahuan yang mereka peroleh.
b. Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas – lepas.pengetahuan itu pada
dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan
pengetahuan yang dimilki akan berpengaruh terhadap pola – pola perilaku manusia,
seperti pola berfikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk
penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan
mendalam, maka akan semakin efektif dalam berfikir.
c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak
akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan
tetapi juga mental dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar bagaimana
anak menghadapi setiap persoalan.
d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang
sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu, belajar tidak dapat sekaligus, akan
tetapi sesuai dengan irama kemampuan siswa.
e. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena
itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk
kehidupan anak (real world learning)

C. Komponen Pembelajaran Kontekstual


Terdapat 7 (tujuh) komponen pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, penemuan,
bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian otentik.
1. Konstruktivisme (Constructivism).
Konstruktivisme adalah mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya. Menurut Sardiman, teori atau aliran ini
merupakan landasan berfikir bagi pendekatan kontekstual (CTL). Pengetahuan riil bagi
para siswa adalah sesuatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa itu sendiri. Jadi
pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang diingat siswa, tetapi
siswa harus merekonstruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna melalui
pengalaman nyata.
2. Menemukan (Inquiry).

7
Menemukan atau inkuiri adalah proses pembelajaran yang didasarkan pada proses
pencarian penemuan melalui proses berfikir secara sistematis, yaitu proses pemindahan
dari pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar mengunakan keterampilan
berfikir kritis. Menurut Lukmanul Hakiim, guru harus merencanakan situasi sedemikian
rupa, sehingga para siswa bekerja menggunakan prosedur mengenali masalah, menjawab
pertanyaan, menggunakan prosedur penelitian/investigasi, dan menyiapkan kerangka
berfikir , hipotesis, dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada dunia nyata.
3. Bertanya (questioning).
Bertanya, yaitu mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui dialog interaktif
melalui tanya jawab oleh keseluruhan unsur yang terlibat dalam komunitas belajar.
Dengan penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan
hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Dengan mengajukan pertanyaan,
mendorong siswa untuk selalu bersikap tidak menerima suatu pendapat, ide atau teori
secara mentah. Ini dapat mendorong sikap selalu ingin mengetahui dan mendalami
(curiosity) berbagai teori, dan dapat mendorong untuk belajar lebih jauh.
4. Masyarakat Belajar (learning community).
Konsep masyarakat belajar (learning community) ialah hasil pembelajaran yang
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Guru dalam pembelajaran kontekstual (CTL)
selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok yang anggotanya
heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang
belum tahu, dan seterusnya. Dalam praktiknya “masyarakat belajar” terwujud dalam
pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja sama
dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, bekerja sama dengan
masyarakat.
5. Pemodelan (modeling).
Dalam pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, perlu ada model yang
bisa ditiru oleh siswa. Model dalam hal ini bisa berupa cara mengoperasikan, cara
melempar atau menendang bola dalam olah raga, cara melafalkan dalam bahasa asing,
atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Guru menjadi model dan
memberikan contoh untuk dilihat dan ditiru. Apapun yang dilakukan guru, maka guru
akan bertindak sebagai model bagi siswa. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu, maka
siswapun akan berfikir sama bahwa dia bisa melakukannya juga.
6. Refleksi (reflection).

