Anda di halaman 1dari 9

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa

Nurul Rafiqah Nasution1, Edy Surya2


Email : rafiqahnstnurul@yahoo.co.id

Mahasiswa PPS Jurusan Pendidikan Matematika, Unimed

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa. Penelitian ini adalah literatur kepustakaan sehingga metode pengumpulan
data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu melacak sumber tertulis yang berisi berbagai
tema dan topik yang dibahas. Jenis penelitian ini berupa data kualitatif. Penelitian ini
dilakukan dengan melihat dan menghubungkan ciri khas dan indikator kemampuan berpikir
kreatif matematika dengan karakteristik dari model pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning). Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat penerapan model
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir
kreatif matematika siswa.

Kata kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning), Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematika Siswa.

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru terhadap siswa dalam
rangka menuju kepada kedewasaan. Penjelasan ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Ki
Hajar Dewantara bahwa pendidikan ialah daya upaya untuk memberi tuntunan pada segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka menjadi dewasa baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagian
hidup lahir dan batin yang setinggi-tingginya (Rosdiana, 2008: 11). Pendapat lain, menurut
Gunawan pendidikan ialah interaksi antara guru dan siswa yang dapat membantu
pengembangan manusia seutuhnya yang berorientasi pada nilai-nilai dan pelestarian serta
pengembangan budaya pendidikan (Sarbini dan Lina, 2011: 20).
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dilaksanakan di
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah yang
paling bertanggungjawab adalah guru. Tanpa adanya guru, kegiatan pembelajaran akan sulit
dilakukan apalagi dalam rangka pelaksanaan pendidikan formal. Guru memiliki tugas utama
yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
siswa. Selain dari tugas utamanya, guru juga berperan penting di dalam mempersiapkan
pembelajaran.
Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan siswa, di mana terjadi komunikasi
yang intens dan terarah dalam rangka mencapai tujuan yang akan dicapai. Proses
pembelajaran yang baik memerlukan proses interaksi oleh semua komponen yang terlibat
dalam pembelajaran baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Ada
beberapa aspek proses interaksi yang baik di dalam pembelajaran yaitu memberikan
apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dilihat
dari hasil selama proses belajar mengajar. Namun, pada kenyataannya hasil belajar yang
diperoleh siswa tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh guru terutama mata pelajaran
matematika. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Menurut Sumarno mengemukakan bahwa hasil belajar matematika siswa belum
memuaskan, juga adanya kesulitan belajar yang dihadapi siswa dan kesulitan yang dihadapi
guru dalam mengajarkan matematika (Susanto, 2013: 192).
Menurut Yuswarni, penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa yaitu:
a. Siswa kurang berminat terhadap pelajaran matematika.
b. Materi bersifat abstrak.
c. Penggunaan media yang kurang tepat.
Menurut Hamalik, faktor kesulitan belajar yaitu:
a. Faktor-faktor yang bersumber dari peserta didik yaitu kesehatan yang sering
mengganggu, kecakapan mengikuti pelajaran, kebiasaan belajar dan kurangnya
penguasaan bahasa.
b. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah yaitu cara memberikan pelajaran,
kurangnya bahan-bahan bacaan, bahan pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan dan
penyelenggaraan pengajaran terlalu padat.
c. Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga yaitu masalah broken home,
(keluarga berantakan), rindu kampung, bertamu dan menerima tamu dan kurangnya
pengawasan orangtua.
d. Faktor yang bersumber dari masyarakat yaitu gangguan dari jenis kelamin lain, bekerja
di samping belajar di sekolah, aktif berorganisasi, tidak dapat membagi waktu dan tidak
mempunyai teman belajar (Rachmawati dan Daryanto, 2015: 121-122).
Menurut Nasution (dalam hasil studi TIMSS dan PISA) menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki kemampuan rendah dalam menjawab soal-soal matematika berstandar
internasional. Siswa belum memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah non rutin
yang berkaitan dengan membuktikan, menalar, menggeneralisasi, membuat konjektur dan
menemukan hubungan antara fakta-fakta yang diberikan atau soal-soal yang dituntut untuk
berpikir tinggi.
Rendahnya hasil belajar matematika dikarenakan proses pembelajaran yang dilakukan
di dalam kelas lebih banyak didominasi oleh guru saja, sehingga ketika guru memberikan
latihan, masih ada siswa yang tidak dapat mengerjakan latihan bahkan melihat jawaban
temannya. Terbukti dengan nilai ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir
semester mereka masih di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sementara itu,
siswa kesulitan dalam memahami pembelajaran matematika dikarenakan konsep dasar
matematika itu tidak diterapkan oleh guru sehingga siswa tidak memiliki kreativitas dalam
memecahkan masalah-masalah matematika yang diajukan padanya baik yang bersifat rutin
maupun tidak. Di dalam kelas, kurangnya minat belajar siswa pada matematika dikarenakan
matematika merupakan bidang studi yang sulit dipahami, soal-soalnya tidak mudah untuk
dikerjakan dan tidak adanya media pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Menurut Putra dkk (2012), Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar
siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan berpikir kreatif merupakan salah
satu faktor penting dari tujuan pembelajaran karena memberi pengetahuan semata-mata
kepada siswa tidak akan banyak menolongnya dalam kehidupan sehari-hari, sehinggadalam
pembelajaran sebaiknya dapat mengembangkan sikap dan kemampuan peserta siswa yang
dapat membantu untuk menghadapi persoalan-persoalan di masa mendatang secara kreatif.
Sedangkan menurut Siswono dan Novitasari (2007) mengatakan bahwa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika, perlu
dilaksanakan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kreatifnya. Salah satu pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya adalah model
pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah membiasakan siswa
untuk berpikir secara divergen. Sebagaimana yang dinyatakan bahwa dengan adanya masalah
menuntut siswa untuk mengembangkan pola pikirnya dalam memecahkan masalah tersebut.
Disamping itu, salah satu tujuan siswa dilatih menyelesaikan masalah dengan menggunakan
pemecahan masalah (problem solving) salah satunya adalah untuk meningkatkan motivasi
dan menumbuhkan sifat kreatif.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)


Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok
untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan
untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud.
Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau
materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan (Daryanto, 2014: 29).
Menurut Sheryl (dalam Rustam dkk, 2017), Pembelajaran berbasis masalah sebagai
metode pembelajaran, dibangun dengan ide konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran
berpusat pada siswa. Bila menggunakan pembelajaran berbasis masalah, guru membantu
siswa fokus pada pemecahan masalah dalam konteks dunia nyata yang akan mendorong
siswa untuk memikirkan situasi masalah ketika siswa mencoba untuk memecahkan masalah.
Model pembelajaran ini dilakukan melalui kerjasama siswa dalam kelompok-kelompok kecil,
menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru bertindak sebagai
fasilitator dan menggunakan situasi kehidupan nyata sebagai fokus pembelajaran. Siswa akan
bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah nyata dan kompleks yang akan
mengembangkan pemecahan masalah keterampilan, penalaran, komunikasi, dan keterampilan
evaluasi diri melalui pembelajaran berbasis masalah.
Ibrahim dan Nur (2000) menambahkan bahwa langkah-langkah Problem Based
Learning (PBL) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Langkah-langkah pembelajaran PBL

No Fase Tingkah Laku Guru


1 Orientasi Siswa Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
pada masalah kebutuhan logistic yang diperlukan, dan memotivasi
siswa terlibat dalam pemecahan masalah
2 Mengorganisasi Membantu siswa mendefinisikan tugas belajar yang
siswa untuk belajar terkait dengan masalah tersebut
3 Membimbing Mendodrong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
pengalaman sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari
individu/kelompok penjelasan dan solusi
4 Mengembangkan Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
dan menyajikan bahan-bahan untuk dipersentasikan dan membantu
hasil karya mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5 Menganalisis dan Membantu siswa merefleksikan atau mengevaluasi proses
mengevaluasi proses penyelididikan yang mereka gunakan dalam
pemecahan masalah menyelesaikan masalah.
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika
Menurut La Moma (2015) Berpikir kreatif dalam matematika dapat dipandang
sebagai orientasi atau disposisi tentang instruksi matematis, termasuk tugas penemuan dan
pemecahan masalah. Aktivitas tersebut dapat membawa siswa mengembangkan pendekatan
yang lebih kreatif dalam matematika. Tugas aktivitas tersebut dapat digunakan oleh guru
untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal yang berkaitan dengan dimensi kreativitas.
Krutetskii mengatakan bahwa kreativitas identik dengan keberbakatan matematika. Lebih
lanjut, Krutetskii mengatakan kreativitas dalam pemecahan masalah matematis merupakan
kemampuan dalam merumuskan masalah matematika secara bebas, bersifat penemuan, dan
baru. Ide-ide ini sejalan dengan ide-ide seperti fleksibilitas dan kelancaran dalam membuat
asosiasi baru dan menghasilkan jawaban divergen yang berkaitan dengan kreativitas secara
umum.
Menurut Nurmasari dkk (2014) Berpikir kreatif dalam matematika dan dalam bidang
lainnya merupakan bagian keterampilan hidup yang perlu dikembangkan terutama dalam
menghadapi era informasi dan suasana bersaing semakin ketat. Individu yang diberi
kesempatan berpikir kreatif akan tumbuh sehat dan mampu menghadapi tantangan.
Sebaliknya, individu yang tidak diperkenankan berpikir kreatif akan menjadi frustrasi dan
tidak puas. Pengembangan aktivitas kreatif tersebut adalah dengan melibatkan imajinasi,
intuisi dan penemuandengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu,
membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
Adapun ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Azhari (2013) antara lain
meliputi:
1. Keterampilan berpikir lancar
a. Menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan
b. Menghasilkan motivasi belajar
c. Arus pemikiran lancar
2. Keterampilan berpikir lentur (fleksibel)
a. Menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam
b. Mampu mengubah cara atau pendekatan
c. Arah pemikiran yang berbeda
3. Keterampilan berpikir orisinil
a. Meberikan jawaban yang tidak lazim
b. Memberkan jawaban yang lain daripada yang lain
c. Memberikan jawaban yang jarang diberikan kebanyakan orang
4. Keterampilan berpikir terperinci (elaborasi)
a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan
b. Memperinci detail-detail
c. Memperluas suatu gagasan
Berdasarkan penjelasan di atas, maka ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif dapat
dijadikan indikator dalam menilai kemampuan berpikir kreatif seseorang.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Penelitian ini adalah jenis penelitian
yang mencoba mengumpulkan data dari literatur. Dan model yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model penelitian sinkronis. Penelitian dilakukan dengan melihat dan
menghubungkan indikator kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dengan
karakteristik dari model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).
Penelitian ini adalah literatur perpustakaan sehingga metode pengumpulan data yang
digunakan adalah dokumentasi, yaitu melacak sumber tertulis yang berisi berbagai tema dan
topik yang dibahas. Data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dengan metode deskriptif
menggambarkan apa yang sedang diselidiki.
Langkah awal penelitian ini adalah mengumpulkan dan mempelajari data hasil
penelitian yang sama oleh peneliti sebelumnya. Selanjutnya menambahkan data untuk
mendukung penelitian ini melalui jurnal, buku dan internet . Setelah data dikumpulkan dan di
pelajari, dilanjutkan dengan pengolahan pengolahan data. Kemudian melakukan analisis data
dengan analisis deskriptif. Kontribusi ini diharapkan untuk mengetahui penerapan model
pembelajaran berbasis masalah(Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir
kreatif matematika siswa.

