Anda di halaman 1dari 13

Modul 4 INGATAN DAN BELAJAR

INGATAN (MEMORI) Ingatan atau memori adalah sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan otak dalam pengambilan informasi. Ingatan banyak dipelajari dalam psikologi kognitif dan ilmu saraf.

Kategori Ada banyak klasifikasi ingatan berdasarkan durasi, alam, dan pengambilan sesuatu yang diinginkan. Pada dasarnya ingatan dapat dibagi pada dua kategori yaitu : 1. Ingatan eksplisit Ingatan eksplisit meliputi penginderaan, semantik, episodik, naratif, dan ingatan otobiografi. Kegunaan dari ingatan eksplisit adalah untuk informasi sosial dan identitas, penggambaran otobiografi, aturan sosial, norma, harapan. Beberapa ciri dari ingatan eksplisit adalah :

Berkembang belakangan / bias kortikal Bias hemisfer kiri Hippocampal / dorsal lateral Memiliki konteks atau sumber ingatan yang jelas

2. Ingatan implisit Ingatan implisit meliputi penginderaan, emosi, ingatan prosedural, pengkondisian rangsang - respon. Kegunaan dari ingatan implisit adalah tempat skema kelekatan, transference, dan super ego. Beberapa ciri dari ingatan implisit adalah :

Berkembang lebih awal / bias subkortikal Bias hemisfer kanan Berpusat pada Amigdala Bebas dari konteks atau tidak memiliki sumber atribusi atau pelabelan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

Pembentukan Ingatan Tahapan utama dalam pembentukan ingatan adalah :

1. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera


dan sirkuit saraf internal.

2. Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu


berada berserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana.

3. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah


menggunakan informasi yang disimpan Jenis-jenis Ingatan Pemanggilan diketahui dengan empat cara :

1. Pengingatan (Recall), Proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan


informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.

2. Pengenalan (Recognition), Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah


fakta; lebih mudah mengenalnya.

3. Belajar lagi (Relearning), Menguasai kembali pelajaran yang sudah kita


peroleh termasuk pekerjaan memori.

4. Reintergrasi (Reintergration), Merekontruksi seluruh masa lalu dari satu


petunjuk memori kecil. Mekanisme Ingatan Ada tiga teori yang menjelaskan memori :

1. Teori Aus (Disuse Theory), memori hilang karena waktu. William James dan
Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa the more memorizing one does, the poorer ones ability to memorize makin sering mengingat, makin jelek kemampuan mengingat.

2. Teori Interferensi (Interference Theory), Memori merupakan meja lilin atau


kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada menja lilin atau kanvas itu. Ada 5 hal yang menjadi hambatan terhapusnya rekaman : Interferensi, inhibisi retroaktif (hambatan kebelakang), inhibisi proaktif (hambatan kedepan), hambatan motivasional, dan amnesia.

3. Teori Pengolahan Informasi (Information Processing Theory), menyatakan


bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang inderawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memory jangka pendek; lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukan pada Long-Term Memory (LTM, memori jangka panjang)

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

BELAJAR Morgan, King & Robinson : Learning is defined as any relatively permanent change in behavior which occurs as a result of practice or experience Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai hasil latihan dan pengalaman. Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan pengetahuan saja. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya. Perubahannya tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. perubahan yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, tapi terutama hanya dalam potensi seseorang untuk berperilaku. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.

TEORI-TEORI BELAJAR
1. Konsep dan Pengertian Teori Behaviorisme Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan normanorma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. Pada umumnya teori belajar yang termasuk ke dalam keluarga besar behaviorisme memandang manusia sebagai organisme yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli di sekitar lingkungannya. Orang akan bereaksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan secara terus menerus dan dalam waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

perilaku individu. Misalnya dalam hal kepercayaan sebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di televisi. Mereka sudah tahu dan terbiasa menggunakan obat-obat tertentu yang secara gencar ditayangkan media televisi. Jika orang sakit maag maka obatnya adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obatobat lain yang sering diiklankan televisi. Jenis obat lain tidak pernah digunakannya untuk penyakit maag tadi, padahal mungkin saja secara higienis obat yang tidak tertampilkan di iklan, lebih manjur, misalnya jamu. Teradapat adalah : Unsur Pokok dalam proses belajar dalam pola hubungan S-R ini

