Anda di halaman 1dari 28

Tugas :Individu

METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF


“PERBANDINGAN HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA YANG DIAJAR DENGAN
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN CONTEKSTUA
TEACHING AND LEARNING”

OLEH :

LA ODE ALUN SALEH


A1A1 21 054

KELAS E4B

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seorang yang berusaha untuk memperoleh
suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Hasil belajar yaitu perubahan atau
kemampuan baru yang di perolehsiswa setelah melakukan perbuatan belajar (Rusmono, 2012).
Karena belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari
pengalaman. Hasil belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai pengelaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif
Bundu (2006). Hasil belajar adalah hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan
sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud
pada jenisjenis ranah kognitif, afektif, psikomotorik. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
adalah saat terselesaikannya bahan pelajaran, Dimyati & Mudjiono (2006).

Slameto (2010) menerangkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar


adalah: (a) faktor intern meliputi: (1) faktor jasmaniah terdiri dari faktor kesehatan dan faktor
cacat tubuh. (2) faktor psikologis terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kesepian. (3) faktor kelelahan baik kelelahan secara jasmani maupun kelelahan
secara rohani; (b) faktor ekstern meliputi: (1) faktor keluarga terdiri dari carang orang tua
mendidik, relasi antaranggota keluarga, susasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, dan latar belakang kebudayaan. (2) faktor sekolah terdiri dari metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas
rumah. (3) faktor masyarakat terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, masmedia, teman
bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalam buku-buku, film, komputer,
kurikulum dan lainnya, Trianto (2009). Dari pengertian tersebut dalam dipahami bahwa: (1)
model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam
muatan mata pelajaran sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya; (2) model pembelajaran
dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasi sesuai dengan landasan filosofi dan pedagogis
yang melatar belakanginya.

Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar
tentang bagaimana cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta konsep yang
sensual dari materi pembelajaran (Listiani, 2017).Abidin (2014) menyatakan bahwa model
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan untuk
membantu guru mengembangkan kemampuan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah
pada siswa selama mereka mempelajari materi pembelajaran. Model ini memfasilitasi siswa
untuk berperan aktif di dalam kelas melalui aktivitas memikirkan masalah yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-harinya, menemukan prosedur yang diperlukan untuk menemukan
informasi yang dibutuhkan, memikirkan situasi konstektual, memecahkan masalah, dan
menyajikan solusi masalah tersebut.

Problem based learning adalah pembelajaran yang memiliki esensi pembelajaran berupa
penyuguhan berbagai bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat
berfungsi sebagai sarana untuk melakukan investigasi dan penyelidikan. Di awal pembelajaran
siswa diberi permasalahan terlebih dahulu selanjutnya masalah tersebut diinvestigasi dan
dianalisis untuk dicari solusinya (Rerung, 2017). Penerapan model pembelajaran problem based
learning dapat memacu siswa belajar mandiri, menyelesaikan masalah dan berperilaku lebih
dewasa. Selain hasil belajar diperoleh siswa, problem based learning juga mengahsilkan dampak
untuk penggiring berupa peningkatan nilai akademik siswa (Dageng, 2015).

Pembelajaran contextual teacing learning adalalah konsep pembelajaran yang diberikan


kepada siswa dengan cara mengaitkan antara ilmu pengetahuan yang siswa miliki dengan
kejadian sehari-hari dilingkungannya, sehingga peserta didik tidak hanya menghapal materi
tetapi juga memahami materi tersebut, Sari (2018) Model pembelajaran kontekstual bertujuan
untuk memotivasi peserta didik untuk memahami makna mata pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengaitkan dengan konteks lingkungan. Model pembelajaran contextual teacing learning
merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi ajar dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang
dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya (Hasibuan,
2014). Setiawan (2018) menjelaskan bahwa pembelajaran contextual teacing learning
memungkinkan siswa menghubungkan mata elajaran 19 akademik dengan konteks kehidupan
sehari-hari untuk menemukan makna. Pembelajaran contextual teacing learning memperluas
konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang
otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru.

Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui factor yang sering dikaitkan dengan
perbandingan hasil belajar ekonomi siswa yang diajar dengan model pembelajaran Problem
Based Learning dan Contekstual teaching and learning yang dilakukan oleh Hutama (2015),
Primadoniati (2020), Tutik (2020), Pebriyani (2020), Sinurat & Siregar (2021), Gunawan (2021),
Widyasari, dkk, (2018)

Penelitian ini berfokus pada perbandingan hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Problem Based Learning dan Contekstual Teaching and Learning ada perbedaan
hasil belajar antara kelas yang menggunakan model Problem Based Learning melalui pendekatan
Contekstual teaching and learning, Hutama (2015), pengaruh positif penggunaan metode
pembelajaran problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar PAI kelas VIIISMPN 2
Ulaweng Kab.Bone, Primadoniati (2020), terdapat perbedaan yang signifikan penerapan metode
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap hasil belajar siswa, Tutik (2020), Terdapat pengaruh model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar peserta didik kelas X OTKP di SMKN 1 Sooko
Mojokerto, Pebriyani (2020), Dari uji hipotesis diperoleh thitung sebesar 1,807 dan ttabel
sebesar 1,671 pada maka diperoleh thitung > ttabel yaitu (1,807 > 1,671). Sehingga hipotesis
yang menyatakan adanya pengaruh yang positif dan signifikan kolaborasi model pembelajaran
Problem Based Learning dan Contextual Teaching and Learning dan model pembelajaran
konvensional terhadap hasil belajar siswa, Sinurat & Siregar (2021).

Berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2021) Widyasari,
et al (2018), tidak ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran problem based learning
dan contekstual teaching and learning

Perbedaan hasil penelitian di atas menujukkan ketidakkonsistenan hasil penelitian


sebelumnya terhadap perbandingan hasil belajar ekonomi siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Problem Based Learning dan Contekstual teaching and learning. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan dengan mengambil variabel yang mencakup faktor kelompok
pembelajaran seperti perbandingan hasil belajar ekonomi siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Problem Based Learning dan Contekstual teaching and learning. Berdasarkan
permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai “perbandingan hasil belajar
ekonomi siswa yang diajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan
Contekstual teaching and learning”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah penelitian
ini adalah apakah ada perbandingan hasil belajar ekonomi siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Problem Based Learning dan Contekstual teaching and learning?

1.3 Tujuan penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk menganilisis dan
mendeskripsikan ada tidaknya perbandingan hasil belajar ekonomi siswa yang diajar dengan
model pembelajaran Problem Based Learning dan Contekstual teaching and learning
1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak terkait yang diuraikan
pada manfaat praktis dan manfaat teoritis, sebagai berikut:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan pendalaman
mengenai perbandingan hasil belajar ekonomi siswa yang diajar dengan model pembelajaran
Problem Based Learning dan Contekstual teaching and learning.. Selain itu, diharapkan agar
penelitian ini bisa dijadikan pedoman bagi pihak lain yang berkeinginan melakukan kajian
atau penelitianyang sejenis.
2. Secara praktis, bagi mahasiswa hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman
penelitian serta menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perbandingan hasil belajar
ekonomi siswa yang diajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning dan
Contekstual teaching and learning. Selain itu, diharapkan agar mahasiswa yang nantinya
akan berprofesi sebagai pendidik menggunakan pengetahuannya sebaik mungkin agar tidak
melakukan penilaian yang tidak baik kepada anak didiknya.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Deskripsi Teori

1. Hasil Belajar

Menurut Anitah (2014) hasil belajar adalah kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan
dalam belajar yang menunjukkan suatu perubahan tingkah laku yang baru dari peserta didikyang
bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Hasil bealajar menurut Bloom mencakup tiga
aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomor. Sedangkan menurut Gagne lima tipe hasil
belajar yang dapat dicapai peserta didik yaitu motor skills, verbal information, intelektual skills,
attitude, dan cognitive strategies. Sudjana (2009) hasil belajar adalah kemampuankemampuan
yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar terbagi
menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah
tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang
paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para
peserta didik dalam menguasai isi bahan pengajaran.

Susanto (2013) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan
siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh
dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Menurut Sudjana (2009)
“mendefinisikanhasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil
belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor”.
Menurut Dimyati&Mudjiono (2013) “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi
hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses
belajar”. Sudjana (2012, p. 3) menjelaskan bahwa hasil belajar pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku pada siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Di samping itu,
Abdurrahman (2003, p.37) mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang diperoleh
siswa setelah melalui kegiatan belajar.

Suryabrata (2002, p. 233) menjelaskan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa yang
meliputi lingkungan sosial dan nonsosial. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang berasal
dari keadaan diri siswa, meliputi jasmani dan rohani/kepribadian termasuk dalam hal ini adalah
kedisiplinan dan kemandirian belajar siswa. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan yang diperoleh siswa, ditandai dengan perubahan
perilaku setelah menjalani proses pembelajaran. Perubahan tingkah laku individu tersebut relatif
menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Dengan kata lain, seseorang dinyatakan telah
mencapai hasil belajar jika pada dirinya terjadi perubahan tertentu melalui proses pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning

Menurut Rusman (2014:42) bahwa “Model pembelajaran Problem Based Learning


dipopulerkan pada tahun 1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kanada, sebagai salah satu
upaya menemukan solusi dalam mengdiagnosa dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan situasi yang ada”. Akhir-akhir ini perkembangan tersebut semakin nyata terutama karena
beberapa hal yaitu: adanya peningkatan tuntutan untuk menjembatani kesenjangan teori dan
praktek, aksesibilitas informasi dan ledakan pengetahuan, perlunya penekanan kompetensi dunia
nyata dalam belajar, serta perkembangan dalam bidang pembelajaran, psikologi dan pedagogic.
Moffit (dalam Rusman, 2014:241) mengemukakan bahwa: Problem Based Learning merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep esensi dari materi pelajaran.

