2 Tahun 2021
journal homepage: http://jmi.ipsk.lipi.go.id
ABSTRACT
The problems of indigenous peoples’ rights continues to develop as well the Mentawai indigenous community’s.
Therefore it is necessary to take some considerations in policy making. This study uses a literature study and the
results show that there are still many problems related to the rights of indigenous peoples, especially regarding the
recognition of the rights of the Mentawai indigenous peoples. Several considerations need to be used as a reference
in making policies, one of which is related to humanity because indigenous peoples are part of Indonesian citizens.
ABSTRAK
Permasalahan hak masyarakat adat terus berkembang. Begitu pun dengan masalah hak masyarakat adat
Mentawai. Untuk itu, perlu beberapa pertimbangan dalam memutuskan kebijakan dengan memperhatikan hak
masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak
permasalahan terkait hak masyarakat adat, khususnya tentang pengakuan hak masyarakat adat Mentawai. Beberapa
pertimbangan perlu menjadi acuan dalam membuat kebijakan. Salah satunya berkaitan dengan asas kemanusiaan
karena masyarakat adat adalah bagian dari warga negara Indonesia.
PENDAHULUAN
Salah satu unsur yang ada dalam suatu negara sebagai warga negara menciptakan hubungan
adalah adanya penduduk (ingezetenen) atau berupa peranan, hak dan kewajiban, yang bersifat
rakyat. Penduduk atau penghuni suatu negara timbal balik.
merupakan semua orang pada suatu waktu Peranan sebagai warga negara merupakan
mendiami wilayah negara. Mereka secara peran setiap individu sebagai anggota masyarakat
sosiologis lazim dinamakan rakyat dari negara mempunyai tanggung jawab masing-masing
tersebut, yaitu sekumpulan manusia yang yang disesuaikan dengan status atau kedudukan
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan yang yang dimilikinya. Hak secara umum merupakan
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. sesuatu yang sepatutnya diterima oleh seseorang
Negara sebagai suatu entitas adalah abstrak, yang setelah memenuhi kewajibannya. Sementara itu,
tampak adalah unsur-unsur negara yang berupa kewajiban merupakan sesuatu yang seharusnya
rakyat, wilayah dan pemerintah. Salah satu unsur dan wajib dilaksanakan seseorang dengan
negara adalah rakyat. Rakyat yang tinggal di peraturan yang berlaku dalam masyarakat atau
wilayah negara menjadi penduduk negara yang dalam hukum. Dengan adanya peranan, hak, dan
bersangkutan. Warga negara adalah bagian dari kewajiban pada setiap warga negara dilakukan
penduduk suatu negara. Warga negara memiliki sesuai dengan peranan masing-masing dan
hubungan dengan negaranya. Kedudukannya berlaku secara timbal balik dengan sesama
DOI: 221
Naskah Masuk: Revisi akhir: Diterima:
ISSN 0125-9989 (print) | e-ISSN 2502-5694 (online) | © 2021 IPSK-LIPI. Published by LIPI Press. This is an
open access article under the CC BY-NC-SA license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/).
Siti Maizul Habibah dan M. Asif Nur Fauzi.
manusia lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa masih memiliki kesenjangan kesejahteraan pada
peran manusia sebagai warga negara Indonesia masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
dalam menghargai keberagaman yang dimiliki terluar negara Indonesia.
negaranya. Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat
Negara Indonesia memiliki ciri khas sebagai belum bisa lepas dari status tertinggal. Pada tahun
negara yang memiliki keberagaman suku dan 2019 masyarakat Mentawai juga mengalami
budaya. Salah satunya ialah suku Mentawai, banyak ketidakadilan yakni infrastruktur yang
masyarakat adat dan tertua dari Kepulauan paling kurang adalah penghubung di dalam pulau.
Mentawai, sebelah barat Pulau Sumatera. Ketertinggalan Kepulauan Mentawai terkait
Sejak 500 Sebelum Masehi, nenek moyang kesejahteraan. Menurut Iqbal Syafruddin (2021),
suku Mentawai sudah mendiami Kepulauan faktor yang mendasari ketertinggalan Kepulauan
Mentawai yang terdiri atas tiga pulau, yakni Mentawai salah satunya adalah penguasaan
Pulau Utara, Pulau Pagai Selatan, dan Pulau sumber daya hutan masyarakat adat Mentawai.
