NIM : 1001669
a. Konsep : Model pembelajaran yang dapat membentuk kemampuan berpikir ilmiah siswa
adalah model pembelajaran kooperatif, yaitu metode investigasi kelompok. Metode
investigasi kelompok pada intinya merupakan model observasi secara kelompok. Model ini
bermanfaat meningkatkan hubungan emosional, kemampuan intelektual dan kemampuan
memecahkan masalah. Karena itulah model ini dapat membentuk kemampuan berfikir ilmiah
siswa.
c. Filsafat yang melandasi : memiliki dasar filsafat konstruktivisme. Filsafat ini menyatakan
bahwa ilmu tidak dapat diperoeh dari orang lain semisal guru, namun harus diperoleh sendiri
sehingga ia dapat mengkonstruksi (membangun) pengetahuannya secara mandiri. PBM
merupakan model pembelajaran yang merangsang pembelajaran tingkat tinggi siswa, dimana
saat pembelajaran ia dihadapkan pada permasalahan. Dari permasalahan itu siswa akan
membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ia alami.
d. PBM paling cocok digunakan untuk berumur 11-12 tahun keatas. Karena pada tahap ini
anak sudah sampai pada tahap operasi formal (formal operations) yang merupakan tahap
terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah
dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-
proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati
saat itu. Dengan kemampuan seperti ini, anak sudah bisa menganalisis masalah, dan berfikir
solutif secara sistematis. Sehingga, pada umur 11-12 tahun inilah sebaiknya siswa
diperkenalkan dan mulai diajari untuk menguasai kemampuan mengatasi masalah tersebut.
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah proses belajar yang dapat membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat serta
sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik
dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi,
sosial, dan budaya mereka.
Ada tiga prinsip dalam pembelajaran CTL. 1). Siswa dituntut untuk menemukan sendiri
pengetahuan baru. Tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang baru, namun lebih dari itu
siswa dikondisikan agar dapat memahami proses yang terjadi dalam mendapatkan ilmu itu.
Siswa membangun sendiri pengetahuannya. 2). siswa dituntut untuk dapat menghubungkan
ilmu yang ia dapatkan di sekolah dengan kejadian actual di masyarakat. 3). diharapkan siswa
dapat mengaplikasikan ilmu yang ia dapatkan dengan kejadian aktual di masyarakat.
1. Pembelajaran merupakan pengaktivan kembali informasi yang sudah ada pada siswa.
2. CTL merupakan suatu upaya untuk mendapat pengetahuan yang didapatan dengan cara
deduktif.
3. Pemahaman yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk difahami dan diyakini.
1) Invitasi, Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang
dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan
pemahamanya tentang konsep tersebut. 2) Eksplorasi, Siswa diberi kesempatan untuk
menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian,
penginterprestasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara
berkelompok, siswa melakukan pembahasan dan diskusi. 3) Penjelasan dan Solusi, Siswa
memberikan penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan
penguatan dari guru. Siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat
rangkuman dan ringkasan. 4) Pengambilan Tindakan, Siswa dapat membuat keputusan
menggunakan pengetahuan, keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan
pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang
berhubungan dengan pemecahan masalah.
CTL memiliki dasar filsafat konstruktivisme. Filsafat ini menyatakan bahwa, Tuhan
menciptakan alam semesta dan manusia menjadi tuan dari ciptaan-Nya. Mengetahui berarti
tahu dan faham tentang proses pembuatannya dan untuk mencapai itu, maka manusia harus
mengkonstruk pemahamannya. Dengan demikian, ilmu tidak dapat diperoeh dari orang lain
semisal guru, namun harus diperoleh sendiri sehingga ia dapat mengkonstruk
pengetahuannya.
Sama dengan aliran filsafat yang mendasarinya, CTL menggunakan teori belajar
konstruktivstik. Menurut Peaget, setiap menusia memiliki kemampuan untuk mengkonstruk
sendiri pengetahuan yang akan dimilikinya. Ia menyebutnya sebagai skema. Belajar adalah
soal menyempurnakan skema yang sudah ada (asimilasi) dan membentuk skema yang baru
(akomodasi). Dengan demikian belajar merupakan memakna pengetahuan yang sudah ada
oleh pribadi masing-masing.
3. ?
4. Pembelajaran afektif adalah pembelajaran yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai
pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi yang lainnya.
Yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam
kejadian behavioral yang di akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan
refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah
pendidikan nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifat –
sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan
pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak, pandangan seseorang tentang
semua itu, tidak bisa dirubah. Kita mungkin hanya dapat mengetahui dari prilaku yang
bersangkutan oleh karena itu, nilai pada dasarnya adalah standar perilaku sesorang. Ada
beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran afektif,
diantaranya:
a. Model Pembelajaran PAKEM, model ini pada intinya merupakan pembelajaran yang
berpusat pada anak, dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan, sehingga anak
termotivasi untuk termotivasi untuk belajar sendiri.
Model ini dapat digunakan dalam pembelajaran afektif karena dalam PAKEM terdapat dua
pilar yaitu learning to be, dimana belajar menjadi diri sendiri berupa pembentukan aspek
kepribadian, dan learning to life together, yaitu belajar hidup dalam kebersamaan yang
merupakan aspek nilai sosial pada anak, bagaimana bersosialisasi, dan bagaimana hidup
toleransi. Kedua pilar inilah yang dapat mengembangkan nilai pada pribadi siswa .
b. Model Pembelajaran Kooperatif, model ini memiliki menekankan pada kerjasama
kelompok. Tujuan yang hendak dicapai tidak hanya pada penguasaan materi tetapi juga unsur
kerjasama dalam menguasai materi tersebut.
Dari pembelajaran cooperative learning ini nilai afektif seseorang dapat berkembang,
diantaranya sikap penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan sikap keterampilan
sosial.
Karakteristik model PBM ialah : 1) permasalah menjadi strating point dalam belajar, 2)
permasalahan yang diangkat ialah permasalahan yang ada dalam kehidupan nyata 3)
permasalahan menantang pengetahuan siswa, 4) mengembangkan sikap inquiry 5) belajar
pengarahan diri
Alasan model pembelajaran ini dapat digunakan untuk pembelajaran afektif, karena dari
karakteristik PBM pada poin lima diatas dapat dilihat bahwa PBM memberikan pembelajaran
pengarahan diri. Dimana siswa dikondisikan untuk membiasakan diri untuk mengahadapi
permasalahan-permasalahan. Dari pengkondisian itu, akan berkembang sikap siswa yang
mandiri dan luwes dalam mengatasi permasalahan dalam kehidupan nyata.
5. Cooperative Learning menekankan pada kerjasama kelompok. Tujuan yang hendak dicapai
tidak hanya pada penguasaan materi tetapi juga unsur kerjasama dalam menguasai materi
tersebut. Karakteristik dari pembelajaran kooperatif diantaranya :
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim atau kelompok. Tim
merupakan wadah untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap
siswa belajar secara keseluruhan. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Disini siswa memiliki kesempatan untuk saling berinteraksi satu sama
lain.
Tujuan dari model pembelajaran ini adalah kerjasama kelompok, maka keberhasilan suatu
kelompok tidak cukup pada penguasaan materi saja tapi juga pada proses kerjasamanya.
Prinsip inilah yang perlu ditegakkan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang
baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil maksimal.