1. Dorongan (drive), 2. Rangsangan (stimulus), 3. Respons, dan 4. Penguatan (reinforcement).


Unsur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Seorang anak merasakan adanya kebutuhan akan tersedianya sejumlah uang untuk membeli buku bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang kepada ibu atau bapaknya. Unsur dorongan ini ada pada setiap orang, meskipun kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu peduli akan terpenuhi atau tidaknya. Unsur berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Contoh rangsangan antara lain adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dan bahkan bisa juga penampilan seorang gadis cantik dengan bikininya yang ketat. Dalam kegiatan mengajar ataupun kuliah, di mana banyak pesertanya yang tidak tertarik atau mengantuk, maka pengajar bisa merangsangnya dengan sejumlah cara yang bisa dilakukan, misalnya dengan bertanya tentang masalahmasalah tertentu yang sedang trendy saat ini, atau bisa juga dengan mengadakan sedikit humor segar untuk membangkitkan kesiagaan peserta dalam belajar. Dari adanya rangsangan atau stimulus ini maka timbul reaksi, dimana bentuk reaksi ini bisa bermacam-macam, bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari luar inilah yang disebut dengan respons . Respons ini bisa diamati dari luar. Respons positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

diharapkan. Sedangkan yang respons negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan. Unsur yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi. Seorang anak kecil yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahkan bisa menderita guncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi.

2. Teori belajar S-R (Stimulus-Respons) Teori belajar S-R yang langsung ini disebut juga dengan koneksionisme menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson, dalam perkembangan besarnya koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik. Dikatakan koneksionisme karena proses hubungan antara stimulus dan respons bersifat langsung. Kelak para ahli psikologi banyak yang mengembangkannya dengan masih berakar dari S-R ini seperti Albert Bandura, B.F Skinner, Robert M. Gagne, dll. Koneksionisme Thorndike berasumsi bahwa belajar merupakan proses hubungan dua unsur fisik dan mental secara bergabungan. Unit mental adalah sesuatu yang dirasakan sedang unit fisik adalah stimulus dan respons. Secara khusus ia melihat bahwa belajar sebagai proses hubungan antara unsur mental dan unsur fisik, unit fisik dengan unit fisik, dan mental dengan unit mental. Teori belajar dari Thorndike disebut juga dengan S-R bond. Melalui pembiasaan, respons tertentu dihubungkan dengan stimulus tertentu. Pola hubungan atau koneksi ini bersifat biologis, yakni perubahan dalam sistem saraf. Belajar terjadi jika stimulus mendapatkan respons yang benar, dan respons yang benar diperoleh melalui tindakan merespons secara trial and error; mencoba, gagal, mencoba lagi, gagal lagi, sampai pada kali tertentu menjadi berhasil.

Gambar tentang teori belajar koneksionisme : Hubungan langsung S (koneksi) R

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa


kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons


akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih. Teori Classical Conditioning Pavlov ini pada asalnya merupakan suatu percobaan yang dilakukan pada seekor anjing yang sedang lapar. Setiap kali diberi makan, bel dibunyikan, keluar air liur. Demikian seterusnya hal ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga pada kali tertentu, tanpa pemberian makanan pun, apabila bel dibunyikan, anjing tadi mengeluarkan air liur. Gambar hubungan stimulus tanpa kondisi dan respons tanpa kondisi Pavlov : (US) (UR) Proses S-R ini bisa berlangsung secara mekanis, dan bahkan seseorang terkadang tidak harus dalam keadaan belajar. Pengubahan respons tanpa kondisi (UR) menjadi respons berkondisi bisa ditempuh dengan menambahkan kondisi tertentu pada stimulus (CS). Dengan demikian, jika hal ini dilakukan secara berulangulang, pada suatu saat seseorang bisa belajar dengan cara memberikan respons tertentu yang sesuai dengan harapan (CR). Rumus atau gambar perubahan tersebut bisa dipola sebagai berikut : US US+CS US+CS US+CS UR UR UR+CR CR UR