8
Refleksi merupakan upaya untuk melihat, mengorganisir, menganalisis,
mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. Realisasi praktik di kelas
dirancang pada setiap akhir pembelajaran, yaitu dengan cara guru menyisakan waktu
untuk memberikan kesempatan bagi para siswa melakukan refleksi berupa : pernyataan
langsung siswa tentang apa-apa yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran, catatan
atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu, diskusi,
dan hasil karya.
7. Penilaian Otentik (authentic assessment).
Pencapaian siswa tidak cukup hanya diukur dengan tes saja, hasil belajar hendaknya
diukur dengan assesmen autentik yang bisa menyediakan informasi yang benar dan akurat
mengenai apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang
kualitas program pendidikan. Penilaian otentik merupakan proses pengumpulan berbagai
data untuk memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Data ini dapat berupa tes
tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performance (penampilan presentasi)
yang terangkum dalam portofolio siswa.
D. Perbedaan CTL dan Konvensional
Jika dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran yang kebanyakkan digunakan di
sekolah selama ini ( pola pendekatan tradisional / konvensional ), pendekatan kontekstual
secara teoritis memiliki sejumlah perbedaan yang sekaligus menunjukan kelebihannya
dari pendekatan konvensional tersebut. Salah satu perbedaan yang menonjol dari kedua
pendekatan ini adalah di dalam pembelajaran kontekstual siswa secara aktif terlibat dalam
proses pembelajaran, sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa adalah penerima
informasi secara pasif.
Pembelajaran kontekstual berbasis pada siswa (student centered) sedangkan
pembelajaran konvensional berbasis pada guru (teacher centered).Dalam pembelajaran
kontekstual siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi;
sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa belajar secara individual.
Pembelajaran kontekstual mengaitkan materi yang disampikan dengan kehidupan nyata
dan atau disimulasikan dengan kehidupan nyata, sedangkan pembelajaran konvensional
sangat abstrak dan teoretis.

Tabel berikut menjelaskan perbedaan antara pendekatan pembelajaran kontekstual dengan


pendekatan konvensional.

9
No Pendekatan Kontekstual (CTL) Pendekatan Konvensional (Tradisional)
1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses Siswa adalah penerima informasi secara
pembelajaran pasif
2. Siswa belajar dari teman melalui kerja Siswa belajar secara individual
kelompok, diskusi, saling mengoreksi
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
dan atau yang disimulasikan
4. Perilaku dibangun atas dasar kesadaran diri Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan
5. Keterampilan dikembangkan atas dasar Keterampilan dikembangkan atas dasar
pemahaman latihan
6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian
(angka) rapor
7. Seseorang tidak melakukan yang jelek karena Seseorang tidak melakukan yang
dia sadar hal itu keliru dan merugikan jelek karena dia takut hukuman
8. Bahasa diajarkan dengan pendekatan Bahasa diajarkan dengan pendekatan
komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan struktural: rumus diterangkan sampai
bahasa dalam konteks nyata paham kemudian dilatihkan
9. Pemahaman siswa dikembangkan atas dasar Pemahaman ada di luar siswa, yang harus
yang sudah ada dalam diri siswa diterangkan, diterima, dan dihafal
10. Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, Siswa secara pasif menerima rumusan atau
terlibat dalam mengupayakan terjadinnya proses pemahaman (membaca, mendengarkan,
pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung mencatat, menghafal) tanpa memberikan
jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang kontribusi ide dalam proses pembelajaran
efektif dan membawa pemahaman masing-
masing dalam proses pembelajaran
11. Pengetahuan yang dimiliki manusia Pengetahuan adalah penangkapan terhadap
dikembangkan oleh manusia itu sendiri. serangkaian fakta, konsep, atau hukum
Manusia diciptakan atau membangun yang berada di luar diri manusia
pengetahuan dengan cara memberi arti dan
memahami pengalamannya
12. Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan Bersifat absolut dan bersifat final
oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu
mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan
itu selalu berkembang
13. Siswa diminta bertanggung jawab memonitor Guru adalah penentu jalannya proses
dan mengembangkan pembelajaran mereka pembelajaran
masing-masing
14. Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat Pembelajaran tidak memperhatikan
diutamakan pengalaman siswa
15. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara: Hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes
proses, bekerja, hasil karya, penampilan,
rekaman, tes, dll.
16. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
konteks dan setting
17. Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek
18. Perilaku baik berdasar motivasi intrinsic Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik
19. Berbasis pada siswa Berbasis pada guru
20. Seseorang berperilaku baik karena ia yakin Seseorang berperilaku baik karena dia
itulah yang terbaik dan bermanfaat terbiasa melakukan begitu.
10
E. Peran Guru dan Siswa dalam CTL
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki
siswa tersebut oleh Bobbi Deporter (1992) dinamakan sebagai unsur modalitas belajar.
Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis.
Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar
dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar
dengan cara menggunakan alat pendengarannya, sedangkan tipe kinestetis adalah tipe
belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar
dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar
siswa. Dalam proses belajar konvensional,hal ini sering terlupakan proses pembelajaran
tak ubahnya sebagai proses pemaksaan kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai
sistem penindasan.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap
guru manakala menggunakan pendekatan CTL.
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Anak bukanlah orang
dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedanng berada dalam
tahap-tahap perkembangan. Peran guru bukanlah serbagai instruktur atau
”penguasa” yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing
siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecendrungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh
tantangan. Oleh karena itu belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan
setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian guru berperan dalam memilih
bahan-bahan belajar yang dianggap penting untik dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara
hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran
Guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara
pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada
(asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi), dengan demikian,