Menurut Arends (2008:41), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan


berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL membantu peserta didik
untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah.
Sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi peserta didik. menurut (Ngalimun,
2014) “Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah”. Jadi, Problem based learning merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga
hasil belajar yang diperoleh siswa meningkat dan berdampak terhadap prestasi belajar siswa.
Menurut Harahap (2016) model pembelajaran problem based learning merupakan salah
satu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta
didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Menurut Rofiqoh
(2015) problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam memecahkan masalah nyata. Model ini menyebabkan motivasi dan rasa ingin tahu
menjadi meningkat. Model pembelajaran problem based learing selain mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa, model problem based learning juga mampu meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar, karena proses pembelajarannya bepusat pada siswa sehingga
memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa. Pernyataan ini didukung oleh Farisi
(2017) yang mengatakan terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa setelah diajarkan
menggunanakan model problem based learing. Selain itu, didalam penelitian ini peneliti melihat
kemampuan sosial siswa juga mampu dikembangkan melalui diskusi dan kerja sama kelompok,
sehingga siswa terlatih untuk menghargai teman, serta mampu melatih siswa berbicara didepan
orang banyak melalui persentasi hasil kerja kelompok

Menurut Farisi (2017) prinsip pembelajaran model PBL yaitu dengan memberikan
masalah sebagai langkah awal dalam proses pembelajaran, masalah yang disajikan adalah
masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan seharihari, karena akan semakin baik
pengaruhnya pada peningkatan hasil belajar. Menurut Amrullah (2016) pembelajaran berbasis
masalah memiliki karakteristik yang digambarkan sebagi berikut:

1. Pelajaran berfokus pada memecahkan masalah, yaitu pelajaran bermula dari satu masalah dan
memecahkan masalah adalah tujuan dari pelajaran

2. Siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan memecahkan masalah. Pelajaran
pembelajaran berbasis masalag biasanya dilakukan secara berkelomok dimana semua siswa
terlibat dalam proses itu

3. Guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan ertanyaan dan memberikan dukungan
pengajaran lain saat siswa berusaha memecahkan masalah
Menurut Dewi (2019) ciri-ciri model pembelajaran problem based learning yaitu:

1. Menggunakan permasalahan yang nyata

2. Pembelajaran berpusat pada penyelesaian masalah

3. Pembelajaran harus terfokus oleh siswa

4. Guru berperan sebagai fasilitator

Menurut Supiandi (2016) model pembelajaran problem based learning memiliki 5 tahapan
pembelajaran, yaitu:

1. Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa

2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok

4. Mengembangkan dan mempresentasikan hasil

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Kurniasih dan Berlin (2015:49-50) berpendapat bahwa kelebihan model pembelajaran


berbasis masalah diantaranya adalah: (1) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan
kreatif peserta didik; (2) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah para peserta
didik dengan sendirinya; (3) Meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar; (4) Membantu
peserta didik dalam belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi yang serba baru; (5)
Dapat mendorong peserta didik mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri; (6)
Mendorong kreativitas peserta didik dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang telah ia
lakukan; (7) Dengan model pembelajaran ini akan terjadi pembelajaran yang bermakna; (8)
Model ini mengintregasikan pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan; (9) Model pembelajaran ini dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik dalam bekerja,
motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam
bekerja kelompok.
Kelemahan dari model pembelajaran berbasis masalah menurut Kurniasih dan Berlin (2015:50-
51), antara lain: (1) model ini membutuhkan pembiasaan, karena dalam teknis pelaksanaannya
yang rumit dan peserta didik dituntut untuk berkonsentrasi dan daya kreasi yang tinggi; (2)
persiapan proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama, hal tersebut karena sedapat
mungkin persoalan yang ada harus dipecahkan sampai tuntas, agar maknanya tidak terpotong;
(3) peserta didik tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka untuk
belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman sebelumnya; (4) tak jarang guru
juga merasa kesulitan, hal tersebut disebabkan karena guru kesulitan dalam menjadi fasilitator
dan mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan yang tepat daripada menyerahkan
mereka solusi.

3. Contekstuan Teaching and Learning

Menurut Sari (2018) pembelajaran contextual teacing learning adalalah konsep


pembelajaran yang diberikan kepada siswa dengan cara mengaitkan antara ilmu pengetahuan
yang siswa miliki dengan kejadian sehari-hari dilingkungannya, sehingga peserta didik tidak
hanya menghapal materi tetapi juga memahami materi tersebut. Model pembelajaran kontekstual
bertujuan untuk memotivasi peserta didik untuk memahami makna mata pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengaitkan dengan konteks lingkungan. Model pembelajaran contextual
teacing learning merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa
untuk memahami makna materi ajar dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau
keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif
pemahamannya (Hasibuan, 2014)

Menurut Setiawan (2018) menjelaskan bahwa pembelajaran contextual teacing learning


memungkinkan siswa menghubungkan mata elajaran 19 akademik dengan konteks kehidupan
sehari-hari untuk menemukan makna. Pembelajaran contextual teacing learning memerluas
konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman segar yang akan merangsang
otak guna menjalin hubungan baru untuk menemukan makna yang baru. Menurut Primayana
(2019) pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menghubungkan antara konten
pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, dan mendorong siswa mengaitkan antara pengetahuan
dan pengalaman yang didapatnya di sekolah dengan kehidupannya. Pembelajaran tidak hanya
difokuskan pada pemberikan pembekalan kemampuan pengentahuan yang bersifat teoritis saja,
akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa itu senantiasa terkait dengan
permasalahan-permasalahan aktual yang yang terjadi di lingkungannya

Menurut Setiawan (2018) menjabarkan beberapa kelebihan pembelajaran kontekstual


diantaranya yaitu:

1. Pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktivitas berpikir siswa secara penuh baik fisik
maupun mental 20

2. Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan menghafal,


melainkan proses berpengalam dalam kehiduan nyata

3. Kelas dalam kontekstual bukan tempat untuk memperoleh informasi, melainkan sebagai
tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan

4. Materi pelajaran dikontruksikan oleh siswa sendiri

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu sistem belajar yang
didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka mampu
menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan mereka menangkap makna
dalam tugas - tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengalaman dan
pengetahuan yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson, 2006:14). Tahapan dalam model
CTL yaitu (1) tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang
konsep yang di bahas, (2) tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan , pengorganisasian , penginterpretasi data dalam
sebuah kegiatan yang telah di rancang guru, (3) tahap penjelasan dan solusi, siswa memberikan
penjelasan – penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasi yang ditambah dengan
penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat
rangkuman dan ringkasan, (4) tahap pengambilan tindakan, siswa tahap ini membuat keputusan ,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan
pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individual maupun yang berhubungan dengan
pemecahan masalah (Sa’ud,2008:174)
Rusman (2012) mengemukakan bahwa pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang
dapat membantu guru mengaitkan materi ajar yang diajarkan kesituasi nyata. Strategi ini
mendorong peserta didik untuk mampu menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya, dengan
mengaplikasinnya dalam kehidupan sehari-hari. Trianto (2008)Berdasarkan pengertian tersebut
diatas, dapat dijelaskan konsep dasar model pembelajaran CTL yakni: (1) menekankan kepada
proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan
pada proses pengalaman secara langsung, (2) mendorong agar peserta didik menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, dan (3) mendorong
peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Dari ketiga konsep yang
disebutkan terlihat bahwa model pembelajaran CTL adalah sebuah model pembelajaran yang
berorientasi penuh dalam melibatkan peserta didik, dimana dalam proses pembelajaran peserta
didik didorong untuk menemukan materi, menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata
dan mengamalkannya dalam kehidupan peserta didik sehari-hari. Pembelajaran CTL dapat pula
dikatakan sebagai satu model pembelajaran yang tidak hanya beroriontasi pada hasil belajar
tetapi pada proses belajar. Elaine B Johnson (2008: 187) mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang
mewujudkan makna, lebih lanjut Elaine mengatakan bahwa pembelajaran kontestual adalah
semua sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa

Sanjaya (2013) mengemukakan lima karakteristik pembelajaran CTL sebagai berikut:

1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada pengetahuan yang
sudah dimiliki yang akan menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling berkaitan.

2. Pembelajaran CTL adalah belajar dalam rangka menambah pengetahuan baru (Acquiring
Knowledge), yang diperoleh secara deduktif.

3. Pemahaman, pengetahuan, (understanding knowledge), yang berarti bahwa pengetahuan yang


didapat bukan untuk dihapal tetapi untuk dipahami dan dinyakini.

4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge).

5. Melakukan reflesi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.


Menurut Trianto (2011:109) strategi pembelajaran konstektual haruslah Jurnal Administrasi dan
Perkantoran Modern dirancang untuk merangsang 5 (lima) bentuk dasar dari pembelajaran, yaitu
sebagai berikut

1. Relating. Guru menggunakan relat ing ketika mereka mencoba menghubungkan konsep baru
dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa.

2. Experiencing. Guru harus dapat memberikan kegiatan yang handson kepada siswa sehingga
dari kegiatan yang dilakukan siswa tersebut dapat membangun pengetahuannya.

3. Applying. Siswa mengaplikasikan konsep-konsep ketika mereka berhubungan dengan


aktivitas penyelesaian masalah.

4. Cooperating. Belajar dalam konteks saling berbagi, merespon dan berkomunikasi dengan
pelajar lainnya.

5. Transferring. Merupakan strategi mengajar dengan menggunakan pengetahuan dalam sebuah


konteks baru atau situasi baru suatu hal yang belum teratasi atau diselesaikan dalam kelas

Dengan adanya strategi-strategi dan langkah-langkah pembelajaran Contextual Teaching and


Learning diharapkan kegiatan pembelajaran dapat menjadikan siswa lebih aktif sehingga proses
pembelajaran menjadi lebih efektif dan efesien.

B. Penelitian Relevan

Hutama (2015), pengaruh positif penggunaan metode pembelajaran problem based


learning (PBL) terhadap hasil belajar PAI kelas VIIISMPN 2 Ulaweng Kab.Bone, Primadoniati
(2020), terdapat perbedaan yang signifikan penerapan metode pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) dan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa,
Tutik (2020), Terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap
hasil belajar peserta didik kelas X OTKP di SMKN 1 Sooko Mojokerto, Pebriyani (2020), Dari
uji hipotesis diperoleh thitung sebesar 1,807 dan ttabel sebesar 1,671 pada maka diperoleh
thitung > ttabel yaitu (1,807 > 1,671). Sehingga hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh
yang positif dan signifikan kolaborasi model pembelajaran Problem Based Learning dan
Contextual Teaching and Learning dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar
siswa, Sinurat & Siregar (2021).