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

CS

CR

CR

Pembiasaan klasik ini dapat menjelaskan pola kebiasaan yang terjadi seharihari. Contoh yang mirip dengan model rumus perubahan di atas adalah ketika sedang berlangsung ujian di kalangan mahasiswa atau para pelajar pada umumnya yang biasa nyontek. Pengawas ujian keluar sebentar (mau ke toilet), lalu masuk lagi ke dalam ruangan sambil mengetuk pintu, peserta ujian yang nyontek ketakutan. Pengawas ujian keluar lagi (karena ada keperluan lagi) dan masuk lagi dengan didahului mengetuk pintu lagi, peserta ujian pun ketakutan lagi (dengan cara buruburu menyembunyikan kertas contekannya). Pada kali tertentu, pengawas ujian keluar lagi, dan dari luar mengetuk pintu tetapi tidak dibarengi dengan masuk ke dalam ruang ujian, peserta ujian yang nyontek pun ketakutan, padahal tidak ada pengawas yang masuk. Peserta ujian yang nyontek pada pelaksanaannya sering ketakutan ketika sedang ujian ada yang mengetuk pintu. Dengan kata lain, ketukan pintu bisa membuat takut para peserta ujian (yang nyontek tentunya). Pembiasaan klasik ini berasumsi bahwa individu yang sedang belajar itu pasif dan tentu saja reaktif terhadap stimulus yang datang dari luar. Oleh karena itu respons harus dikontrol dari luar. Stimulus apa dan kapan diberikannya, pihak luarlah yang menentukan. Individu tadi hanya berperilaku sesuai dengan stimulus yang diberikan. Dan oleh karena itu dalam hal ini disebut sebagai perilaku responden (respondent behavior). Stimuluslah yang menyebabkan perilaku seseorang. Dalam pandangan perpustakaan, informasi yang tersedia atau tersaji di berbagai media bisa berperan sebagai stimulus. Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : 1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. 2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. Berbeda dengan teori belajar behavioris khususnya pembiasaan klasik dari Pavlov di atas, Operant Conditioning Skinner yang berperan dominan adalah pihak luar dalam memberikan stimulus kepada seseorang, pihak luarlah yang harus menunggu adanya respons yang diinginkan. Jika respons yang timbul itu benar maka langsung diberi penguatan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

Di sini guru dianggap sebagai seorang arsitek dan pembangun perilaku murid-muridnya. Oleh karena itu tugasnya hanya merancang dan mengkondisikan suasana sehingga masing-masing murid atau sasaran berperilaku responsif secara terus-menerus sesuai dengan yang diharapkan. Individu berperilaku secara aktif agar diberi penguatan. Skinner mengatakan bahwa hampir seluruh perilaku manusia merupakan produk dari penguatan operant, dan teorinya disebut dengan pembiasaan operant (operant conditioning). Penguatan diberikan karena adanya respons yang benar, sehingga hal ini menyebabkan respons dilakukan secara berulang-ulang. Menurut Skinner, belajar masih dalam pola hubungan S-R, namun ia lebih memandang bahwa individu yang sedang belajarlah yang aktif, bukan sebaliknya seperti menurut Pavlov. Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : 1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. 2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Teori belajar Conditions of Learning Robert M. Gagne, mengembangkan pendekatan behavioristik eklektik pada psikologi belajar. Belajar katanya merupakan perubahan dalam keterampilan seseorang. Gagne menyebutkan adanya tahap-tahap perkembangan intelektual seseorang dalam kaitannya dengan belajar. Tahap-tahap tersebut bersusun secara hierarkis, dimulai dari tahap yang paling mudah sampai kepada tahap yang paling sulit, dari tahap belajar signal sampai kepada tahap belajar memecahkan masalah. Konsep belajar bertahap secara hierarki ini secara tidak langsung merupakan reduksi dari hubungan mekanisme S-R yang lalu, namun di sini sudah lebih kompleks unsur-unsurnya. Tahapan-tahapan tersebut yang disebut juga dengan Conditions of learning atau juga tipe-tipe belajar adalah sebagai berikut : 1) Belajar signal, belajar melalui tanda-tanda 2) Belajar stimulus-respons 3) Belajar melalui pola perangkaian (chaining) 4) Belajar asosiasi verbal (verbal association) 5) Belajar diskriminasi (discrimination learning) 6) Belajar konsep

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

7) Belajar keteraturan konsep (rule learning) 8) Belajar pemecahan masalah (problem solving) Tahap belajar signal mendasari tahap belajar selanjutnya (tahap kedua). Demikian seterusnya sehingga tahap belajar pemecahan masalah (tahap ke delapan) hanya bisa dilalui setelah tahap-tahap sebelumnya dikuasai. Contoh konkretnya di lapangan adalah, orang tidak akan bisa mempelajari ilmu ukur ruang sebelum menguasai dasar ilmu ukur bidang. Belajar akar-akaran dalam matematika tidak akan berhasil jika belum menguasai dasar perkalian, dsb. 3. Teori belajar Sosial dari Bandura Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik dengan penguatan dan psikologi kognitif, dengan prinsip modifikasi perilaku. Proses belajar masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Belajar adalah proses perubahan perilaku yang dibentuk melalui umpan balik informatif yang dihasilkan oleh perilaku langsung individu dalam interaksinya dengan lingkungannya, misalnya melalui melihat, mengamati, dan bahkan meniru orang lain di sekitarnya. Dengan demikian maka peristiwa belajar bisa menyenangkan, menyedihkan, atau bisa apa saja sesuai dengan kondisi mental orang yang sedang belajar tadi. Proses perubahan dengan pola belajar sosial ini banyak kaitannya dengan besarnya kondisi lingkungan sekitar yang mempengaruhi individu. Misalnya seorang yang hidupnya dan dibesarkan di lingkungan judi, maka dia cenderung menyenangi judi, atau setidaknya menganggap bahwa judi itu tidak jelek. Orang akan selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial sekitarnya. Teori belajar sosial memeng cocok untuk menjelaskan pola perilaku langsung manusia dalam interaksinya dengan lingkungannya. Berarti di sini terjadi hubungan timbal balik antara manusia dengan aspek lingkungan. Dalam kondisi seperti ini, faktor lingkungan sangat kuat pengaruhnya. Bentuk dari belajar dengan model interaksi dengan lingkungan ini bisa diamatai dari luar. Komponen-komponen dari proses belajar yang bersifat observasional ini, seperti yang tampak dalam aspekaspek berikut : (1) Atensi (attention), yang meliputi peristiwa-peristiwa yang dijadikan model, dan karakteristik pengamat. (2) Retensi, yang meliputi symbolic coding, organisasi kognitif. (3) Reproduksi gerak (motor reproduction), yang meliputi kapabilitas fisik, pengamatan diri, keakuratan umpan balik

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

(4) Motivasi, yang meliputi internal maupun eksternal, dan juga penguatan diri. 4. Transfer belajar dalam teori S-R dan penekanan komunikasi informasi dan instruksionalnya Khususnya dalam teori belajar koneksionisme Thorndike, transfer terjadi jika unsur-unsur yang jadi stimuli identik dengan unsur-unsur lainnya sehingga respons terjadi secara langsung. Respons meliputi seluruh komponen dari perilaku organik. Jika unsur-unsur identik terjadi dalam dua situasi belajar, maka transfer terjadi dari situasi yang pertama kepada situasi yang kedua secara otomatis. Seorang yang sedang belajar bahasa Inggeris akan lebih cepat menguasai kata-kata yang identik dengan bahasa asal orang yang mempelajarinya itu. Sementara itu transfer pada teori belajar pembiasaan operant lebih banyak terjadi sebagai akibat adanya penguatan yang dikondisikan. Mempertahankan hasil perilaku akibat telah diberikannya penguatan adalah konsep belajar operant. Dengan demikian transfer belajar bisa berlangsung jika setiap individu melakukan respons benar diberi penguatan positif, sehingga ia mempunyai keinginan untuk mengulanginya lagi perbuatannya tadi. Dan dalam hal belajar operant ini tentu saja penekanan instruksionalnya adalah pada pemberian penguatan yang setepat mungkin pada setiap respons yang dilakukan oleh pihak komunikan. Prinsip-prinsip teori belajar behaviorisme Penerapan prinsip-prinsip teori belajar behaviorisme yang banyak dipakai di lapangan adalah sebagai berikut: (1) Proses belajar dapat terjadi dengan baik jika pihak sasaran ikut terlibat di dalamnya (2) Materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga sasaran hanya perlu memberikan respons tertentu (3) Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga sasaran dapat dengan segera mengetahui apakah respons yang diberikan benar atau tidak. (4) Perlu diberikan penguatan setiap kali sasaran memberikan respons, terutama penguatan positif, sehingga ia berkeinginan untuk mengulangi kembali respons yang telah diberikannya. (5) Pelajaran tidak hanya diberikan kepada murid secara materi, tetapi perlu disertai dengan contoh-contoh bagaimana seorang guru berperilaku sewajarnya dalam memberikan teladan.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

10

5. Teori Belajar Gestalt Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai bentuk atau konfigurasi. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu


menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.

2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik


waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung


akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.

4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan


yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.

5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang


pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan

6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan


suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap. Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu: 1. Perilaku Molar hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku Molecular. Perilaku Molecular adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku Molar adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku Molar. Perilaku Molar lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku Molecular.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

11

2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis). 3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu. 4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman rujukan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang


penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsurunsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.


Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

12

hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. 5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Drs. Agung Sigit Santoso, P.Si., M.Si.

PSIKOLOGI S D M

13

Anda mungkin juga menyukai