Siberut. Masyarakat Mentawai sangat erat dan Namun, dalam upaya menyelesaikan penguasaan
kuat dengan tradisi dan adat istiadat yang mereka tersebut tidak ada perlawanan yang begitu
miliki secara turun temurun. Alam mereka indah signifikan karena aliansi-aliansi masyarakat yang
dengan hutan dan laut yang menyediakan segala terbangun kekurangan solidaritas dan “sense of
keperluan. Sayangnya, kehidupan mereka mulai belonging” atas hutan adat karena heterogenitas
terancam dengan segala bentuk perusakan yang ada di Siberut. Konflik yang berlangsung
alam, seperti pemanfaatan hutan yang tidak sebenarnya tidak hanya sekadar kepentingan
memperhatikan keberlanjutannya. basis ekonomi semata namun adanya basis
Menurut Samantha Lee, Manager budaya (culture) yang juga memainkan peranan
Operasional Indigenous Education Foundation penting (Syafrudin & Telaumbanua, 2021).
(IEF), hutan hilang menyebabkan mereka Hal ini yang harus jadi fokus ke depan
kehilangan jati diri, hubungan dengan tradisi agar Mentawai bisa secepatnya keluar dari
dan budaya asli. Hal ini ditunjang dengan ketertinggalan. Selain jalan, rasio elektrifikasi
pemindahan paksa dari tanah adat yang telah juga menjadi perhatian pemerintah daerah
meningkatkan kemiskinan dan keputusasaan di dalam upaya melepaskan status tertinggal dari
antara orang Mentawai. Bagi orang Mentawai, Kabupaten Kepulauan Mentawai mengingat
budaya mereka jelas bergantung pada kekayaan sampai 2019 baru 53,40 persen dari wilayah
hutan di sekitar. Saat ini tidak bisa hanya fokus Mentawai yang menikmati listrik. Jaringan
penyelamatan keragaman hayati. Menurut komunikasi sebelumnya juga bermasalah.
Samantha, melindungi dan memperkuat budaya Bantuan dari Kementerian Kominfo melalui
ini tidak hanya bermanfaat bagi peningkatan Palapa Ring beberapa waktu lalu sudah banyak
kesejahteraan masyarakat Mentawai, tetapi juga membantu. Di samping itu, pemerintah daerah
berkontribusi dalam pelestarian keragaman hayati harus meningkatkan kualitas sumber daya
global. manusia dan menumbuhkan perekonomian di
Berdasarkan gambaran dari Samantha Lee Kepulauan Mentawai supaya wilayah kabupaten
di atas, keragaman budaya yang dimiliki bangsa itu bisa segera lepas dari status tertinggal.
Indonesia ini terkandung dua aspek perhatian Pemerintah berharap rencana pembangunan
dari pemerintah, yaitu pelestarian kebudayaan yang terintegrasi antara kabupaten, provinsi, dan
dan kesejahteraan masyarakat. Kedua hal pusat serta koordinasi yang baik antar sektor bisa
tersebut merupakan wujud keseimbangan dalam menjadi solusi untuk melepaskan status tertinggal
pemenuhan peran, hak, dan kewajiban warga dari Kepulauan Mentawai. Upaya lain yang
negara yang harus dijalankan secara timbal balik dilakukan pemerintah adalah adanya program
antara warga negara dengan negaranya. Beberapa dana desa dapat dioptimalkan dalam membangun
problematika yang terjadi di negara Indonesia desa adat yang masih tertinggal.
hingga saat ini ialah keberagaman yang dimiliki
222 Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 1 Tahun 2021, hlm. 221–230
Pengakuan Hak Masyarakat Adat Mentawai Sebagai Penegakan Asas Kemanusiaan Warga Negara Indonesia
Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230 223
Siti Maizul Habibah dan M. Asif Nur Fauzi.