C. Kerangka Berpikir

Hasil belajar merupakan ukuran keberhasilan kegiatan belajar siswa setelah melalui
proses pembelajaran. Hasil belajar siswa diketahui setelah siswa mengerjakan tes yang diberikan
ketika materi pembelajaran terselesaikan. Hasil belajar secara operasional dinyatakan dalam
bentuk skor atau angka yang menunjukkan sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran. Semakin besar angka yang diperoleh siswa, menunjukkan semakin baik
pemahaman terhadap materi pembelajaran, dan sebaliknya semakin kecil angka yang diperoleh
siswa, menunjukkan pemahaman yang rendah terhadap materi pembelajaran.

Rendahnya nilai hasil belajar siswa pada pembelajaran mencerminkan masih kurangnya
pemahaman atau kemampuan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Pentingnya
pencapaian hasil belajar, maka rendahnya nilai hasil belajar siswa merupakan permasalahan yang
harus diperhatikan guru. Permasalahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah kurang bervariasinya model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Akibatnya
pembelajaran berlangsung monoton dan siswa kurang aktif berpartisipasi dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, menjadi guru yang terampil dalam memilih model pembelajaran
sehingga pembelajaran tidak berlangsung monoton dan siswa lebih aktif berpatispasi dalam
proses belajar. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang akan
diajarkan agar hasil belajar siswa baik dan meningkat. Model pembelajaran yang digunakan
adalah model pembelajaran problem based learning dan Contekstuan Teaching and Learning

Model pembelajaran problem based learning adalah pembelajaran berbasis masalah.


Guru akan memberikan topik permasalahan mengenai materi pembelajaran, kemudian siswa
belajar memecahkan masalah tersebut dengan mencari tahu solusi mengenai materi pembelajaran
diberbagai literatur. Dengan demikian, siswa akan aktif berpatisipasi dalam proses pembelajaran
dan dapat meningkatkan pengetahuan dan hasil belajarnya.

Model pembelajaran contextual teacing learning adalah pembelajaran menjadi lebih


bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi
itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat
dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan

Model Pembelajaran kurang menarik

Rendahnya hasil belajar

Penerapan Model Pembelajaran Penerapan Model Pembelajaran

problem based learning contextual teacing learning

Hasil Belajar

Membandinkan Hasil Belajar Dari


Kedua Model Tersebut
D. Hipotesis

Hipotesis dalam suatu penelitian, rumusan hipotesis sangat penting. Hipotesis merupakan
simpulan sementara yang masih perlu diuji kebenaranya

Adapun hipotesis yang di ajukan adalah “ada perbandingan yang signifikan terhadap
perhandingan hasil belajar berdasarkan dedukasi teori dan kerangka berpikir maka dapat
ditemukan hipotesis penelitian sebagai berikut adalah terdapat perbedaan yang signifikan
penerapan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Contextual Teaching and
Learning (CTL) yang dilakukan oleh Primadoniati (2020). Berbanding dengan penelitian yang
dilakukan oleh Gunawan (2021) Widyasari, et al (2018). Bahwa tidak ada pengaruh yang
signifikan model pembelajaran problem based learning dan contekstual teaching and learning .
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah nonequivalent control group design.
Desain penelitian ini menggunakan 2 kelas yaitu kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pada kelas
eksperimen 1 menggunakan model pembelajaran problem based learning sedangkan kelas eksperimen 2
menggunakan model pembelajaran contextual teacing learning. Sebelum melakukan perlakuan pada kelas
eksperimen 1 dan 2 terlebih dahulu siswa diberikan pretest sebagai kelas pembanding atau kontrol pada
kedua kelas eksperimen, yang bertujuan untuk mengetahui keadaan awal sebelum pelaksanan proses
pembelajaran dan memberikan posttest setelah perlakuan.

Pada penelitian ini kelas X IPS I, dan X IPS II SMA Negeri 1 Watopute akan
melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
sebagai kelas eksperimen 1, sedangkan kelas X IPS III, dan Kelas X IPS IV SMA Negeri 1
Watopute melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Contekstual
Teacing and Learning sebagaia kelas eksperimen 2. Pada kelas eksperimen satu dan dua tersebut
diberikan tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) yang soalnya sama. Desain dalam penelitian ini
yaitu pretest-posttest control group design dengan menggunakan pola rancangan:

Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelas Pre-Tes Perlakuan Post-Test

Eksperimen 1 O1 X1 Y1
Eksperimen 2 O2 X2 Y2
Keterangan:

O1 : Pre test kelas problem based learning


O2 : Pre test kelas Contekstual Teacing and Learning
X1 : Pembelajaran model problem based learning
X2 : Pembelajaran model Contekstual Teacing and Learning
Y1 : Post test kelas problem based learning
Y2 : Post test kelas Contekstual Teacing and Learning
B. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Watopute. Kabupaten muna, dengan unit analisis
adalah siswa kelas X IPS di sekolah tersebut. Dipilihnya SMA Negeri 1 Watopute sebagai
tempat penelitian karena berdasarkan data yang diperoleh bahwa kemampuan hasil belajar siswa
kelas X IPS masih tergolong dalam kategori rendah. Penelitian ini akan dilakukan dalam kurun
waktu satu semester. Populasi penelitian adalah kelas X IPS yang berjumlah 6 kelas. Sedangkan
sampel penelitian adalah kelas X IPS 1 dan kelas X 6yang dipilih secara acak sederhana dari 10
kelas yang ada.