HASIL PENELITIAN
Pada hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah
(Problem Based Learning) memiliki pengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa. Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model
pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep
pembelajaran (Utomo Tomi et.al, 2014). Keuntungan proses pembelajaran menggunakan
model PBL antara lain: (1) Problem Based Learning (PBL) berpusat kepada siswa sehingga
siswa secara aktif terlibat dalam proses belajar. Dalam pembelajaran siswa tidak lagi bersifat
pasif dimana hanya mendengarkan dan menerima materi pembelajaran dari guru tetapi siswa
dituntut untuk memahami konsep pembelajaran. (2) Problem Based Learning (PBL) tidak
mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi
pelajaran, akan tetapi melalui Problem Based Learning (PBL) siswa aktif berpikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
Namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa
belum optimal, rendahnya kemampuan siswa berpikir kreatif diduga karena selama ini guru
tidak berusaha menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang berpikir kreatif. Selama
ini guru hanya melaksanakan pembelajaran secara prosedural, hanya memberikan rumus-
rumus kemudian mengerjakan soal-soal latihan, tanpa memberi kesempatan siswa untuk
berpikir kreatif akibatnya siswa tidak menemukan makna dari apa yang dipelajari tersebut.
Guru jarang menciptakan suasana yang kondusif dalam proses pembelajaran bahkan belum
menerapkan langkah-langkah pembelajaran untuk siswa berpikir kreatif, sehingga anak tidak
termotivasi untuk belajar mandiri. Model pembelajaran yang dilakukan belum mampu
meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kreatif. Cara mengajar yang baik merupakan
kunci dan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik. Salah satu tolak ukur bahwa
siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari adalah indikator hasil belajar
yang dinginkan diicapai oleh siswa. Maka dari itu guru harus mengubah sistem
pengajarannya dan menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang memotivasi peserta
didik untuk berpikir kreatif.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian, membuktikan bahwa ada pengaruh pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning) terhadap kemampuan berpikir kreatif
matematika siswa . Hasil penelitian di atas relevan dengan hasil penelitian dari Nurmasari
dkk (2014) dengan judul penelitian: “Analisis Berpikir Kreatif Siswa Dalam Menyelesaikan
Masalah Matematika Pada Materi Peluang Ditinjau Dari Gender Siswa Kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Kota BanjarBaru. Penelitian ini mentakan bahwa: (1) Kemampuan berpikir kreatif
siswa laki-laki dalam menyelesaikan masalah matematika terkait materi Peluang adalah siswa
laki-laki memenuhi empat indikator berpikir kreatif yaitu indikator kelancaran, keluwesan,
keaslian dan menilai. Siswa laki-laki kurang memenuhi satu indikator berpikir kreatif yaitu
indikator penguraian. (2) Kemampuan berpikir kreatif siswa perempuan dalam
menyelesaikan masalah matematika terkait materi Peluang adalah siswa perempuan
memenuhi tiga indikator berpikir kreatif yaitu indiktor kelancaran, keluwesan, dan keaslian.
Siswa perempuan tidak memenuhi dua indikator berpikir kreatif yaitu indikator penguraian
dan menilai.
Penelitian selanjutnya oleh Budiyanto dan Rohaeti (2014) yang berjudul
“Mengembagkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Kemandirian belajar siswa SMA Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah” menyimpulkan bahwa Kemampuan berpikir kreatif