11
tugas guru adalah memfasilitasi (mempermudah) agar anak mampu melakukan
proses asimilasi dan proses akomodasi.
F. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kontekstual
Adapun beberapa kelebihan dari pembelajaran Kontekstual adalah:
 Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat
menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan
nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam
erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
 Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada
siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui
landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”
bukan ”menghafal”.
 Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental.
 Kelas dalam pembelajaran Kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di
lapangan.
 Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari
guru.
 Penerapan pembelajaran Kontekstual dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang bermakna.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran Kontekstual adalah sebagai berikut:
 Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran Kontekstual
berlangsung.
 Jika guru tidak dapat mengendalikan kelas maka dapat menciptakan situasi kelas
yang kurang kondusif.
 Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru tidak
lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.

12
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah
sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
 Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar menyadari dan dengan sadar
menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam
konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra
terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan.
G. CTL dalam Perspektif Pendidikan Islam
Sebagai kata kunci yang mengantarkan untuk masuk lebih dalam mencari
esensi pembelajaran kontekstual dalam pendidikan Islam adalah kata hikmah (‫)حكمة‬
yang terdapat dalam surah al-Luqman:12 sebagai landasan berpikirnya, pemahaman
ayat ini akan dikembangkan dari tafsir dan ditambahi hadis sebagai suplemennya.
Dalam al-Qur‟an kurang lebih kata al-Hikmah di ulang-ulang sebanyak 20
kali. Tentu setiap ayat yang mengandung kata al-Hikmah ini saling berkaitan tetapi
penulis hanya akan membahas ayat yang dipandang lebih menyentuh kepada inti
persoalan pendidikan kontekstual. QS. Al-Luqman: 12, menyebutkan,

Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu
bersyukur kepada Allah. dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak
bersykur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Mengutip defenisi dari ulama, yaitu, hikmah adalah kesempurnaan jiwa
manusia yang akan terpenuhi dengan cara menerima ilmu secara teoritis sebagai
landasan gerak menuju kesempurnaan perbuatan luhur sesuai dengan kemampuannya.
Isma‟il memberi penjelasan yang sama dengan redaksi yang berbeda, menurutnya,
hikmah dalam ayat tersebut adalah kesatuan kebenaran dalam lisan, pikiran dan
perbuatan, dengan begitu akan mengarahkan seseorang berpikir dengan bijak dan
bertindak dengan bijak
13
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Contextual Teaching and Learning ( CTL) adalah suatu srategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, CTL menekankan
kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar
diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL
tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan
menemukan sendiri materi pelajaran.
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran dapat
meningkatkan kecerdasan spiritual dan emosional
3.2 Saran
Alhamdulillah pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar dan tepat
waktu. Harapan penulis semoga dengan terselesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun para pembaca. Namun makalah ini tidak lepas dari segala
kelemahankelemahan karena keterbatasan yang selalu ada pada diri manusia. Oleh sebab itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna tercapainya kemaslahatan
bersama. Terimakasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2013).

Depdiknas, Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual,(Jakarta: Direktorat Sekolah

Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah: 2003).

Indayana, Febriani Tanjung. 2018. Strategi Pembelajaran Biologi. Medan: CV.


Widya Puspita.

Lukmanul Hakiim, Perenncanaan Pembelajaran, (Bandung: Wacana Prima, 2009

Sanjaya, Wina. 2014. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.

15

Anda mungkin juga menyukai