C. Prosedur Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem based learning
dan Contekstual Teacing and Learning Adapun prosedur yang digunakan dalam penerapan
kedua model pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut Model pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning) merupakan pembelajaran yang tidak terstruktur serta menggunakan
permasalahan nyata untuk peserta didik dapat berpikir kritis, mengembangkan keterampilan
untuk memecahkan masalah dan membangun pengetahuan baru (Fathurrohman, 2015:112).
Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan intelektual dan memecahkan masalah melalui
kegiatan pembelajaran yang berbasis masalah.

Skenario model pembelajaran problem based learning menurut Fathurrohman


No Kegiatan Pembelajaran Langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal a. Guru mempersilahkan satu peserta
didik untuk memimpin doa sebelum
memulai proses pembelajaran
b. Guru menjelaskan tentang model
Pembelajaran Problem Based learning
c. Guru memberikan semangat kepada
peserta didik agar proses pembelajaran
lebih menyenangkan.
d. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai agar
peserta didik dapat memahami
pembelajaran

2 Kegiatan Inti a. Meorientasikan siswa pada masalah


Menjelasakan tujuan pembelajaran,
logistic yang diperlukan, memotivasi
siswa terlibat aktif pada aktivitas pada
pemecahan masalah yang dipilih..
b. Membimbing penyelidikan individu
maupun kelompok Mendorong siswa
mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen dan mencari
untuk penjelasan dan pemecahan.
c. Selama peserta didik bekerja di dalam
kelompok, guru memperhatikan dan
mendorong semua peserta didik untuk
terlibat diskusi, dan mengarahkan bila
ada kelompok yang melenceng jauh
pekerjaannya
d. Guru memberikan soal tertulis kepada
siswa dari hasil materi yang telah
dijelaskan
e. Guru mengoreksi hasil kerja siswa dan
menutup proses pembelajaran dan
memberikan pekerjaan rumah kepada
siswa
3. Kegiatan penutup a. Guru mengumpulkan semua hasil
diskusi tiap kelompok.
b. guru menjelaskan kesimpulan kepada
peserta didik
Khairuddin (2007) berpendapat bahwa Contekstual Teacing and Learning (CTL)
merupakan model pembelajaran yang mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi
dunia nyata yang berkembang dan terjadi di lingkungan sekitar peserta didik sehingga dia
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dengan kehidupan sehari hari
mereka. Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong siswa melihat
makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-
subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks
keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

Skenario model pembelajaran Contekstual Teacing and Learning menurut Khairuddin

No Kegiatan Pembelajaran Langka Pembelajaran


1. Kegiatan Awal a. Guru memfasilitasi siswa dengan menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
memberikan kesempatan siswa menemukan dan
menerapkan idenya sendiri
b. Guru bertanya untuk menggali
pengetahuanpembelajaran siswa.
c. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang
dipilih secara acak dengan menciptakan masyarakat
belajar serta menemukan sendiri dan mendapatkan
keterampilan baru dan pengetahuan baru.
d. Guru Menjelaskan tentang model pembelajaran
Contekstual Teaching and Learning
2 Kegiatan inti a. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melakukan eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
b. Guru Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri
dari silabus dan Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
c. . Guru menggunakan relat ing ketika mereka
mencoba menghubungkan konsep baru dengan
sesuatu yang telah diketahui oleh siswa
d. Guru harus dapat memberikan kegiatan yang handson
kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan
siswa tersebut dapat membangun pengetahuannya
e. Siswa mengembangkan dan menyajkan hasil karya
mereka didepan kelas
f. Siswa membaca dan mengidentifikasi LKS serta
media yang diberikan oleh guru untuk menemukan
pengetahuan baru dan menambah pengalaman siswa
g. Guru memberikan tes formatif secara individual yang
mencakup semua materi yang telah dipelajari
3 Kegiatan Penutup Guru memberikan kesimpulan diakhir pelajaran dari
materi yang telah disampaikan

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpul data pada penelitian ini adalah tes berupa soal uraian untuk mengukur hasil
belajar. Teknik tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian, diberikan untuk
mengetahui kemampuan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi setelah diberi
perlakuan yaitu model pembelajaran problem based learning dan Contekstual Teacing and
Learning. Menurut Gronlund (1985: 71), Tes uraian adalah bentuk tes dengan pertanyaan atau
tugas yang jawabannya memerlukan ekspresi pemikiran peserta tes. Karena itu ciri utama tes
uraian adalah kebebasan dalam mengemukakan gagasan jawaban. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Popham (1981: 247 – 275), bahwa pertanyaan uraian dapat digunakan untuk
mengukur hasil belajar yang kompleks, terutama sintesis dan evaluasi. Untuk itu diperlukan
kemampuan mengemukakan gagasan secara tertulis serta kemampuan tingkat tinggi. karena
kemampuan hasil belajar termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga tepat bila
diukur dengan menggunakan tes uraian.
E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang diperlukan atau dipergunakan untuk


mengumpulkan data. Ini berarti, dengan menggunakan alat-alat tersebut data dikumpulkan.
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan tes uraian. Tes uraian adalah bentuk tes dengan
pertanyaan atau tugas yang jawabannya memerlukan ekspresi pemikiran peserta tes. Tes bentuk
uraian merupakan alat evaluasi hasil belajar yang paling tua. Widoyoko (2016:83) menjelaskan
jenis tes essai berdasarkan tingkat kebebasan peserta tes untuk menjawab soal. Tes uraian disebut
pula dengan tes esai (essay test) atau tes subjektif. Secara umum tes uraian ini memiliki
karakteristik sebagai berikut, pertama, tes uraian adalah tes yang berupa pertanyaan atau perintah
yang jawabannya menuntut test mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya
dengan cara mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan.. jumlah butir soalnya
umumnya terbatas, yaitu berkisar empat sampai dengan sepuluh butir