matematik siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada yang
mendapat pembelajaran konvensional. Kemampuan berpikir kreatif matematik siswa dengan
pembelajaran berbasis masalah tergolong baik, sedangkan kemampuan berpikir kreatif siswa
dengan pembelajaran konvensional tergolong sedang. Kesimpulan lainnya adalah tidak ada
perbedaan kemandirian belajar siswa padakedua kelas pembelajaran, dan kemandirian
belajar siswa tergolong cukup. Selain itu juga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat asosiasi
cukup antara kemampuan berpikir kreatif matematik dan kemandirian belajar siswa.
Selanjutnya penelitian dari Happy dan Widjajanti (2014) yang berjudul “Keefektifan
PBL Ditinjau Dari Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis, Serta Self-Esteem
Siswa SMP menyatakan bahwa Pertama, Problem-based learning efektif ditinjau dari
kemampuan berpikir kreatif matematis, tetapi tidak efektif ditinjau dari kemampuan berpikir
kritis matematis dan self-esteem siswa. Kedua, Problem-based learning lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari (a) kemampuan berpikir kritis
matematis, (b) kemampuan berpikir kreatif matematis, dan (c) self-esteem siswa.
Selain dari hasil penelitian di atas, ada beberapa teori belajar yang mendukung hasil
tersebut, yaitu teori belajar Pieget (dalam Siregar & Nara, 2015) yang mengemukakan bahwa
pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi(bentukan) orang itu sendiri.
Menurut teori belajar Kontruktivisme, belajar merupakan proses perubahan dalam
struktur kognitif seseorang sebagai hasil konstruksi pengetahuan yang bersifat individual dan
internal. Perubahan tersebut didorong oleh rasa ingin tahu. Selain itu dalam usaha
membangun pengetahuannya saat berinteraksi dengan lingkungan, individu melakukan
pengujian serta memodifikasi skema pengetahuannya yang telah ada. Interaksi yang terjadi
bertindak sebagai katalis untuk membangun konflik kognitif dalam individu. Ketika konflik
itu muncul, individu akan terdorong untuk melakukan proses-proses penyesuaian struktur
kognitifnya dalam usaha membangun pemahaman terkait fakta/fenomena tersebut (Hitipiew,
2009: 93). Berdasarkan penjelasan tersebut, konstruktivistik menjelaskan bahwa belajar
merupakan suatu proses secara aktif oleh pebelajar untuk membangun pemahamannya. Setiap
pemahaman baru yang dibangun didasarkan atas pemahaman yang telah diketahui
sebelumnya.
Berdasarkan pendapat dari pakar teori belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa
terdapat Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: Terdapat Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa.
SARAN
Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan penelitian ini adalah:
1. Kepada guru, khususnya guru matematika hendaknya menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) sebagai salah satu
alternatif pembelajaran dalam upaya mengembangkan cara berpikir siswa khususnya
berpikir kreatif matematika, sehingga hasil yang diperoleh tidak mudah dilupakan
oleh siswa dan juga bisa melatih berpikir analisis, kritis dan memecahkan sendiri
masalah yang dihadapi.
2. Kepada peneliti supaya menyempurnakan penelitiannya dan mengefektifkan waktu,
sehingga memperoleh hasil yang lebih maksimal.
3. Kepada siswa disarankan untuk lebih serius dan disiplin dalam pembelajaran
matematika sehingga memperoleh hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Azhari. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui


Pendekatan Konstruktivisme Di Kelas VII Sekolag Menengah Pertama (SMP)
Negeri 2 Banyuasin III. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 7, No.2, pp 2-12.
Bakar, Rosdiana. (2008). Pendidikan suatu Pengantar. Bandung: Citapustaka Media.
Budiyanto, A, M., Rohaeti, E. (2014). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dan
Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal
Pengajaran MIPA.Vol.19, No. 2, pp 166-172.
Daryanto. (2014). Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava
Media.
Happy, N., Widjajanti, B, D. (2014). Keefektifan PBL Ditinjau Dari Kemampuan Berpikir
Kritis Dan Kreatif Matematis Serta Self-Esteem Siswa SMP. Jurnal Riset
Pendidikan Matematika. Vol.1, No.1.
Hitipeuw, Immanuel. (2009). Belajar & Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang.
La Moma. (2015). Pengembangan Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Untuk
Siswa SMP. Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika. Vol. 4, No. 1, pp 27-
41. ISSN: 2089-855X.
M. Ibrahim dan M. Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa-
University.
Nasution, R, P., Surya, E., Syahputra, E. (2015). Perbedaan Peningkatan Kemampuan
Berpikir Kreatif dan Kemandirian Belajar Siswa Pada Pembelajaran Berbasis
Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMPN 4 Padangsidimpuan. Jurnal
Paradikma. Vol. 8, No. 3.
Nurmasari, N., Kusmayadi, A, T., Riyadi. (2014). Analisis Berpikir Kreatif Siswa Dalam
Menyelesaikan Masalah Matematika Pada Materi Peluang Ditinjau Dari Gender
Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Kota BanjarBaru. Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika. Vol. 2, No. 4, pp 351-358. ISSN: 2339-1685.
Putra, T.T., Irwan., Vionanda, D. (2012). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Dengan Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 1,
No.1, pp 22-26.
Rachmawati, T., Daryanto. (2015). Teori Belajar dan Proses Pembelajaran Yang Mendidik.
Yogyakarta: Gava Media.
Sarbini dan Lina. (2011). Perencanaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Simamora, R., Rotua, D., Surya, E. (2017). Improving Learning Activity and Students’
Problem Solving Skill through Problem Based Learning (PBL) in Junior High
School . IJSBAR. Vol. 33, No.2, pp 321-331.
Siregar, E., Nara, H. 2015. Teori belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Tatag Yuli Eko Siswono dan Whidia Novitasari. (2007). “Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa Melalui Pemecahan Masalah Tipe What’s AnotherWay”.
Laporan Penelitian. Jurusan Matematika FMIPA UNESA.
Utomo, T., D. Wahyuni., S. Hariyadi. (2014). Pengaruh Model Problem Based Learning
(PBL) Terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
(Siswa Kelas VIII Semester Genap SMPN 1 Sumbermalang Kabupaten Situbondo
Tahun Ajaran 2012/2013). Jurnal Edukasi Unej. Vol. 1, No.1, pp 5-9.
Yuswarni. (2007). Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Menengah. Dinas Pendidikan Kota
Padang Panjang. Vol. 4, No. 2. ISSN: 0216-0692.

Anda mungkin juga menyukai