Hasratuddin
Email: siregarhasratuddin@yahoo.com
2
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4. NO.2 DESEMBER 2010
matematika. Sedangkan, dari hasil secara vertikal. Hal ini sesuai dengan
wawancara terhadap guru matematika yang pernyataan Sidi (2003) yang mengatakan
bersangkutan, diperoleh beberapa informasi bahwa perilaku dan kebiasaan dalam kelas
penting, antara lain; kemampuan kognitif atau sekolah mencerminkan perilaku dalam
matematika siswa pada umumnya rendah. kehidupan di masyarakat dan bernegara,
Menurut informasi lain yang karena anak sampai seusia remaja lebih
diperoleh dari sekolah-sekolah, guru-guru banyak menghabiskan waktunya di
belum banyak tahu tentang model-model sekolah. Dengan demikian, jika
pembelajaran yang mengoptimalkan permasalahan-permasalahan atau konflik-
aktivitas siswa, sehingga mereka hanya konflik yang dibiasakan diselesaikan di
menggunakan pembelajaran secara sekolah dengan pikiran secara kritis yang
konvensional. Pada hal, banyak model- baik, maka sudah tentu permasalahan atau
model pembelajaran yang telah konflik dalam kehidupan, baik individu
dikembangkan atau ditemukan para ahli maupun dalam masyarakat tidak akan
dan peneliti yang dapat melibatkan berakhir secara brutal atau anarkis.
aktivitas siswa secara fisik maupun mental, Kemampuan berpikir kritis yang
seperti model pembelajaran problem baik dapat membentuk sikap-perilaku yang
solving, pembelajaran berbasis masalah, rasional. Jadi, meningkatkan kemampuan
pembelajaran kontekstual, dan lain-lain, berpikir kritis sangat perlu dan urgen untuk
walaupun belum ditemukan model dikembangkan terlebih pada masa sekarang
pembelajaran matematika yang secara yang penuh dengan permasalahan-
khusus memperhatikan kemampuan permasalahan atau tantangan-tantangan
berpikir kritis dan kecerdasan emosional hidup. Dengan demikian, tidak berlebihan
disamping peningkatan hasil belajar apabila disektor pendidikan mengharuskan
matematika siswa. Sehingga, tidak untuk mempersiapkan peserta didik atau
berlebihan apabila dikatakan bahwa salah generasi penerus bangsa untuk menjadi
satu faktor yang mengakibatkan kurangnya pemikir-pemikir yang kritis, jujur dan
kemampuan siswa dalam matematika bermatabat, sehingga mampu menghadapi
antara lain disebabkan cara mengajar yang berbagai tantangan dan dapat bertahan
dilakukan guru masih menggunakan hidup secara manusiawi dengan penuh rasa
pembelajaran konvensional, lebih percaya diri. Hal ini sesuai dengan tujuan
menekankan pada latihan mengerjakan umum diberikan matematika di jenjang
soal-soal rutin atau drill dan kurang persekolahan yaitu mempersiapkan siswa
melibatkan aktivitas mental siswa. agar sanggup menghadapi perubahan
Konsekuensi dari pola pembelajaran keadaan di dalam kehidupan dan dunia
konvensional dan latihan mengerjakan soal yang selalu berubah dan berkembang
secara drill mengakibatkan siswa kurang melalui latihan bertindak atas dasar
aktif dan kurang memahami konsep pemikiran secara logis, kritis, cermat, jujur,
maupun nilai-nilai matematis. Kondisi ini efektif dan dapat menggunakan pola pikir
menyebabkan hasil pendidikan sekolah kita matematis dalam kehidupan sehari-hari dan
hanya mampu menghasilkan insan-insan dalam mempelajari berbagai ilmu
yang kurang memiliki kesadaran diri, pengetahuan (Depdiknas, 2004).
kurang berpikir kritis, kurang kreatif, Berkaitan dengan pengajaran
kurang mandiri, dan kurang mampu matematika yang sekarang berlangsung di
berkomunikasi secara luwes dengan sekolah-sekolah, Atwood (1990)
lingkungan pembelajaran atau kehidupan mengatakan bahwa pola pengajaran
sosial masyarakat. Sehingga, tidak heran mekanistik atau yang biasa disebut
bila dalam kehidupan masyarakat, sebagai pengajaran tradisional atau konvensional,
refleksi prilaku dari sekolah, sering terjadi yaitu pengajaran yang berlangsung satu
konflik baik secara horizontal maupun arah, dimana guru lebih aktif menjelaskan
dan memberi informasi, tidak akan Selanjutnya, Treffers, de Moor dan Feijs
membantu siswa mengembangkan (dalam Goffree, F, 1995) mengatakan
keterampilan berpikir yang baik. Salah satu bahwa ada tiga pilar proses pembelajaran
ciri anak yang tidak dapat berpikir kritis matematika dalam membangun pola pikir
yang baik dalam belajar matematika adalah matematis, yaitu pembelajaran yang
anak kurang bergairah atau tidak bersifat konstruktif, interaktif dan reflektif.