Kisi-Kisi Tes Uraian Kemampuan Hasil Belajar Ekonomi Siswa

No. Kemampuan hasil Indikator Kemampuan hasil No


belajar ekonomi belajar ekonomo Soal
1. Menganalisis Masalah mampu mengkategorikan 1
Ekonomi dalam Sistem permasalahan ekonomi klasik yang
Ekonom terjadi dilingkungan sekitar

2. Menyajikan Hasil 1. mampu menganalisis keadaan 4


Analisis Masalah sekitar terkait dengan permasalahan
Ekonomi dalam Sistem pokok ekonomi modern
Ekonomi
2. mampu 3
membedakan/menggolong kan
sistem macam macam sistem
ekonomi
3. mampu menjelaskan sistem 2
ekonomi di Indonesia
3 Permasalahan pokok mampu mengkategorikan 7
ekonomi klasik permasalahan ekonomi klasik yang
terjadi dilingkungan sekitar
4 Permasalahan pokok mampu menganalisis keadaan 5
ekonomi modern sekitar terkait dengan permasalahan
pokok ekonomi modern
5 Sistem perekonomian 1.mampu menjelaskan sistem 6
Indonesia perekonomian di Indonesia
berdasarkan UUD 1945 Pasal 33
2. mampu menghubungkan isi dari 8
UUD 1945 Pasal 33 dengan nilai
nilai yang terkandung didalamnya
Jumblah soal 8

Karena jawaban responden pasti beragam dalam rangka menjwsab soal/tes kemampuan
berpikir kritis, maka untuk meminimalisir unsur subjektifitas dalam melakukan penilaian. Dalam
penelitian ini untuk menilai kemampuan hasil belajar ekonomi siswa, peneliti menggunakan
kriteria yang dapat dilihat pada tabel

Kriteria Skor Kemampuan Hasil Belajar Ekonomi Siswa


Jawaban Siswa skor
Jawaban lengkap dan benar 10
Jika jawabanya kurang tepat atau tidak lengkap 4
Jika jawabanya salah 1

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Validitas yang digunakan untuk memvalidasi instrumen yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah validitas konstruk (construct validity). Validitas konstruk (construct validity) mengacu
pada sejauh mana suatu instrumen mengukur trait atau konstruk teoretik yang hendak diukur,
Laili (2016). Setelah instrumen dikonstruksi, instrumen dikonsultasikan dengan ahli. Validitas
oleh ahli ini bertujuan untuk memperoleh bukti validitas konstruk. Para ahli diminta pendapatnya
tentang tes esai kemampun berpikir kritis siswa yang telah disusun, jumlah ahli yang digunakan
orang yang sesuai dengan lingkup materi yang diteliti. Selanjutnya, setelah lolos dari
pemeriksaan tim ahli maka instrument penelitian ini akan diujicobakan kepada 15 orang siswa
yang dipilih secara acak dari populasi penelitian selain sampel penelitian. Berdasarkan formula
tersebut, kriteria pengambilan keputusannya adalah H0 ditolak jika t hitung ≥ t(0,05;n-1) atau nilai
signifikansi kurang dari 0,05. maka butir dinyatakan valid.

G. Tehnik Analisis Data


Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analisis deskriptif digunakan untuk
memberikan gambaran umum mengenai pencapaian hasil belajar kognitif siswa bagi kelas
eksperimen 1 dan kelas kelas eksperimen 2. Analisis statistik deskriptif meliputi penyajian data
melalui tabel yang mencakup perhitungan mean, modus, median, nilai minimum, nilai
maksimum dan standar deviasi. Selanjutnya, nilai yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan
kriteria nilai ketuntasan belajar siswa dan hasil belajar siswa. Dalam hal ini digunakan skor rata-
rata, standar deviasi, skor tertinggi (maksimum), skor terendah (minimum), serta distribusi
frekuensi hasil belajar peserta didik dalam ketiga aspek hasil belajar.

1. Uji Persyaratan Analisis Data


Sebelum dilakukan analisis data dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dan
uji Homogenitas. Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui kondisi data apakah berdistribusi
normal atau tidak. Kondisi data berdistribusi normal menjadi syarat untuk menguji hipotesis
menggunakan statistik parametris. Uji homogenitas pada penelitian ini menggunakan uji
Statistical Product and Servise Solutions (SPSS) versi 24.0. Kriteria pengujiannya adalah jika
nilai sign. (signifikansi) atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusi data tidak normal.
Sedangkan jika nilai sign. (signifikansi) atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusi data
normal.
Setelah data dinyatakan berdistribusi nomal, maka langkah selanjutnya ialah melakukan uji
homogenitas data, dapat dilakukan apabila peneliti akan membuat generalisasi hasil penelitian,
dimana data penelitiannya diambil dari kelompokkelompok yang terpisah yang berasal dari satu
populasi dan untuk membuktikan kesamaan varian kelompok. Perhitungan uji homogenitas data
menggunakan uji homogenitas statistik dengan bantuan software SPSS versi 24.0, Kriteria
pengujiannya adalah jika nilai sign. (signifikansi) atau nilai probabilitas < 0,05 maka varian dari
dua kelompok data adalah tidak sama. Sedangkan jika nilai sign. (signifikansi) atau nilai
probabilitas > 0,05 maka varian dari dua kelompok data adalah sama.