adat menjadi problematika yang perlu dikaji dari digunakan sebagai sarana untuk mendisiplinkan
sisi hak asasi manusia. suku-suku sebagai warga asli, tetapi juga untuk
Pendefinisian rakyat dan masyarakat adat di menghilangkan kontradiksi lain dalam negara
bawah Kovenan Hak Asasi Manusia Internasional pembangunan seperti korupsi, dengan demikian
dan penerapannya dalam konteks Indonesia. menopang pembangunan modern sebagai proyek
Dengan menggunakan analisis berdasarkan Third penangguhan terus-menerus. Namun, artikel ini
World Approach to International Law (twail), juga menunjukkan bagaimana suku Kandha,
artikel ini menunjukkan masalah yang dihadapi pada gilirannya, menyesuaikan skrip ini untuk
Indonesia dalam mengidentifikasi masyarakat menunjukkan pemahaman mereka tentang kontur
adat sebagai masyarakat tradisional, dalam hal pergeseran kewarganegaraan adat dan mandatnya
masyarakat yang terisolasi (Masyarakat Hukum untuk hak dari negara pembangunan dan lembaga
Adat, selanjutnya bisa disingkat MHA), dan yang politik adat. Dengan demikian, artikel ini
tidak terisolasi. Masyarakat adat yang berdaulat menunjukkan bagaimana wacana sejarah tentang
sebelum Indonesia merdeka. Penafsiran ini uang dan adat menginformasikan klaim penduduk
membingungkan dalam kaitannya dengan hak asli kontemporer atas kewarganegaraan. Dengan
atas sumber daya alam. Oleh karena itu, artikel memperhatikan wacana-wacana ini, ia berpendapat
ini mengusulkan pemahaman baru tentang bahwa indigeneity sebagai situs untuk mengamati
masyarakat hukum adat, agar sampai pada pelipatan kembali kekuasaan negara ke dalam
perlakuan dan pengakuan yang lebih baik dan dirinya sendiri karena kewarganegaraan pribumi
dalam hal pembagian kekuasaan dan manfaat menghidupkan kembali konstruksi sejarah
sumber daya alam dalam sistem Indonesia. adivasi sebagai pribumi, tetapi menumbangkan
(Ya’kub Aiyub Kadir, 2019) konstruksi ini dengan menggunakan bahasa hak
pribumi (Hota, 2019).
224 Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230
Pengakuan Hak Masyarakat Adat Mentawai Sebagai Penegakan Asas Kemanusiaan Warga Negara Indonesia
memberikan banyak manfaat bagi bangsa Kolonial yakni “patriot” dan “penghianat”. Seorang patriot
Belanda dan bangsa asing lain di Indonesia. adalah yang memperjuangkan negara dan tanah
Kebijakan politik etis seperti pengairan atau airnya demi kesejahteraan dan kemandirian
irigasi hanyalah untuk kepentingan perkebunan bangsa. Untuk itu, kita dukung perjuangan para
bangsa Belanda dan bangsa asing lainnya, seperti patriot tersebut saat ini. Sementara itu, golongan
program trasmigrasi atau perpindahan penduduk kedua adalah pengkhianat, mereka yang merusak
dari Jawa ke Sumatera, Kalimantan dan pulau- bangsa kita demi kepentingan pribadi ataupun
pulau yang kurang jumlah penduduknya, ternyata golongan dengan menghancurkan kepentingan
hanya untuk perkebunan bangsa Belanda, begitu bangsa dan negara. Mereka yang mengobral
juga bidang Edukasi atau pendidikan hanya aset bangsa, kebijakan prokonglomerasi, dan
untuk anak-anak keturunan bangsa Belanda, memakan uang rakyat serta membangun dinasti
bangsa Eropa dan anak para bangsawan lokal keluarga baik di pemerintahan, legislatif, maupun
yang mampu menempuh dunia pendidikan. penegak hukum.
Namun hanya menguntungkan bangsa Belanda Permasalahan yang terkait dengan
dan bangsa asing, ternyata pendidikan banyak pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat
melahirkan tokoh cendikian lokal yang cerdas tidak hanya menyangkut pelanggaran hak atas
dan memiliki pemikiran yang setara dengan tanah, hutan atau sumber daya lainnya tetapi
bangsa barat lainnya. Tokoh Cendikian atau berdampak pada terjadinya pelanggaran hak-
pendidikan bangsa Indonesia inilah yang akhirnya hak lainnya secara bersamaan atau sebagai
memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia suatu sebab akibat yang kompleks. Hal ini
dengan rasa nasionalisme dan cinta tanah air tidak akan terjadi jika hak-hak masyarakat adat
Indonesia. telah terlindungi dengan pembentukan Perda di
Konflik horizontal antara penduduk miskin setiap provinsi. Oleh karena rekomendasikan
(disebut dan dilabeli sebagai pribumi) dengan si agar Pemerintah dalam hal ini DPR RI perlu
kaya (umumnya dilabeli sebagai nonpribumi) segera mengesahkan Rancangan Undang-
berkembang dan namun terpendam. Kebencian Undang mengenai Pengakuan dan Perlindungan
diskriminasi ini akhirnya pecah di tahun 1998. Masyarakat Hukum Adat agar dapat dijadikan
Sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki sebagai payung hukum bagi Pemerintah Daerah
hak dan kewajiban membangun bangsa ini. Kita dalam membuat Peraturan Daerah tentang
wajib menyadarkan sesama kita – bangsa kita Perlindungan Hak Masyarakat adat, sehingga
bahwa tantangan terbesar yang sedang kita hadapi dalam berbagai proses pembangunan, hak-hak
bukanlah etnis, suku, warna kulit ataupun agama. masyarakat adat tidak terabaikan (Primawardani,
Bukan juga perbedaan pribumi dan nonpribumi. 2017)
Tapi, hal yang terbesar adalah ketidakadilan, Hal ini senada dengan yang disampaikan
pemiskinan, lunturnya nasionalisme membangun dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2006
bangsa, dan ancaman hegemoni asing dalam bahwa warga negara merupakan warga suatu
bentuk ekonomi, politik, pertahanan dan multi negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan
nasional company. Perjuangan kita adalah untuk perundang-undangan. Sesuai dengan undang-
mewujudkan sistem pemerintah yang melindungi undang tersebut dapat tersirat bahwa adanya
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah penetapan yang dapat dimaknai dengan status
darah Indonesia dan untuk memajukan seseorang dalam suatu negara untuk dapat disebut
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan sebagai warga negara. Status warga negara
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia tersebut merupakan pengakuan yang diberikan
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian negara terhadap masyarakatnya. Dengan adanya
abadi, dan keadilan sosial. Karena istilah pribumi pengakuan yang diterima warga negara, setiap
dan nonpribumi diciptakan oleh penjajah dan warga negara berhak mendapatkan hak dan
penguasa yang kejam, sudah saatnya kita harus kewajiban yang harus diterima dan dijalankan
meninggalkan istilah tersebut. Kekuatan rakyat oleh seorang warga negara.
harus menciptakan sendiri istilah yang baru,
Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230 225
Siti Maizul Habibah dan M. Asif Nur Fauzi.
226 Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230
Pengakuan Hak Masyarakat Adat Mentawai Sebagai Penegakan Asas Kemanusiaan Warga Negara Indonesia
1999. Dapat dilihat bahwa ternyata diskriminasi merupakan bagian dari proses penyelesaian
hak-hak masyarakat adat sudah lama terjadi dan yang adil terhadap konflik-konflik agraria dan
hingga sekarang pun masih belum bisa teratasi. merupakan satu keharusan bagi upaya pemecahan
Komnas HAM bekerja sama dengan Aliansi atas persoalan-persoalan sosial yang komplek”.
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam Salah satu factor yang menggambarkan tidak
memajukan hak-hak konstitusional dan hak-hak berjalannya revitalisasi adalah adanya hokum adat
asasi masyarakat hukum adat melalui berbagai Lakokaina (Mengeramatkan Kawasan Alami)
mekanisme. Komnas HAM berpandangan Masyarakat Mentawai di Muntei mempercayai
bahwa masalah yang paling banyak dialami oleh bahwa kawasan tertentu seperti hutan, sungai,
masyarakat hukum adat adalah masalah kepastian gunung, perbukitan, hutan, laut, rawa dan
hak tanah adat (hak ulayat) mereka. sebagainya dijaga oleh makhluk halus yang
Permasalahan yang dirasakan oleh disebut lakokaina. Mereka yakin lakokaina ini
masyarakat hukum adat masih belum terselesaikan. sangat berperan dalam mendatangkan, sekaligus
masyarakat hukum adat juga merupakan bagian menahan rezeki. oleh karena itu harus dibujuk
dari warga negara Indonesia yang memiliki hak- dan dihibur lewat punen atau lia untuk itulah
hak asasi maupun hak-hak konstitusional yang punen pasibuluake’ diselenggarakan. Tapi, tidak
harus dihargai dan dihormati. Dari permasalahan seorang Mentawaipun berani menyebut nama
di atas mengenai hak tanah serta sumber daya alam lakokaina, mereka takut kualat, artinya nenek
yang menimpa masyarakat hukum adat, negara moyang atau sateteumai (nenek moyang kami).
seolah-olah mengabaikan begitu saja hak-hak Pengertian tentang nilai dasar humanitas ini ialah
masyarakat hukum adat. Sudah sepatutnya bagi serangkaian pengakuan atas adanya keberagaman
pemerintah untuk lebih memperhatikan hak-hak dalam hidup manusia. Ajaran serta perilaku yang
masyarakat hukum adat yang kerap kali dilanda terjadi memerlukan pemahaman satu sama lain
oleh permasalahan penindasan dan perampasan akan penghargaan kepada sesama. Hal ini sangat
hak-hak asasi maupun hak konstitusional yang jelas menunjukkan bahwa seharusnya dalam
belum terselesaikan hingga saat ini.(Kristia, mengambil kebijakan beberapa pertimbangan
2017) perlu dilakukan yakni yang terutama adalah
Kontroversi tata batas wilayah adat pengakuan hak masyarakat adat.
menurut Erwin (2012) dalam Susmiyati (2017) Sesuai dengan pemaparan di atas dapat
menyampaikan bahwa baik dengan wilayah disimpulkan bahwa salah satu problematika
konservasi, dan beberapa peruntukan lahan yang kesejahteraan yang terjadi pada masyarakat desa
izinnya di keluarkan oleh Pemerintah merupakan adat mentawai adalah pada konteks keterbukan
sebuah gambaran adanya kooptasi wilayah adat masyarakat terhadap perkembangan zaman
oleh Negara(SUSMIYATI, n.d.). Kondisi ini dimasa sekarang. Upaya pemerintah sebenarnya
semakin mempersempit ruang kelola Masyarakat dalam kaitan mengentas kemiskinan di suatu desa
Adat yang pada akhirnya secara faktual telah diimplementasikan melalui anggaran dana
menghilangkan identitas dan integritas komunitas desa. Upaya lain yang dapat dioptimalkan sebagai
adat sebagai satu persekutuan masyarakat yang upaya meminimalisir permasalahan kesejahteraan
pada dasarnya telah terbukti mampu mengelola masyrakat adalah dengan menjadikan rangkaian
wilayahnya secara berkelanjutan. “Marginalisasi acara dalam masyarakat adat sebagai potensi
peran dan fungsi yang di miliki oleh masyarakat wisata daerah berbasis kearifan local.
adat tidak hanya di lakukan oleh Pemerintah Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
secara fisiologis melalui kewilayahan adat, akan dilakukan oleh Ni ketut sari Adnyani (2021)
tetapi juga dilakukan melalui penghancuran bahwa perlindungan hukum terhadap kesatuan
secara terstruktur melalui sistem dan tata masyarakat hukum adat di Provinsi Bali dalam
aturan kelembagaan adat,” “Revitalisasi serta pengelolaan kawasan wisata hanya dapat
penyadaran yang lebih di tingkat masyarakat dilakukan melalui pengakuan terhadap hak dan
dalam melihat lebih jauh atas hak asasinya kewajibannya. Eksistensi kesatuan masyarakat
Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230 227
Siti Maizul Habibah dan M. Asif Nur Fauzi.
hukum adat dalam pengelolaan kawasan wisata tradisional masyarakat, dan penguatan status
mempunyai hukum pengelolaan kawasan masyarakat adat. Hal ini sesuai dengan hasil
wisata yang dituangkan dalam peraturan daerah penelitian Yosep Kristianus Melang (2019) bahwa
Provinsi Bali yaitu Perda No. 2 Tahun 2012 dan strategi pemerintah daerah dan masyarakat dalam
awig-awig desa adat yang mengatur wilayah melaksanakan pengembangan kampung adat
(wewidangan) desa adat setempat. Pengelolaan tutubhada sebagai desa wisata ternyata berhasil,
yang adil dilakukan dengan mengintegrasikan dilihat dari pola pelaksana, program, serta sarana
konsep-konsep pengelolaan yang disepakati. dan prasarananya.
Pemerintah Daerah Provinsi Bali wajib tetap Strategi ini ternyata membawa hasil
memberikan ruang pengakuan desa adat sebagai positif terhadap nilai dan perubahan sosial
wujud perlindungan hukum pengelolaan kawasan masyarakat Tutubhada, serta keberhasilan
pariwisata(Adnyani, 2021). dalam mengembangkan potensi wisata. Faktor
Pengembangan – pengembangan wisata kekuatannya adalah isi peraturan yang mudah
berbasis kearifan local ini menjadi alternative dimengerti, sikap masyarakat dalam menerapkan
strategis dalam pengakuan hak masyarakat adat strategi dan ketentuan peraturan. Sedangkan
mentawai sebagai penegakan asas kemanusiaan Faktor kelemahannya adalah kapasitas SDM,
warga negara indonesia. dengan adanya upaya dan proses penganggaran yang belum berimbang.
membuka diri dalam konteks wisata dengan konsep Secara keseluruhan dengan banyaknya
kearifan local tersebut hak masyarakat mentawai keterbatasan yang dimiliki, pemerintah dan
yang saat ini terbelenggu dalam ketertinggalan masyarakat tetap berupaya semaksimal mungkin
dapat menjadi alternative kebijakan pemerintah untuk mewujudkan pembangunan kepariwisataan.
daerah dalam mengembangkan potensi adat Penting untuk diperhatikan dalam pengembangan
yang dimiliki masyarakat menjadi potensi wisata kampung adat tutubhada sebagai desa wisata
yang memiliki nilai ekonomi kreatif yang dapat kedepan adalah memperhatikan koordinasi yang
memberikan perubahan disektor social ekonomi saling bersinergi.
tanpa menghilangkan budaya adat masyarakt di Sesuai dengan penelitian tersebut dapat
kepulauan mentawai. digambarkan bahwa upaya pemerintah dalam
Peran pemerintah daerah dalam upaya mengembangankan keberagaman budaya pada
mengikis pemikiran diskriminasi masyarakat masyarakat adat memiliki potensi dan kendala
adalat di mentawai merupakan langkah strategis dalam implementasinya. Potensi yang dimiliki
yang harus dilakukan untuk mengupayakan oleh masyarakat adat ini memiliki jumlah yang
masyarakat adat terbuka dengan perkembangan melimpah namun secara pemanfaatannya masih
budaya hokum adat yang dimiliki untuk dapat belum dapat dioptimalkan. Maka dari itu, isu
dikembangkan menjadi sector potensi wisata pengakuan atas hak masyarakat adat saat ini
tanpa menghilangkan adat yang selama ini mencuat. Sesuai dengan penelitian kristianus
dijalankan. melang menunjukkan bahwa upaya pemerintah
dalam memengupayakan pengakuan hak
masyarakat adat dengan pengembangan wisata
Peningkatan sosial ekonomi masyarakat
desa. Dengan adanya pengembangan desa
adat Mentawai
wisata pada masyarakat adat diharapkan mampu
Pemerintah memiliki peran dalam upaya meningkatkan dalam konteks sosial ekonomi.
pengakuan hak masyarakat adat di mentawai Namun upaya yang dilakukan memiliki kendala
menyangkut perlindungan masyarakat secara karena dalam praktiknya atau implementasinya
adat dan akses mobilitas masyarakat termasuk bertabrakan dengan kehidupan budaya yang
infrastruktur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian disakralkan oleh masyarakat setempat.
yang dilakukan Jawahir Thontowi (2013) bahwa Hal ini juga terjadi pada masyarakat adat
pengakuan masyrakat adat dideskripsikan mentawai yang memiliki permasalahan terkait
sebagai kepastian hukum, keterpenuhan hak-hak dengan pengakuan hak masyarakat adat mentawai
228 Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230
Pengakuan Hak Masyarakat Adat Mentawai Sebagai Penegakan Asas Kemanusiaan Warga Negara Indonesia
sebagai penegakan asas kemanusiaan warga selama berada di objek wisata Kampung Adat
negara indonesia. Permasalahan pengakuan hak Tutubhada tetapi juga dapat merasakan langsung
masyarakat adat mentawai tersebut disebabkan manfaat ekonomi dari aktivitas wisata tersebut.
karena beberapa hal termasuk infrastruktur dan Keterlibatan masyarakat pada sektor pariwisata
keterbatasan akases dalam mobilitas masyarakat. di Kampung Adat Tutubhada belum sepenuhnya
Keterbatasan – keterbatan yang terjadi dalam terlibat terutama dalam pengelolaan daya tarik
masyarakat adat mentawai ini mempengaruhi wisata di wilayahnya(Melang, Widyatmaja, &
penegakan asas kemanusiaan sebagai warga Rahyuda, 2019).
Negara Indonesia. Upaya – upaya yang dapat Masyarakat Kampung Adat Tutubhada
digunakan sebagai alternatif penegakan asas memiliki kebudayaan yang unik baik gaya
kemanusiaan yaitu pengembangan desa wisata hidup maupun upacara-upacara tradisional yang
adat mentawai yang diformulasikan dengan mewarnai perjalanan hidup mereka dari saat
jaminan perlindungan originalitas adat istiadat berada dalam kandungan ibu sampai dengan
yang menjadi kepercayaan yang merupakan meninggal dan dikuburkan (siklus kehidupan),
warisan leluhur setempat. upacara ini sebagian besar dilakukan dengan
Tujuan dikembangkannya wisata adat diiringi tarian tradisional. Upacara dan tarian
dengan target wisatawan dari luar sumatera tradisional ini disebut TAU NUWA, menurut adat
tersebut dapat menjadi alternatif income baik dari kebiasaan mereka. Namun dengan dipengaruhi
segi pemerintah maupun sosial ekonomi. Selain masuknya pengaruh kebudayaan dari luar,
income yang didapatkan hak masyarakat adat sehingga prosesinya tidak sesakral dulu dan
Mentawai untuk dikenal masyarakt dari daerah sifatnya eksidentil dalam memenuhi tuntutan
lain. Dengan adanya pengakuan yang diupayakan kebutuhan masyarakat yang melakukannya.
tersebut diharapkan mampu meminimalisir Kaitan dengan upacara tradisional ini dijadikan
kesenjangan yang terjadi di masyarakat adat atraksi atau daya tarik wisata, telah dilakukan
mentawai baik secara infrastruktur maupun upaya dengan membentuk kelompok sadar wisata
secara sosial. dan sanggar-sanggar seni yang diharapkan dapat
kegiatan pariwisata juga meningkatkan daya menggali dan mengangkat kembali sejumlah
tarik wisatawan terhadap sumber daya yang unik upacara tradisional yang terkubur itu dan
dari suatu tujuan wisata. Daya tarik wisata yang dijadikan atraksi yang dapat mempengaruhi
dapat menarik perhatian wisatawan terdiri dari tiga wisatawan untuk berkunjung ke Kampung Adat
bentuk yakni; daya tarik alam, daya tarik budaya, Tutubhada.
dan daya tarik buatan. Sehingga perlu dilakukan Berdasarkan penelitian di atas dapat ditarik
pengembangan dan pembangunan terhadap kesimpulan bahwa peran masyarakat adat dalam
daya tarik wisata. Selain pembangunan daya meningkatkan sosial ekonominya memiliki
tarik wisata, diperlukan pula fasilitas pelayanan peran yang besar didalamnya. Peran tersebut
wisatawan seperti sarana transportasi, akomodasi diantaranya menjaga eksistensi budaya adat yang
yang nyaman, keamanan, kesehatan serta hal lain dipercaya dengan peningkatan jumlah wisatawan
yang dianggap perlu untuk menunjang program yang berkunjung ke dewa wisata adat yang
pengembangan pariwisata. dijalankan. Hal ini dapat dijadikan alternatif yang
Berdasarkan penelitian Yosep (2019) solutif bagi masyarat adat mentawai dalam upaya
Keterlibatan masyarakat sebagai pelaku pariwisata meningkatkan asas kemanusiaan warga Negara
sangat diharapkan dalam menunjang terbentuknya dalam konteks sosial ekonomi masyarakat adat.
desa wisata yang bersinergis, dimana masyarakat Upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat
diharapkan sebagai pelaku utama sehingga dapat setempat adalah dengan sinergitas pemerintah dan
merasakan langsung manfaat dari pembangunan masyarakat yang dibangun untuk meningkatkan
pariwisata di daerahnya. Keterlibatan masyarakat kecakapan masyarakat dalam hal pengelolaan
ini harus diwadahi agar keterlibatannya terpola dewa wisata tersebut.
dan efektif dalam memenuhi kebutuhan wisatawan
Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230 229
Siti Maizul Habibah dan M. Asif Nur Fauzi.
230 Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 47 No. 2 Tahun 2021, hlm. 221–230