bersemangat, tidak kritis dan hanya Pembelajaran bersifat konstruktif
memikirkan dan berfokus pada hasil atau maksudnya adalah siswa secara aktif
jawab akhir (Skovsmose, 1994). Suatu membangun pengetahuannya melalui
fakta umum menunjukkan bahwa banyak permasalahan kontekstual atau tantangan
siswa sekolah menengah dalam yang diberikan. Pembelajaran bersifat
menyelesaikan masalah bentuk konteks interaktif maksudnya adalah siswa aktif
hanya mencari bilangan-bilangan yang secara sosial-interaktif dalam proses
terdapat pada konteks kemudian pembelajaran dalam menemukan isi
mengoperasikan bilangan tersebut. pengetahuan. Sedangkan pembelajaran
Sehingga, tidak jarang anak-anak dalam bersifat reflektif adalah proses umpan balik
menyelesaikan masalah konteks matematis terhadap hasil berpikir yang dilakukan.
dengan bertanya dikalikan ya?, atau Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
dibagikan ya?, atau ditambahkan ya?, dan belajar matematika harus merupakan proses
lain pertanyaan sejenisnya. Sehubungan aktif seperti menyelidiki, menjastifikasi,
dengan itu, maka ada suatu pertanyaan mengeksplorasi, menggambar,
yang mendasar yang perlu mengkonstruksi, menggunakan,
dipertimbangkan, yaitu bagaimana menerangkan, mengembangkan dan
matematika dapat diajarkan dengan lebih membuktikan yang berlangsung secara
baik, bagaimana anak-anak bisa didorong sosial interaktif dan reflektif. Sehingga,
untuk tertarik dan berminat pada pengajaran yang dilakukan tidak hanya
matematika, bagaimana cara sesungguhnya bertujuan agar siswa mudah memahami
anak-anak belajar matematika, dan apa pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi
yang merupakan nilai matematis bagi harus dapat meningkatkan kemampuan
mereka? berpikir kritis siswa yang baik.
Banyak gagasan-gagasan para pakar Salah satu pembelajaran yang
yang mengusulkan bentuk pendidikan dan mengacu pada proses pembelajaran yang
pengajaran yang harus dilakukan pada memuat unsur konstruktif, interaktif dan
abad-21 untuk meningkatkan kualitas reflektif adalah pembelajaran matematika
berpikir dan bersikap sosial interaktif realistik, yang di negeri asalnya, Belanda,
siswa, yaitu pembelajaran yang disebut Realistic Mathematics Education
memperhatikan perpaduan intelektual (RME) dan telah berkembang sejak tahun
kognitif dan kecedasan emosional siswa. 1970-an. Adapun filosofi yang mendasari
Antara lain, Covey (2008), menyebutkan pembelajaran matematika realistik adalah
bahwa pola pembelajaran yang mampu bahwa matematika dipandang sebagai
mengembangkan kecerdasan berpikir anak aktivitas manusia (Freudenthal,1991;
adalah pola pembelajaran yang bernuansa Treffers & Goffre, 1985; Gravemeijer,
sosial, yaitu pola pembelajaran yang 1994; Moor, E. 1994; de Lange, 1996).
melibatkan masyarakat belajar secara Sehingga matematika tersebut harus tidak
interaktif. Sedangkan, Oleinik T. (2003) diberikan kepada siswa dalam bentuk
mengatakan bahwa proses pembelajaran ‘hasil-jadi’, melainkan siswa harus
yang dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruk sendiri isi pengetahuan
berpikir kritis siswa adalah pembelajaran melalui penyelesaian masalah-masalah
berpusat pada siswa (sudent centered) dan kontekstual secara interaktif, baik secara
berlangsung dalam konteks sosial. informal maupun secara formal, sehingga
21
Hasratuddin, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
mereka menemukan sendiri atau dengan siswa lebih baik bila dibandingkan dengan
bantuan orang dewasa/guru (guided pembelajaran biasa (Hasratuddin, 2002;
reinvention), apakah jawaban mereka benar Zulkardi, 2002; Armanto, 2004; Saragih,
atau salah. RME menggabungkan 2007; Arifin, 2008). Dari uraian di atas,
pandangan tentang apa itu matematika, kiranya perlu ditemu-lakukan pembelajaran
bagaimana siswa belajar matematika, dan matematika melalui pendekatan
bagaimana matematika harus diajarkan. matematika realistik dalam meningkatkan
Sehingga, Freudenthal berkeyakinan bahwa kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan
siswa tidak boleh dipandang sebagai emosional siswa.
penerima pasif matematika yang sudah jadi
(passive receivers of ready-made
mathematics). Menurutnya pendidikan RUMUSAN MASALAH
harus mengarahkan siswa kepada
penggunaan berbagai situasi dan Sebagaimana yang tersirat dalam
kesempatan untuk menemukan kembali judul dan latar belakang penelitian ini,
matematika dengan cara mereka sendiri. perlu diadakan suatu ikhtiar untuk
Konsep matematika muncul dari proses meningkatkan kekemampuan berpikir kritis
matematisasi, yaitu dimulai dari dan kecerdasan emosional siswa. Sehingga,
penyelesaian yang berkait dengan konteks yang menjadi rumusan masalah dalam
(context-link solution), siswa secara penelitian ini adalah ”bagaimana
perlahan mengembangkan alat dan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
pemahaman matematis ke tingkat yang kecerdasan emosional siswa melalui
lebih formal. Model-model yang muncul pembelajaran matematika dengan
dari aktivitas matematis siswa dapat pendekatan matematika realistik”.
mendorong terjadinya interaksi di kelas,
Dari rumusan masalah tersebut dapat
sehingga mengarah pada level berpikir
dirinci menjadi beberapa pertanyaan
matematik yang lebih tinggi dan demokrasi
penelitian, yaitu sebagai berikut.
belajar yang bermakna. Jadi, pembelajaran
matematika realistik adalah merupakan 1. Apakah ada perbedaan peningkatan
pembelajaran yang melibatkan siswa secara kemampuan berpikir kritis siswa yang
aktif baik fisik maupun mental (student diberi pembelajaran matematika
centered learning), dan bersifat demokratis, realistik dibanding pembelajaran biasa.
sehingga mempunyai profil lebih baik 2. Apakah ada perbedaan peningkatan
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kemampuan berpikir kritis siswa
kritis dan kecerdasan emosional siswa. berdasarkan peringkat sekolah melalui
Sejak tahun 2001, Indonesia, mulai pendekatan matematika realistik.
mengadaptasi dan menerapkan RME di 3. Apakah ada perbedaan peningkatan
beberapa sekolah tingkat SD/MI, dan diberi kemampuan berpikir kritis siswa
nama Pendidikan Matematika Realistik berdasarkan gender melalui pendekatan
Indonesia (PMRI). Hal ini disebabkan matematika realistik.
konsep RME sejalan dengan kebutuhan 4. Apakah ada interaksi yang signifikan
untuk memperbaiki pendidikan matematika antara pendekatan pembelajaran dengan
di Indonesia yang didominasi oleh peringkat sekolah terhadap peningkatan
persoalan bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir kritis
pemahaman siswa tentang matematika dan 5. Apakah ada interaksi yang signifikan
bagaimana mengembangkan daya nalar antara pendekatan pembelajaran dengan
yang bersifat demokratis. Beberapa hasil gender terhadap peningkatan
penelitian terhadap pendekatan matematika kemampuan berpikir kritis siswa.
realistik menemukan bahwa penalaran,
prestasi dan minat belajar matematika METODOLOGI
22
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4. NO.2 DESEMBER 2010
23
Hasratuddin, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
maupun menghukum siswa. Fungsi guru biasa. Pada pembelajaran biasa, masalah
dalam pembelajaran matematika realistik (rutin) hanya berfungsi sebagai aplikasi
adalah sebagai fasilitator, mediator dan dari suatu teori atau formula yang
harus bersikap memahami siswa bahwa diberikan. Pembelajaran mengacu pada
kesalahan yang dilakukan oleh siswa sistem transfer of knowledge, guru
adalah bukan karena kemauannya, tetapi berfungsi hanya sebagai informan tunggal,
disebabkan kekurangan informasi yang ia dan siswa hanya dapat mengembangkan
miliki. Jadi, guru harus memiliki domain kognitifnya pada tahap aplikasi
pandangan bahwa memahami berarti terhadap formula yang diberikan. Proses
memaafkan segalanya. pembelajaran seperti ini tidak
Proses refleksi dalam pembelajaran mengembangkan kemampuan berpikir
akan diberi waktu khusus pada kegiatan siswa dan kecerdasan interpersonal siswa
diskusi penyelesaian masalah dalam (Atwood, 1998).
kelompok atau secara klasikal. Hal ini
dilakukan, karena pada tahap ini siswa 2. Kemampuan Berpikir Kritis
akan berinteraksi secara aktif dengan siswa Tujuan penelitian ini antara lain
yang lain, guru, materi dan lingkungan, adalah untuk mendeskripsikan peningkatan
sehingga diharapkan akan dapat kemampuan berpikir kritis siswa melalui
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis pendekatan pembelajaran matematika
siswa. Kegiatan ini dilakukan untuk setiap realistik yang dibandingkan dengan
topik yang diajarkan pada pembelajaran pembelajaran biasa, dengan
dalam penelitian ini. Jadi, kesempatan mempertimbangkan peringkat sekolah dan
siswa untuk berinteraksi secara interaktif, gender. Di samping itu, diungkapkan pula
sangat dituntut dalam pembelajaran yang interaksi antara pendekatan pembelajaran
dilakukan. Hal ini bertujuan disamping dengan peringkat sekolah dan gender
untuk menemukan penyelesaian masalah terhadap peningkatan kemampuan berpikir
dengan cara saling berinteraksi antara kritis siswa. Sesuai dengan tujuan
anggota kelompok, guru maupun penelitian tersebut, penelitian ini juga akan
lingkungan belajar yang nantinya mengungkapkan peningkatan kemampuan
diharapkan akan dapat meningkatkan berpikir kritis yang didasarkan pada faktor-
kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan faktor peringkat sekolah dan gender
emosional siswa. Dengan demikian, melalui pendekatan pembelajaran
pemberian masalah kontekstual atau matematika realistik. Data yang
tantangan sangat menentukan kegiatan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
untuk melakukan konstruksi masalah, berupa skor peningkatan (gain)
interaksi siswa maupun kegiatan refleksi kemampuan berpikir kritis yang diperoleh
dalam pembelajaran matematika realistik. dari selisih skor akhir dengan skor awal
Armanto (2004), mengatakan bahwa fungsi pada rentangan skor 0 – 20.
masalah kontekstual dalam pembelajaran
matematika realistik, diawal pembelajaran a) Hasil dan analisis peningkatan (gain)
berfungsi sebagai membantu pembentukan kemampuan berpikir kritis
konsep, sifat atau cara pemecahan (model), berdasarkan pendekatan
ditengah proses pembelajaran berfungsi pembelajaran pada kelas eksperimen
sebagai memantapkan konsep matematis dan kelas kontrol.
yang sudah dibangun atau ditemukan oleh
siswa, di akhir pembelajaran berfungsi Rangkuman perhitungan
membantu siswa mengaplikasikan konsep peningkatan kemampuan berpikir kritis
yang telah diperoleh. Karakteristik inilah siswa dengan bantuan program SPSS
salah satu yang membedakan pembelajaran disajikan dalam bentuk tabel berikut.
matematika realistik dengan pembelajaran
24
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4. NO.2 DESEMBER 2010
Pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik Biasa
nsur
Skor Kemampuan Berpikir Kritis Skor Kemampuan Berpikir Kritis
Awal Akhir Gain Awal Akhir Gain
N 135 135 - 130 130 -
Mean 0,88 11,50 10,62 1.02 5.96 4,94
Stadev 1.065 5.215 4,12 1.030 4.443 3,413
Dari Tabel 1 di atas, dapat – 2) = (135 – 2) = 133 dan uji dua sisi
diketahui bahwa banyak subjek pada (0,025) adalah 1,980. Dengan
kelas eksperimen dengan pembelajaran demikian, karena kriteria pengujian; –
melalui pendekatan matematika t-tabel < t-hitung < t-tabel, maka Ho
realistik adalah 135 orang, sedangkan ditolak. Dengan demikian dapat
pada kelas kontrol dengan pembelajaran disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
biasa adalah 130 orang. Rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis
perolehan siswa pada pretes pada siswa yang diberi perlakuan
pembelajaran realistik adalah 0,88, pembelajaran matematika realistik
sedangkan pada pembelajaran biasa dengan pembelajaran biasa. Karena,
adalah 1,02. Sedangkan rata-rata peningkatan rata-rata kemampuan
perolehan skor awal kemampuan berpikir kritis siswa yang diberi
berpikir kritis dengan pendekatan perlakuan pembelajaran matematika
matematika realistik adalah 11,50, realistik lebih besar dari pada siswa
sedangkan pembelajaran biasa adalah yang diberi perlakuan pembelajaran
5,96. Sehingga rata-rata peningkatan biasa, maka dapat disimpulkan bahwa
yang diperoleh siswa pada pembelajaran matematika dengan
pembelajaran melalui pendekatan pendekatan matematika realistik lebih
matematika realistik adalah 10,62 dan baik dari pembelajaran biasa dalam
pada pembelajaran biasa adalah meningkatkan kemampuan berpikir
sebesar 4,94. kritis siswa.
Untuk menguji perbedaan
pendekatan pembelajaran dibuat b) Hasil dan analisis peningkatan
hipotesis statistik, Ho : Tidak terdapat kemampuan berpikir kritis siswa
perbedaan peningkatan kemampuan berdasarkan peringkat sekolah
berpikir kritis matematis siswa yang dalam pembelajaran matematika
diberi perlakuan pembelajaran realistik.
matematika realistik dengan
pembelajaran biasa. Dengan Hasil perhitungan statistik data
menggunaka uji-t diperoleh bahwa nilai peningkatan kemampuan berpikir kritis
t-hitung adalah 12,037, sedangkan nilai siswa berdasarkan peringkat sekolah
t-tabel dengan derajat kebebasan, df (n disajikan sebagai berikut.
25
Hasratuddin, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik Biasa
Peringkat
Skor Kemampuan Berpikir Skor Kemampuan
Sekolah
N Kritis N Berpikir Kritis
Awal Akhir Gain Awal Akhir Gain
Tinggi 48 0,63 12,60 11,97 48 0,68 7,52 6,84
Sedang 42 0,62 10,40 9,78 38 0,84 6,08 5,24
Rendah 45 1,40 11,00 9,60 44 0,60 4,00 3,40
26
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4. NO.2 DESEMBER 2010
Dari Tabel 3 di atas, diketahui kritis siswa perempuan lebih tinggi dari
bahwa banyak subjek laki-laki 58 orang siswa laki-laki, maka dapat disimpulkan
dengan rata-rata peningkatan bahwa dalam pembelajaran matematika
kemampuan berpikir kritis siswa realistik pada siswa perempuan lebih
sebesar 8,52, dan banyak subjek baik dari siswa laki-laki terhadap
kelompok siswa perempuan adalah 77 peningkatan kemampuan berpikir kritis
orang dengan rata-rata peningkatan siswa.
kemampuan berpikir kritis 11,87. Untuk
menguji perbedaan kemampuan d) Hasil dan analisis interaksi antara
berpikir kritis berdasarkan gender pendekatan pembelajaran dengan
dibuat hipotesis statistik, Ho : Tidak peringkat sekolah terhadap
terdapat perbedaan peningkatan peningkatan kemampuan berpikir
kemampuan berpikir kritis siswa kritis siswa.
melalui pembelajaran matematika yang
dilakukan dengan pendekatan Salah satu tujuan penelitian
matematika realistik terhadap adalah mengungkap perbedaan
perbedaan gender. peningkatan kemampuan berpikir kritis
Dengan menggunakan uji-t, siswa melalui pembelajaran matematika
ditemukan bahwa nilai t-hitung -3,987, realistik berdasarkan perbedaan
sedangkan nilai t-tabel dengan df (2- peringkat sekolah. Dari hasil
sisi;(n-2) =1,980. Dari kriteria perhitungan statistik ditemukan bahwa
pengujian; jika – t-tabel ≤ t-hitung ≤ t- signifikansi interaksi antara pendekatan
tabel maka Ho diterima, dan jika –t- pembelajaran dengan peringkat sekolah
hitung < -t-tabel atau t-hitung > t-tabel terhadap kemampuan berpikir kritis
maka Ho ditolak. Karena t-hitung lebih adalah 0,173 dan lebih besar dari 0,05,
besar dari t-tabel, maka Ho ditolak. maka Ho diterima. Jadi, dapat
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan peningkatan kemampuan interaksi antara pendekatan
berpikir kritis siswa berdasarkan gender pembelajaran dengan peringkat sekolah
dalam pembelajaran matematika terhadap peningkatan kemampuan
realistik yang dilakukan. Karena rata- berpikir kritis.. Lebih jelasnya, interaksi
rata penigkatan kemampuan berpikir tersebut disajikan pada gambar berikut.
27
Hasratuddin, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
28
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4. NO.2 DESEMBER 2010
29
Hasratuddin, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Tabel 4. Rangkuman Perhitungan Uji ANOVA Dua Jalur terhadap Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kritis Berdasar Peringkat Sekolah dan Gender.
30
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4. NO.2 DESEMBER 2010
31
Hasratuddin, Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
32
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA VOLUME 4. NO.2 DESEMBER 2010
33