2. Pengujian Hipotesis
Setelah memperoleh nilai pre-test dan post-test pada kedua kelas, dihitung selisih antara pre-test
dan post-test untuk mendapatkan nilai gain dan gainternomalisasi. Rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai gain dan gainternomalisasi sebagai berikut.
( Skor pos test−skor pre test )
G ain=
( Skor maksimum−skor pre test )

Nilai N-Gain Kategori


g>0,7 Tinggi
0,3g0,7 Sedang
g<0,3 Rendah

Setelah semua data terkumpul, selanjutnya analisis data dilanjutkan untuk menjawab hipotesis,
yaitu untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan
sesudah perlakuan, serta bagaimana perbandingan kemampuan hasil belajar siswa antara yang
menggunakan model pembelajaran problem based learning dengan yang menggunakan model
pembelajaran contekstual teaching and learning
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan anak berkesulitan belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam konteks Kurikulum 2013. Bandung:
PT Refika AditamaBundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah
dalam pembelajaran Sains SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013)

Amrullah, A. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Hasil
Belajar Biologi Siswa pada Konsep Fungi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah

Arends Richard. 2008. Learning to Teach. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Dageng, I, N, S. 2015. Penerapan Model Problem Based Learning di Madrasah. Yogyakarta:


LKis Pelangi Aksara
Dewi, E, H, P., Siti, A & Anwari, A, N. 2019. Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi
Melalui Model Problem Based Learning (PBL) pada Materi Pencemaran Lingkungan
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Jatisrono. Jurnal Of Biology Learning. Vol (1) (1)

Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Farisi, A., Abdul, H & Melvina. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning
Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Suhu dan Kalor. Jurnal Ilmiah Mahasiswa.
Vol (2) (3)

Gronlund, Norman E. dan Robert L. Linn. 1985. Measurement and Evaluation in Teaching. New York:
Macmillan Publising Company.

Harahap, D, P., Martina, R & Hardiansyah. 2016. Pengaruh Model Problem Based Learning
Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Pada Materi Pokok Bahasan Virus dikelas X Man
Rantau Prapat. Jurnal Pelita Pendidikan. Vol (5) (1)

Hasibuan, M, I. 2014. Model Pembelajaran CTL. Jurnal Logaritma. Vol (2) (1)
Johnson, Elaine. 2011.contextual teaching and learning. Jakarta : MLC.

Listiani, R., Ara, H & Meti, M. 2017. Perbandingan Model Pembelajaran Problem Solving dan
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Sistem Reproduksi
Manusia. Jurnal BioEdUIN. Vol (7) (1)
Ngalimun. (2014). Strategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja pressindo.
Popham, W. James. 1981. Classroom Assessment, What Teacher Need to Know. Massachussets: A Simon
& Schuster Company.

Primayana, H, K., I Wayan, L & Putu, B, A. 2019. Pengaruh Model Pembelajran Kontekstual
Berbasis Lingkungan Terhada Hasil Belajar IPA Ditinjau dari Minat Outdoor pada Siswa
Kelas IV. Jurnal Pendidkan IPA Indonesia. Vol (9) (2). ISSN: 2615-742x

Rerung, N., Iriwi L.S, S & Sri, W, W. 2017 Penerpan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajarpeserta Didik SMA Pada Materi
Usaha dan Energi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika. Vol (6) (1). ISSN: 2303-1832
Rofiqoh, M, S., Singgih, B & Sri W. 2015. Perbandingan Belajar Siswa Menggunakan Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan Learning Cycle 5E Berorientasi
Keterampilan Proses di SMA. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol (4) (1)

Rusman, 2014. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.Jakarta: Raja


Grafindo

Rusmono. (2012). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu untuk
Meningkatkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Saefudin, Udin Sa’ud. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sari, D, I, M. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Kontekstual dengan Media Video Terhada
Kemamuan Berfikir Kritis dan Restasi Belajar Peserta Didik Materi Virus Kelas X IPA
Darul Ulum Palangka Raya. Palangka Raya: Universitas Islam Negeri Palangka Raya
Setiawan, P & I Dewa, N, S. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika. Jurnal Ilmiah Pendidikan Profesi Guru. Vol (1)
(2)
Setiawan, P & I Dewa, N, S. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika. Jurnal Ilmiah Pendidikan Profesi Guru. Vol (1)
(2)

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.

Supiandi, M, I & Hendrikus, J. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning
Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Biologi
SMA. Jurnal Pendidikan Sains. Vol (4) (2)

Suryabarata, S. (2002). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Trianto. 2011. Mendesain model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana


Widoyoko, E. P. (2016). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai